Artikel   2023/03/31 16:4 WIB

Nadia Atmaji Akui Banyak Tantangan Puasa Ramdhan di 'Negara 4 Musim', 'Tapi Semangat Keagamaan Berbagi Takjil tak Ketinggalan'

Nadia Atmaji Akui Banyak Tantangan Puasa Ramdhan di 'Negara 4 Musim', 'Tapi Semangat Keagamaan Berbagi Takjil tak Ketinggalan'
Nadia Atmaji, Mahasisi studi S2 digital media di University College London (UCL).

RAMADHAN memiliki beragam tantangan saat menjalaninya terutama, bagi mereka yang belum lama menginjakkan kaki di negeri orang (london).

Faktor musim, budaya, dan jarak yang jauh dari keluarga hanyalah beberapa tantangan yang dihadapi. Nadia Atmaji salah satunya. Perempuan yang melanjutkan studi S2 digital media di University College London (UCL) ini menjalani kehidupan di London selama satu tahun terakhir, termasuk momen puasa Ramadhan.

Durasi puasa yang lebih panjang dari durasi di tanah air menjadi salah satu tantangan yang dirasakannya. Karena cuaca saat ini merupakan peralihan dari musim semi ke musim panas, durasi puasa di London berkisar antara 16-17 jam.

"Bayangin, aku sahurnya jam 03.30 karena jam 04.00 sudah subuh. Terus buka puasanya jam 20.00," kata Nadia.

Kendati demikian, Nadia merasakan nuansa Ramadhan yang sangat kental di London. Banyak ditinggali komunitas dari berbagai negara membuat kota tersebut juga dihuni banyak warga muslim.

Menurutnya, suasana Ramadhan yang kental terutama terasa di masjid-masjid, di mana mereka juga kerap menggelar buka bersama seperti di tanah air.

Adapun beberapa masjid yang sempat dikunjungi Nadia antara lain London Central Mosque dan East London Mosque.

"Di London Central Mosque itu di setiap iftar ada pembagian takjil gratis sama makan berat. Waktu itu makan nasi biryani sama daging. Senang, deh," ucapnya.

Perempuan yang tinggal bersama empat rekannya sesama peraih beasiswa LPDP itu juga kerap mengikuti acara buka bersama komunitas di kampus, yakni UCL Islamic Society.

Di sana, Nadia bertemu dengan teman-teman dari berbagai negara dan saling berbagi informasi tentang budaya masing-masing negara.

"Bareng-bareng buka puasa, nyoba makanan khas Timur Tengah, sharing gimana tentang Indonesia. Aku juga sering pakai baju kayak batik, kain-kain etnik, sekalian promosi Indonesia juga," tutur Head of PR & Communications Perhimpunan Pelajar Indonesia di UK (PPI UK) itu seperti dirilis kompas.com.

Nadia Atmaji bersama teman-temannya.

Banyak dihuni oleh warga muslim membuat makanan halal tak sulit dicari di sana. Menurut Nadia, selain mengetahui daerah yang memang memiliki banyak gerai makanan halal, banyak restoran juga sudah memasang logo halal.

Secara umum, ia mengagumi keberagaman yang dipelihara di London. Sebab, selain di masjid atau komunitas muslim, buka puasa bersama juga kerap digelar secara terbuka di beberapa tempat ikonik. Beberapa di antaranya Trafalgar Square, Royal Albert Hall, dan Liverpool Street.

"Jadi cukup amazed sama keberagaman di sini dan bagaimana warganya saling menghormati," katanya.

Jutaan umat Islam di seluruh dunia menyambut Ramadhan dengan semangat keagamaan.

Muslim di London pun tak mau ketinggalan. Salah satu kegiatan mereka adalah membagikan makanan berbuka puasa gratis di Masjid East London yang terletak di Distrik Whitechapel, London, Inggris.

"Orang-orang di sini memang senang untuk berbagi," kata Salman Farsi, petugas komunikasi di Masjid East London.

Farsi berkata, semangat berbagi pada Ramadhan sangatlah kental. Bahkan, bukan hanya kepada saudara Muslim, mereka juga berbagi dengan rekan non-Muslim.

Setiap harinya, Masjid East London membagikan makanan ke sekitar 600 orang yang datang ke masjid untuk makanan gratis.

Takjil gratis tersebut merupakan inisiatif amal yang dicetuskan oleh masjid-masjid di seluruh Inggris selama Ramadhan. Di masjid-masjid lain, seperti Masjid Mahfil Ali di Harrow, London, jamaah juga berbagi makanan berbuka puasa selama sebulan.

Ali (20 tahun), salah seorang warga London, mengungkapkan bahwa pada tahun sebelumnya, ia biasanya hanya ikut serta untuk mendapatkan  makanan.

"Sekarang, untuk pertama kalinya, aku membantu dalam mempersiapkan semuanya," kata Ali.

Selain berbagi buka puasa, pengurus masjid juga mengadakan diskusi dan dialog setiap malam bulan suci.

"Itu menunjukkan siapa kita. Kami tidak merasa lebih tinggi--kami tidak berpikir bahwa kami lebih baik dari orang lain. Prinsip kami selalu bergaul sebanyak mungkin," ucap salah satu anggota masjid.

Enggan kurangi lama puasa

Adanya fatwa ajakan mengurangi jam puasa oleh salah satu ulama Inggris ternyata tidak disambut oleh anggota Masjid East London.

"Tidak ada cara umum untuk mempersingkat puasa mereka karena semata demi kenyamanan," kata Farsi.

Menurut Farsi, 19 jam bukanlah waktu yang sulit karena cuaca panas yang tidak terlalu terik. Di tempat-tempat, seperti Norwegia, mereka mengikuti London karena kadang-kadang matahari tidak pernah terbenam selama musim panas.

Masjid-masjid di London juga bagi-bagi takjil di Ramadhan.

Penolakan yang sama untuk memotong jam puasa dilakukan oleh jamaah di Masjid Pusat London. "Anda tidak bisa mengurangi jam puasa, Anda harus bisa juga merasakan situasi yang ekstrem seperti di Artik di mana matahari tidak menentu," ujar Chili (30 tahun).

Pekan lalu, Usama Hasan, seorang sarjana Islam Inggris, telah menyerukan untuk memotong jam puasa saat Ramadhan bagi banyak Muslim yang tinggal di Eropa Utara dan Kanada. Hasan mengeluarkan fatwa yang menyerukan "waktu moderat" yang akan diterima bagi mereka yang  membutuhkannya.

"Sejumlah orang telah meminta fatwa sejak tahun lalu tentang puasa yang lama selama musim panas Inggris," tulis Hasan dalam fatwanya. n c07 ed:  yeyen rostiyani. (*)

Tags : ramadhan, puasa di london banyak tantangan, puasa ramdhan di London, semangat keagamaan, berbagi takjil di masjid london,