Sorotan   2020/06/08 17:41 WIB

Covid-19: Ortu Kalang Kabut Siswa 'Sekolah Dirumah'

Covid-19: Ortu Kalang Kabut Siswa 'Sekolah Dirumah'

Pemerintah memutuskan untuk merumahkan siswa dan menerapkan metode belajar dengan sistem daring menyusul masa lonjakan kasus Covid-19

class=wp-image-20984

Kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Riau menerapkan tenaga pengajar siswa untuk melakukan sekolah dirumah sejak 27 April kemarin disaat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tak semua tenaga pengajar sekolah menerapkan untuk siswa sekolah dirumah. Sayangnya, tidak semua sekolah siap untuk menerapkan metode pembelajaran jarak jauh.

Beberapa sekolah dasar swasta di Kota Pekanbaru misalnya secara marathon mempersiapkan materi dan metode belajar di akhir pekan, saat seharusnya guru dan manajemen sekolah libur [masa PSBB tanggal 17 April 2020] kemarin. Ada sekolah swasta belum pernah menerapkan sistem belajar jarak jauh.

Sekolah kami belum memiliki sistem belajar online. Jadi memanfaatkan WhatsApp saja untuk kelas 1 sampai 3, tapi untuk kelas 4 sampai 6 menggunakan Google Classroom, kata Sutrisno, salah seorang guru di sekolah swasta tersebut yang minta tidak disebutkan nama sekolahnya.

Sebagai guru sekolah dasar, Sutrisno menilai sistem pembelajaran daring yang dilaksanakan secara mendadak ini menimbulkan banyak pertanyaan, terutama di kalangan pengajar sekolah dasar yang belum terbiasa dengan metode ini. Materi apa yang bisa diajarkan di rumah tanpa membebani orangtua yang seharusnya kewajiban guru mengajarkan di kelas? Jam berapa mereka belajar sementara ada yang kedua orangtuanya bekerja? Bagaimana dengan kuotanya? Siapa yang menanggung? kata guru SD itu.

Tidak mendapat panduan dan arahan khusus

Ia mengaku selama diberlakukannya PSBB [17 April 2020/tahap I dan 1 Mei 2020/tahap II] kemarin di Kota Pekanbaru sepertinya diserahkan kepada kebijakan sekolah masing-masing. Jadi guru-guru disini rapat tentang sistem online. Anak saya baru dapat tugas belajar sejak diberlakukannya PSBB tahap [01 Mei 2020] ke dua, kata Elfi, orangtua siswa.

class=wp-image-24271

Beberapa sekolah swasta di Kota Pekanbaru ada yang belum menerapkan pembelajaran jarak jauh di hari pertama kebijakan PSBB diberlakukan. Bahkan ada sekolah swasta di kawasan Pekanbaru merancang modul pembelajaran daring setelah diberlakukannya PSBB tahap ke dua.

Sementara ini anak saya disuruh mengerjakan LKS (lembar kegiatan siswa) seperti biasa, kata Budi Silaen, orangtua siswa.

Tapi, bagi sekolah negeri di kota itu rata-rata sudah siap dengan sistem belajar daring. Seperti salah satu sekolah negeri (SDN) 14 telah menerapkan sistem tersebut dalam pembelajarannya. Kami sudah biasa pakai Google Aplication for Education (GAFE) dengan classroom. Begitu juga dengan tugas, ulangan, dan ujian seperti minggu lalu sudah sistem GAFE, kata Soraya salah satu pengajar di SDN Negeri Pekanbaru.

Fasilitas tak merata

Pelaksanaan instruksi untuk menghapus kegiatan tatap muka di wilayah Kota Pekanbaru memang masih terbilang gagap. Sejumlah siswa dan orang tua murid di Pekanbaru menganggap langkah belajar melalui daring tidak efisien lantaran tidak adanya fasilitas yang memadai di tiap rumah.

Sebagian siswa tingkat SMA dan SMP di kota Pekanbaru, Provinsi Riau, ada yang masih tetap ke sekolah pada Senin (16/03/2020) pagi, karena belum mendapatkan informasi resmi dari dewan guru.

Saya ke sekolah hari ini karena belum ada informasi resmi dari guru. Tadi malam ada informasi dari group WhatsApp sesama siswa, tapi itu belum pasti makanya tetap sekolah, kata Siska, siswi kelas 12 SMAN Kota Pekanbaru.

class=wp-image-24272

Siska mengakui sampai saat ini belum mengetahui pasti jadwal Ujian diskolah. Untuk jadwal Ujian disekolah belum dapat informasi juga apakah ditunda atau tidak, kata dia.

Hal senada juga dikatakan oleh siswi kelas 12 SMAN lainnya, Yuni, ia kebingungan untuk mempersiapkan diri untuk ujian disekolah dan mengakui harus belajar di rumah. Proses belajar tidak efektif karena saya tidak memiliki peralatan belajar online yang memadai seperti laptop, HP dan jaringan internet, kata Yuni.

Salah satu guru di SMPN di Kota Pekanbaru dalam bincang-bincangnya menyikapi PSBB kemarin terhadap siswa menyebutkan dirinya sebagai tenaga pendidik tetap hadir melayani siswa dan wali siswa walaupun secara daring.

Saat mulai siswa diliburkan, komunikasi antar guru dan siswa tetap berjalan karena kita sudah punya group sekolah diaplikasi Ruang Guru yang sudah disiapkan terlebih dahulu, kata dia.

Di tengah pandemi Covid-19, SMPN tempat Ia mengajar, tetap melaksanakan ujian sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Untuk SMP jadawalnya telah ditetapkan, jauh hari sebelumnya memang kita sudah mempersiapkan dan Alhamdulillah anak-anak terlihat senang mengikuti tanpa ada rasa takut isu wabah virus corona, sebutnya dikontak via telepon.

Hanya sekolah yang diliburkan, proses belajar mengajar tetap, baik melalui kelas digital, rumah belajar sudah disiapkan, memberikan tugas kepada anak-anak, baik melalui email dan jejaring media sosial, terangnya.

Kebijakan pemerintah

Sebelumnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyadari belum semua sekolah di Indonesia siap dengan sistem pembelajaran daring. Tapi pemerintah pusat mendorong pemerintah daerah menerapkan sistem tersebut, kata Ade Erlangga Masdiana, Kepala Biro Komunikasi Kemendikbud dalam keterangan persnya.

Kemendikbud telah memiliki platform, seperti aplikasi Rumah Belajar, yang bisa diakses oleh guru dan siswa. Menurut Ade, masalah sistem pembelajaran daring yang dialami sejumlah sekolah seharusnya tidak terjadi. Kalaupun terjadi, dinas pendidikan setempat yang harusnya bergerak mengatasi masalah itu.

Makanya setiap daerah, dinas pendidikan harus buat acuan pedoman atau prosedur operasi standar (POS) itu harus betul-betul tepat sehingga proses pembelajaran selama dua minggu ini bisa berjalan dengan baik, ujarnya.

Dinas pendidikan harus bergerak karena itu koordinasi. Jadi bukan hanya kebijakan meliburkan begitu saja, tapi juga dengan turunan berbagai implikasi dari kebijakan itu harus disiapkan.

Di lain pihak, Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI) menilai seharusnya sistem pembelajaran daring tidak menjadi kendala bagi sekolah. Pasalnya, di era teknologi digital ini semua orang sudah akrab dengan gawai.

Sebetulnya sistem daring itu sudah berjalan. Tidak ada corona pun daring sudah berjalan, sudah terbiasa. Kenapa FAGI mendesak sekolah diliburkan karena kami sudah tahu di lapangan. Belajar itu sekarang lebih dimudahkan, tidak perlu membagi buku kepada siswa, toh e-book dan semua materi pelajaran sudah bisa dikirimkan lewat media sosial yang sederhana, kata Iwan Hermawan, Ketua FAGI.

Sejak awal, kata Iwan, FAGI mendesak kepada para kepala daerah untuk merumahkan siswa agar bisa menghentikan penularan virus corona di lingkungan sekolah. Kemendikbud mewanti-wanti sistem pembelajaran jarak jauh yang diberlakukan saat pandemi Covid 19 ini tidak sampai mengganggu target kurikulum. Mekanisme pembelajarannya betul-betul harus ketat. Jadi jangan meliburkan dengan sistem belajar online, tapi onlinenya model apa? Online-nya harus betul-betul terjadi proses pembelajaran. Dengan keterbatasan yang ada, tapi dengan keterbatasan itu bagaimana target-target kurikulum bisa tercapai, tegas Ade.

Siswa 'tertinggal' secara akademik karena pandemi Covid-19

Menjelang awal tahun ajaran baru 13 Juli mendatang, sejumlah guru dan orang tua menyatakan khawatir dengan perkembangan akademik para siswa setelah diterapkannya pendidikan jarak jauh (PJJ) untuk menekan penularan Covid-19.

Mereka mengatakan, keterbatasan fasilitas pendukung hingga ketidaksiapan siswa belajar di rumah, membuat sistem itu belum efektif- keadaan yang mengakibatkan capaian akademik siswa tertinggal, kata Usamah Khan ST MT, pemerhati pendidikan di Kota Pekanbaru.

Ada orang tua siswa yang berharap anaknya segera kembali ke sekolah, tapi ada juga yang tidak sepakat kegiatan belajar secara tatap muka diberlakukan karena alasan kesehatan. Sementara, pemerintah meminta pihak terkait memanfaatkan fasilitas yang ada untuk mengoptimalkan PJJ.

Heriani, salah satu guru sekolah dasar negeri di Kota Pekanbaru mengatakan sudah tiga bulan belakangan siswa-siswanya tidak menjalani pendidikan sebagaimana mestinya. Selama belajar di rumah, siswanya kini hanya membantu orang tua mereka masing-masing karena salah satunya tidak adanya Iphon [gawai].

Saya sempat bingung melihat siswa saya yang biasa mengajar di sekolah tiba-tiba diharuskan belajar di rumah, dimana siswa harus dihadapkan dengan gawai, jaringan sinyal internet, telepon, SMS itu pun hanya tempat tertentu saja yang ada sinyalnya, ujar Heriani.

Menyinggung soal siaran TVRI yang telah mempersiapkan tatacara belajar siswa, juga diakunya sangat jarang siswa melihat acara TVRI. Itu membuatnya khawatir. Saya sangat mengkhawatirkan anak-anak tidak mendapat akses pendidikan.

Kalau saya pikir sebaiknya anak-anak diberlakukan sekolah seperti biasa, dengan pertimbangan banyaknya kendala baik sarana dan prasarana jejaringan ini belum lagi soal adanya zona merah kemarin. Sekolah bisa dilaksanakan dengan protokol pencegahan Covid-19, seperti menjaga jarak, sebutnya.

Kota Pekanbaru sempat tercatat memiliki kasus positif Covid-19 dan banyaknya pasien dalam pengawasan (PDP), orang dalam pemantauan (ODP) per tanggal 17 April 2020. Sementara, di daerah-daerah tingkat dua kabupaten keadaannya sedikit lebih baik meski penuh tantangan, seperti dituturkan seorang guru sekolah dasar negeri ini.

Ia mengatakan tak semua dari siswanya, walaupaun yang kebanyakan anak tinggal diperkotaan, memiliki ponsel. Karenanya, ia harus mencari cara untuk menghadapi siswa-siswanya untuk tetap mengajar. Ia pun mengakui tak mungkin kurikulum yang normal bisa diterapkan dalam PJJ. Jika sekolah baru dibuka akhir tahun atau awal tahun depan, dampaknya pun akan sangat besar bagi siswa, katanya.

Maka itu, ia berpendapat, jika situasi sudah aman dan memungkinkan, sekolah secepatnya dapat dibuka kembali. Misalnya zona di sini nggak terlalu berbahaya, nggak harus semua sekolah dirumahkan. Ada yang kondisi aman, lanjut masuk sekolah dengan protokol kesehatan, ujarnya.

'Anak belum siap'

Selain keterbatasan fasilitas, sistem PJJ juga dinilai belum efektif karena ketidaksiapan siswa belajar di rumah. Pendi, orang tua siswa kelas V di sebuah sekolah dasar di Kota Pekanbaru menceritakan apa yang diamatinya.

Berantakan [cara belajarnya]. Ya [anak] berpikirnya main saja. Yang jelas, anak nggak siap untuk belajar di rumah, ujarnya.

Kalau ujian yang jawab malah ibunya. Saat ujian, minta (jawaban) di Google, jadi nggak murni itu.

class=wp-image-24273

Pendi mengatakan tak masalah jika anaknya kembali bersekolah, asal protokol jaga jarak aman bisa dijalankan. Namun, sikap orang tua murid lain, Sunaryo, warga Adi Sucipto, Pekanbaru, berbeda. Pilihannya itu kan keselamatan anak atau anak bodoh. Kasarnya begitu. Kalau kita disuruh pilih, ya pilih anak selamat dong, ujar Sunaryo, ayah empat anak yang laki-laki paling besar duduk di bangku V SD itu.

Ia mengatakan juga tak keberatan jika generasi pelajar saat ini, yang terdampak Covid-19, diminta mengulangi pelajaran yang tidak bisa mereka terima saat pandemi di kemudian hari. Karena mereka benar-benar missed (ketinggalan) pelajaran. Takutnya mereka dipaksain naik [kelas], tapi tidak mampu, ada yang kelewat silabusnya, ujarnya.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sendiri mengatakan tahun ajaran baru akan dimulai 13 Juli mendatang, tapi itu tak berarti kegiatan belajar tatap muka di sekolah kembali dimulai.

Pelaksana tugas (PLT) Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Dasar, dan Menengah Kemendikbud, Hamid Muhammad, mengatakan sekolah akan kembali dibuka tergantung perkembangan kondisi daerah masing-masing dan kesehatan siswa akan menjadi prioritas pemerintah.

Merespons hal itu, Lembaga Melayu Riau (LMR), H Darmawi Aris SE, mengatakan pandemi ini jelas membuat proses capaian akademik para siswa tertinggal. Kalau sampai akhir tahun [sekolah] hanya melakukan PJJ, dampaknya secara akademik adalah akan tertinggal dan pasti banyak mekanisme assessment yang tak bisa dilakukan, dalam arti tes-tes sekolah, ujar Darmawi.

Dalam sekolah vokasi, praktik-praktik magang tertunda. Namun, saya pikir nggak masalah dibanding hanya mengejar capaian akademik. Keselamatan menurut saya yang utama, ujarnya.

Darmawi mengatakan dalam jangka pendek, pemerintah pusat maupun daerah perlu melakukan evaluasi terhadap sistem PJJ untuk menemukan solusi-solusi dari masalah yang terjadi di lapangan. Ke depannya, kata dia, pemerintah perlu memikirkan langkah-langkah percepatan capaian akademis siswa, ujarnya.

class=wp-image-24274

Siswa Belajar di Rumah, SPP Nggak Turun

Yang membuat para orang tua (Ortu) siswa bertabah miris meihat biaya bulanan sekolah atau SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan) anak tidak mengalami penurunan meski sistem belajar dilakukan dari rumah secara online. Begitu juga dengan biaya pendaftaran peserta didik baru, tidak ada pemberian diskon untuk masuk sekolah.

Seperti disebutkan saah satu Ortu siswa, Sulaiman mengemukakan kegelisahannya tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di salah satu sekolah SMA Swasta di Kota Pekanbaru. Ia mengungkap alasannya. Menurutnya, mau anak sekolah tatap muka atau secara virtual sama saja tetap belajar seperti biasa. Nggak (turun). Tetap saja (biaya sekolah) karena tetap belajar seperti biasa, sebutnya, Senin (8/6/2020).

Selama ini sudah hampir 3 bulan penerapkan kegiatan belajar mengajar melalui virtual Zoom selama pandemi. Hal ini akan terus dilakukan sampai menunggu keputusan dari pemerintah. Kita digital selama pandemi. (Sampai kapan) belum tahu tergantung dari pemerintah, katanya dengan raut wajah gusar.

Seperti disebutkan H Darmawi Aris, Pemerhati sosial dan juga dari LMR ini secara terpisah, mengatakan penyebab biaya sekolah tidak turun karena pihak sekolah harus tetap menggaji guru [swasta]. Mau mengajar darimana pun gaji guru dinilai tidak mungkin diturunkan. Gurunya kan tetap harus digaji karena dia ngajar. Perkara guru datang atau tidak kan gajinya nggak mungkin diturunkan, imbuhnya.

Yang bisa dilakukan para orang tua adalah meminta pihak sekolah untuk meniadakan uang kegiatan yang tidak dilakukan selama pandemi. Hal itu dinilai lebih mungkin daripada menunggu pemerintah mengeluarkan kebijakan diskon untuk sekolah.

Menurut saya itu saja, nggak usah diatur dari Kemendikbud-nya lah repot. Udah saja bicara dengan orang tua murid dengan sekolah. Jadi kalau mau uang-uang ekstrakulikuler itu tidak ada lagi karena memang nggak ada. Biaya lain seperti biaya olahraga, biaya kesenian mungkin itu (yang bisa dikurangi), sarannya.

Namun disamping itu, sebelumnya tanggapan PLT Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Dasar, dan Menengah Kemendikbud, Hamid Muhammad, mengatakan dalam keterangan, ia mengimbau orang tua mendampingi anaknya belajar di rumah. Untuk daerah yang terkendala internet, ia meminta siswa belajar melalui TVRI, RRI, atau buku pegangan siswa. Kalau TVRI tidak ada akses, bisa pakai RRI atau radio lokal dan guru kunjung, sebutnya namun PLT Dirjen Pendidikan anak usia Dini, Dasar dan Menengah Kemendikbud ini belum menjelaskan soal pungutan SPP dilingkungan sekolah swasta itu. (syamsul bahri)

Tags : -,