Sorotan   2020/07/09 23:26 WIB

Pro Kontra Akibat Penggunaan Kantung Plastik

Pro Kontra Akibat Penggunaan Kantung Plastik

Baik sedang belanja bulanan dan harus beli banyak keperluan di pasar, berapa banyak pemakaian kantung plastik yang bisa dihindari? Ini dibuat untuk memberi gambaran terkait konsumsi kantung plastik dan bagaimana dampaknya jika satu orang berusaha menghindari pemakaiannya

class=wp-image-21031

ersoalan kantung plastik dan juga sampah plastik secara keseluruhan tentu tidak sesederhana itu. Kontribusi masyakarat tetap dianggap penting untuk menciptakan dampak, apalagi jika dilakukan bersama-sama. Tapi di tengah riuhnya kampanye mengontrol kresek, sejumlah pihak mengingatkan bahwa perlu upaya yang jauh lebih besar, termasuk pembenahan sektor hulu dan perbaikan mekanisme daur ulang untuk menyelesaikan masalah sampah plastik.

Pro-kontra dalam sejumlah data berikut ini soal penggunaan kantung plastik terus bergulir. Bagaimana kantong plastik sekali pakai akan diregulasi? Langkah pembatasan kantung plastik telah dilakukan di beberapa kota seperti seperti di Kota Pekanbaru, Riau ini.

Kota ini juga tengah merumuskan peraturan sejenis yang melarang penggunaan kantung plastik sekali pakai baik di pasar modern atau tradisional. Rencana ini dilakukan seiring dengan hasil riset yang menyatakan bahwa warga Kota Pekanbaru ingin mengurangi pemakaian kresek dan setuju jika pemerintah meregulasinya. Plastik ini dipakai, (terbuang) kemana-mana kan, ke sungai, ke mana-mana, kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Pekanbaru, Zulfikri.

Sampai terbuang ke perairan jadi mikroplastik. Ini yang secara viral, jadi permasalahan luas.

DLHK Kota Pekanbaru berupaya mengurangi sampah plastik dan Pemko tengah mempersiapkan Peraturan Walikota (Perwako) Pekanbaru untuk larangan penggunaan kantong plastik ini. Perwako itu diterapkan tahun 2020 mendatang. Naskahnya sudah sampaikan ke Kementrian LHK, jelasnya.

Perwako itu nantinya pada tahap awal melarang penggunaan kantong plastik di pusat perbelanjaan modern. Perwako ini punya regulasi untuk melarang pemakaian kantong plastik bagi ritel dan swalayan. Zulfikri menyarankan nantinya bisa menggunakan tas belanja ramah lingkungan. Ada tas belanja ulang pakai yang bisa digunakan saat berbelanja. Ia menyebut bahwa Kota Pekanbaru bukanlah kota pertama yang bakal melarang penggunaan kantong plastik. Kota Banjarmasin sudah lebih dahulu melarang penggunaan kantong plastik. Jadi masyarakat yang berbelanja sudah membawa kantong belanja dari rumah, ujarnya.

Zulfikri menyebut bahwa tidak sulit mengurangi sampah plastik. Masyarakat bisa memulainya dengan menggunakan kantong belanja ulang pakai. Ia menilai penerapan perwako itu di tahun depan bakal menguntungkan pelaku usaha. Para pengelola ritel dan swalayan tidak perlu lagi menyediakan kantong plastik. Apalagi saat ini sejumlah ritel di Pekanbaru sudah berlakukan plastik berbayar. Ia menilai itu kebijakan dari masing-masing ritel yang ada. Maka dengan adanya regulasi ini pengelola ritel tidak perlu siapkan kantong plastik, paparnya.

Dalam rancangan aturan itu ada beberapa jenis tahapan sanksi yang disiapkan, dimulai dari teguran, denda paksa sebesar Rp5 juta sampai Rp25 juta, hingga pencabutan izin usaha. Peraturan gubernur ini akan dikeluarkan dalam waktu dekat. Setelah peraturan resmi dikeluarkan, pemerintah provinsi akan mensosialisasikan peraturan itu dalam waktu enam bulan, sebelum benar-benar menerapkannya.

Indonesia sudah terkenal sebagai jawara sampah plastik - disebut sebagai produsen sampah di laut terbesar kedua setelah Cina. Laporan sintesis yang dikeluarkan Bank Dunia tahun lalu menemukan bahwa komposisi sampah kantung plastik di sungai Jakarta tergolong besar, yaitu 21.6% - kedua terbesar setelah kategori sampah organik lainnya sebesar 52,1%.

Porsi kresek dibanding sampah plastik lain?

Walau begitu, porsi penggunaan kantung plastik ternyata cukup kecil jika dibandingkan dengan total keseluruhan sampah plastik - yang mencakup botol, gelas, kemasan plastik dan sejenisnya. Pemakaian kresek di segmen retail dan pasar saja, belum termasuk grosir, kemasan, bungkus antar makanan, apotek, toko khusus, dan lainnya, sehingga angka total diperkirakan lebih besar.

Tapi jika dibandingkan dengan sampah plastik yang dihasilkan Kota Pekanbaru, konsumsi kantung plastik ini jumlahnya hanya 1% dari total sampah plastik. Sejumlah pertanyaan kemudian muncul: seberapa besar 'perang' terhadap kantung plastik bisa mengatasi masalah keseluruhan? Apakah fokus pemerintah dan masyarakat pada kantung plastik salah sasaran?

Pemerintah mengakui bahwa mengatasi masalah sampah plastik adalah jalan panjang, tapi berharap bahwa peraturan ini dapat menimbulkan multiplier effect, di mana masyarakat akan terdorong untuk mengurangi konsumsi produk berbahan plastik lainnya seperti styrofoam, air mineral kemasan dan sedotan plastik. Itu habit ya, perilaku yang harus kita mulai bangun untuk tidak lagi menambah volume sampah, walaupun pergubnya baru kepada kantung plastik, kata H Darmawi Aris SE dari Lembaga Melayu Riau [LMR] menyikapi masih tergantungnya warga menggunakan kantung plastik ini.

Dia menilai rancangan peraturan daerah [Perwako] itu adalah awal mula yang baik untuk upaya mengurangi sampah plastik. Masalah plastik sudah semakin serius. Kita akui masalah ini tidak bisa selesai dengan hanya kurangi kantung plastik. Tapi kita melihat larangan (bisa dilihat sebagai) pintu masuk untuk meningkatkan awareness masyarakat, katanya.

Ada kisah-kisah sukses

Darmawi Aris mengatakan meski tidak akan mengurangi jumlah sampah plastik secara keseluruhan, setidaknya aturan ini akan mengurangi jumlah pemakaian kantung plastik. Sejak peraturan yang melarang distribusi kantung plastik di gerai pasar modern diterapkan pada tahun ini, konsumsi kantung plastik sudah berkurang.

Walikota Pekanbaru, Dr H Firdaus ST MT mengakui sejak aturan diterapkan jumlah sampah plastik berkurang, kata Darmawi menirukan ucapan Walikota.

Kita pantau pelaksanannya di lapangan, artinya kita cek di toko-toko modern, itu berjalan lancar. Jadi, nggak ada lagi toko modern yang pakai plastik, kata Darmawi lagi.

Ia menambahkan dalam waktu paling cepat satu tahun, peraturan diterapkan ke pasar tradisional tentu akan memiliki dampak. Namun diakuinya, sejumlah produsen plastik mengatakan masalah sampah plastik tidak semata-mata terkait dengan besarnya konsumsi, tetapi juga pengolahan. Inilah yang menjadi alasan produsen plastik keberatan dengan larangan penggunaan kresek.

Namun Darmawi juga mengakui, masalah terkait plastik berakar dari pengelolaan sampah yang belum tepat. Dia lebih menyarankan pihak pemerintah untuk mengelola sampah dengan cara Manajemen Sampah Zero (Masaro). Dengan Masaro, sampah plastik, termasuk kresek, dikumpulkan di tiap kelurahan dan kecamatan untuk diolah menjadi produk-produk yang memiliki nilai tambah.

Dengan sistem ini, katanya, warga diminta untuk memilah sampah plastik untuk kemudian dijual ke pengusaha daur ulang plastik. Limbah plastik, ujarnya, bisa digunakan sebagai bahan bakar motor, minyak tanah dan campuran aspal. Memang diakui Darmawi, di kota ini belum ada industri khusus untuk mendaur ulang kantung plastik jenis kresek. Beberapa perusahaan plastik, tentunya, sedang mengusahakan proyek-proyek besar dan mereka mungkin saja terdampak oleh aturan ini, sebutnya.

Isu-isu ini menyulitkan mereka-mereka yang sedang mengusahakan ini (investasi) untuk kemajuan, lapangan pekerjaan, direct foreign investment, dana masuk supaya stabil Sesuatu yang besar itu mungkin bisa gagal karena pemikiran-pemikiran yang menurut saya trivial, kata Darmawi.

Pihak swasta yang justru harus 'lebih ditekan'

Sementara Muharram dari Greenpeace mengatakan kebijakan pelarangan plastik tentu perlu diikuti dengan upaya pengurangan plastik di hulu. Penanganan masalah plastik ini, lanjutnya, sebetulnya lebih baik jika dimulai dari pihak-pihak atau sektor yang punya pengaruh besar, dalam hal ini pemerintah dan sektor swasta.

Pemerintah, katanya, perlu mengeluarkan regulasi yang fokus pada masalah reduksi atau pengurangan suplai plastik karena produksi meningkat tiap tahun. Ketika kita hanya bicara plastik yang sudah jadi sampah, tapi keran produksinya tidak kita stop, kita tidak batasi ketersediaan plastik di pasar, tentu akan sulit untuk menyelesaikannya (masalah plastik), ujar Muharram.

Dan ini tidak hanya perusahaan kantung plastik tapi juga berbagai produsen makanan dan minuman kemasan. Hasil audit merek yang dilakukan Greenpeace pada Oktober 2018 di sejumlah kegiatan bersih-bersih pantai, ditemukan banyak sampah plastik berasal dari produk kemasan.

Misalnya, mereka menemukan kemasan produk-produk dari Santos, P&G dan Wings di Pantai Kuk Cituis (Tangerang); sampah produk dari Danone, Dettol, Unilever di Pantai Mertasari (Bali); dan Indofood, Unilever, Wings di Pantai Pandansari (Yogyakarta).

Greenpeace mengatakan pemerintah harus terus mendorong perusahaan swasta untuk menjalankan tanggung jawab mereka, yang dikenal dengan istilah extended producer responsibility (EPR) sebagaimana tercantum di undang-undang pengelolaan sampah.

Dengan EPR, setiap perusahaan diminta untuk mengelola sampah dari produk-produk yang mereka hasilkan, terutama yang sulit terurai di alam. Karena kita tahu sebenernya di undang-undang kita semangat untuk menjalankan EPR itu ada, tapi realisasinya masih sangat jauh dari ideal, katanya.

Pihak swasta inilah perusahaan-perusahaan yang punya resource dan mereka inilah yang memproduksi dan menyediakan plastik-plastik yang beredar di masyarakat.

Larangan kemasan plastik

Larangan kemasan plastik justru 'dapat merusak alam', ungkap penelitian terbaru di Inggris. Tekanan dari konsumen untuk mengakhiri penggunaan kemasan plastik di toko-toko dapat merusak lingkungan, menurut sebuah laporan di Inggris. Beberapa perusahaan telah memilih beralih ke bahan kemasan lain yang ternyata berpotensi memberi dampak yang lebih buruk bagi lingkungan, menurut sebuah kelompok Parlemen lintas-partai di Inggris.

Botol kaca, misalnya, jauh lebih berat daripada plastik sehingga dampak polusi dari proses pengangkutan akan lebih buruk. Sedangkan kantong kertas cenderung memiliki emisi karbon lebih tinggi daripada kantong plastik - dan lebih sulit untuk digunakan kembali. Langkah untuk mengubah bahan dasar kemasan telah dipicu oleh kekhawatiran dari pembeli tentang dampak limbah plastik di lautan.

Tetapi para peneliti laporan mengatakan konsekuensi dari penggunaan bahan-bahan baru itu belum dinilai dengan benar. Beberapa supermarket, misalnya, menjual lebih banyak minuman dalam karton yang berlapiskan bahan lain dengan asumsi bahwa dapat didaur ulang. Faktanya, kelompok Green Alliance mengatakan, Inggris hanya memiliki fasilitas untuk mendaur ulang sepertiga dari kontainer berlapis yang beredar. [syamsul bahri]

Tags : -,