KESEHATAN - Varian Omicron sedang menyebar di seluruh dunia dengan tingkat kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya, sebut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Kasus-kasus varian baru virus corona yang sangat banyak bermutasi itu telah terlacak di 77 negara. Namun, dalam sebuah jumpa pers, Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan ada kemungkinan banyak negara yang belum mendeteksinya.
Tedros mengaku prihatin bahwa upaya yang dilakukan untuk membendung varian tersebut belum cukup.
"Tentu sekarang kita telah belajar bahwa kita meremehkan virus ini yang kemudian membahayakan kita. Bahkan jika Omicron tidak menimbulkan penyakit yang parah, banyaknya jumlah kasus bisa kembali membuat kewalahan sistem kesehatan yang tidak siap," ujarnya.
Varian Omicron pertama kali diidentifikasi di Afrika Selatan pada November lalu. Negara itu kemudian mencatat kenaikan jumlah kasus Covid.
Presiden Afsel, Cyril Ramaphosa pun teruji positif mengidap Covid-19 dan kini menjalani isolasi dengan gejala ringan.
Sejumlah negara, termasuk Indonesia, menerapkan larangan perjalanan terhadap warga dari Afrika Selatan dan negara-negara tetangganya menyusul kemunculan Omicron. Namun, langkah ini gagal menghentikan penyebaran varian itu.
Korban meninggal pertama akibat Omicron
Menteri Kesehatan Inggris, Sajid Javid, mengatakan kepada para anggota parlemen bahwa 20% dari seluruh kasus Covid di Inggris disebabkan varian Omicron. Artinya, ada 4.713 kasus varian Omicron yang terkonfirmasi di Inggris per Senin (13/12).
Namun, Javid menuturkan, Lembaga Keamanan Kesehatan Inggris (UKHSA), memperkirakan jumlah kasus Covid akibat varian Omicron saat ini mencapai sekitar 200.000.
Kasus Covid akibat varian Omicron telah meningkat hingga lebih dari 44% di London dan diperkirakan bakal menjadi varian yang dominan di kota tersebut dalam 48 jam ke depan, kata Javid.
Sedikitnya satu orang telah meninggal di Inggris akibat varian Omicron, menurut Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson.
Sementara itu, pemerintah Italia telah memberlakukan keadaan darurat sampai 31 Maret 2022 sebagai langkah mengantisipasi varian Omicron.
Di Belanda, pemerintah setempat akan menutup seluruh sekolah dasar sepekan sebelum Natal, guna mencegah penularan.
Kesetaraan vaksin
Dalam jumpa pers, Dirjen WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, kembali menegaskan kekhawatiran soal kesetaraan vaksin setelah sejumlah negara menerapkan penyuntikan vaksin dosis ketiga alias booster guna mencegah penularan varian Omicron.
Sejumlah kajian baru-baru ini memperlihat vaksin Pfizer/BioNTech memproduksi antibodi penetralisir Omicron dalam jumlah yang jauh lebih sedikit ketimbang saat melawan galur awal virus corona. Namun, kekurangan ini bisa dibantu dengan dosis ketiga.
Tedros mengatakan booster "bisa memainkan peranan penting" dalam memerangi penyebaran Covid-19, namun hal itu adalah "masalah prioritas".
"Memberikan booster kepada kelompok rendah risiko terkena penyakit parah atau kematian hanya akan membahayakan nyawa mereka yang berisiko tinggi dan masih menunggu dosis pertama akibat kurangnya suplai," paparnya.
Pasokan ke program berbagi vaksin alias Covax telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Namun, para pejabat kesehatan khawatir dunia akan kembali kekurangan puluhan juta dosis vaksin seperti yang terjadi pada pertengahan tahun ini. Di sejumlah negara miskin, orang-orang dari kelompok rentan bahkan belum menerima dosis vaksin pertama. (*)
Tags : Virus Corona, Vaksin, Kesehatan, Organisasi Kesehatan Dunia,