Headline Sorotan   2023/02/03 13:1 WIB

Angka Kemiskinan Ekstrem Meningkat, ada yang tak Menerima Bansos Bertahun-tahun', 'Tapi Hanya Bisa Menahan Kejengkelan Mendalam'

Angka Kemiskinan Ekstrem Meningkat, ada yang tak Menerima Bansos Bertahun-tahun', 'Tapi Hanya Bisa Menahan Kejengkelan Mendalam'

"Angka kemiskinan ekstrem terus meningkat, begitupun saat ini masih banyak warga miskin belum mendapatkan Bantuan Sosial (Bansos)"

eperti yang terjadi sejumlah warga di Pekanbaru mengaku sudah bertahun-tahun tidak menerima bantuan sosial dari pemerintah daerah. Padahal, mereka tergolong miskin ekstrem.

"Warga mengaku sudah bertahun-tahun tidak menerima bantuan sosial."

"Tetapi RT dan RW diharapkan partisipasinya untuk melakukan pendataan fakir miskin yang belum terdata di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Data tersebut disampaikan ke lurah. (Data) ini kita nantinya kita usulkankan ke kementerian," kata Kepala Dinsos Kota Pekanbaru Dr. H. Idrus, S.Ag M.Ag, pada Selasa (27/9/2022) kemarin.

Menurutnya, Dinsos tetap mengusulkan data warga miskin yang tidak masuk DTKS ke Kemensos.

Melalui RT dan RW, Dinas Sosial Kota Pekanbaru akan melakukan kembali pendataan warga miskin yang tidak masuk dalam data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS).

Data tersebut nantinya, kata Idrus, akan diusulkan ke Kementerian Sosial, sebagai warga yang akan menerima bantuan, seperti bantuan santunan kematian yang dianggarkan oleh Pemerintah Kota Pekanbaru.

Diungkapkan Idrus, pada tahun 2023, Pemerintah Kota akan menganggarkan bantuan santunan kematian untuk warga miskin di kota Pekanbaru. Bantuan dianggarkan lewat Biaya Tidak Terduga (BTT) sebesar Rp1 miliar.

Alokasi anggaran nantinya dikatakan mantan Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kota Pekanbaru ini, ada di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Pekanbaru.

"Penganggarannya, dianggarkan oleh BPKAD, kita hanya mengajukan permohonan untuk pencairan. Persyaratan (penerima bantuan) itu nanti dituangkan dalam Perwako, dan Perwako itu nanti perbaikannya akan disesuaikan dengan persyaratan BTT," ungkapnya.

Angka kemiskinan ekstrem juga bertambah dan terjadi di wilayah pusat jakarta. Menurut data terbaru BPS DKI Jakarta, angka kemiskinan ekstrem mencapai 0,89% pada Maret 2022.

Angka tersebut naik 0,29% jika dibandingkan dengan tingkat kemiskinan ekstrem pada tahun sebelumnya, yakni 0,6%.

Seperti diungkapkan Kepala Bagian Umum Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta, Suryana mengatakan indikator seseorang dikategorikan miskin ekstrem adalah jika pendapatan per hari mereka berada di bawah Rp11.633 rupiah. 

Menurut Suryana, kemiskinan ekstrem di Jakarta meningkat akibat daya beli masyarakat kelas bawah masih belum sepenuhnya pulih dari pandemi.

“Karena episentrum Covid kan ada di ibukota ya. Kalau flashback ke kemiskinan Maret 2020, itu pertama kalinya DKI Jakarta mengalami kenaikan kemiskinan setelah mulai Covid-19 itu dirasakan,” ujar Suryana.

Dinas Sosial Provinsi Jakarta Utara mengatakan telah berupaya untuk meningkatkan daya beli masyarakat miskin dengan menggelontorkan sejumlah program bantuan sosial berbasis kartu, di antaranya Kartu Anak Jakarta (KAJ), Kartu Lansia Jakarta (KLJ), dan program anak terdampak Covid-19.

Sekretaris Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Tavip Agus Rayanto mengatakan, bantuan yang ada banyak dalam mengatasi kemiskinan ekstrem.

"Dari jumlah bantuan yang ada, logikanya harus sudah enggak ada penduduk miskin ekstrem," ujar Tavip kepada media, 30 Januari 2023.

Program bantuan sosial kurang efektif

Akan tetapi, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) sekaligus pakar spesialis bidang kemiskinan, Teguh Dartanto, menilai program bantuan sosial sebenarnya kurang efektif dalam menangani kemiskinan ekstrem di Indonesia. 

“Katanya 'gantian-gantian', mana kapan gantiannya?”

Menelusuri jalan sempit menuju permukiman penduduk yang indentik dengan kemisinan dapat dilihat sederet rumah-rumah kayu yang berdempetan satu sama lain bahkan dipinggir sungai yang berlumuran genangan air hitam.

Sama seperti namanya, rumah-rumah tersebut berdiri di atas permukaan laut dengan bambu dan kayu tipis yang dikelilingi oleh sampah.

Sebagian besar warga yang tinggal di kampung berprofesi nelayan. Mereka memilih untuk tinggal di rumah-rumah rapuh dan sempit di pesisir pelabuhan.

Namun kini, banyak di antara warga kampung tersebut menganggur, karena kehilangan sumber pencaharian. Cuaca buruk selama musim hujan angin adalah penyebabnya.

Lihat lah sebagian kehidupan warga yang ada di Kota Pkanbaru, sejak kesulitan mendapatkan pekerjaan, Sulaiman (68) dan istrinya mengumpulkan sampah plastik di sekitar tempat-tempat penumpukan sampah.

Hal tersebut mereka lakukan demi bertahan hidup dan menyekolahkan keempat cucu mereka.

“Kadang kalau dapat bisa Rp20.000 atau Rp30.000, tapi kadang enggak sama sekali. Dikit-dikit. Kan kalau angin hujan gini, sampah juga lari,“ ujarnya sambil menyetrika seragam sekolah cucu-cucunya.

Di samping Sulaiman, ada satu panci berisi sayur asem dan ikan bakar yang ia siapkan untuk cucu-cucunya makan sepulang sekolah.

Dari uang sebesar itu, ia mengaku tidak gampang untuk membeli bahan makanan - terutama beras, karena ada harga-harganya naik.

“Kalau buat makan ada, tinggal ngatur aja,“ kata Sulaiman.

“Ibu juga terus terang duitnya buat keponakan saya, buat cucu saya. Makan sehari-hari.“

Dengan kesulitan ekonomi yang ia hadapi, Sulaiman mengaku kecewa karena belum pernah mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah sejak pandemi berakhir.

Saat itu, ia hanya pernah menerima bantuan tunai sesekali berupa Rp300.000 dari pemerintah, berupa Bantuan Sosial Tunai (BST) pandemi Covid-19.

Tetapi sejak itu, ia mengaku tidak pernah menerima bantuan dana lagi.

“Ingin dapat Bansos. Yang muda-muda mah pada dapet, yang tadinya dapet BLT (Bantuan Langsung Tunai) tuh, terus dapet, apa aja dapet.

“Tapi kalau ibu ya enggak, enggak sama sekali dikasih. Katanya mah 'gantian-gantian', mana kapan gantiannya?,“ ujar ibu itu sambil mengusap-usap air mata.

Tiba-tiba, ibu yang kesulitan berjalan itu merangkak menuju lemari kayunya untuk mengambil sesuatu. Ia kembali dengan membawa KTP-nya.

“Lansia juga enggak dapet, bansos juga enggak dapet. Enggak dapet apa-apa sama sekali, nol. BLT juga enggak dapet,“ kata Sulaiman sambil memegang erat kartu identitasnya.

Selain Sulaiman, Sariono warga Bengkalis juga mengaku sudah lebih dari tiga tahun tidak menerima bantuan sosial dari pemerintah daerah.

Padahal, sekarang mereka sangat membutuhkan uang untuk keperluan sehari-hari.

”Untuk keperluan sehari-hari saja sudah rumit, perlu sekali saya dana ini. Buat keperluan rumah tangga dan hidupin anak-anak. Ngumpulin sedikit-sedikit, kerja serabutan," kata dia.

"Bongkar-bongkar ikan dari jaring, apa aja yang ada saya lakukan,” kata Erik, warga Beklais lainnya yang duduk di atas sebatang bambu. 

Ia juga mengaku kesulitan membiayai uang sekolah kedua anak mereka yang masih duduk di bangku SD. Sementara yang paling kecil masih berumur dua tahun.

”Ya kalau sehari kadang Rp50.000, kasar-kasarnya Rp70.000. Ya kerja aja, serabutan. Bantu-bantu orang.

"Tapi kadang bisa enggak dapet sama sekali. Kadang bisa sampai berbulan-bulan pengangguran,” ujar Erik melemas.

Dia mengatakan dengan istrinya merasa bingung karena tidak pernah mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah. Sedangkan tetangga-tetangga mereka banyak yang menerima tunjangan tersebut.

”Sekali waktu itu. Oh udah lama itu. Enggak ada lagi, tiga tahunan atau empat tahunan, udah lama,” kata Erik yang sudah berhenti berlayar sejak cuaca buruk membuat kondisi berlayar terlalu berbahaya.

Mereka sudah mencoba untuk bertanya ke kantor kelurahan, namun mereka diminta bertanya langsung ke Pemkab Bengkalis.

”Ke orang Pemkab-nya, begitu katanya. Saya tanya di sini kan enggak bisa ditanyain. Sedangkan kalau mau ke Pemprov kan jauh, mau ke sana pakai apa?“ kata Erik.

Menurut Erik, bantuan sosial hanya bisa membantu mereka bertahan selama empat hari. Soalnya, ongkos sekolah yang terus bergulir dan biaya untuk kebutuhan sehari-hari semakin meningkat.

”Kalau kayak kita orang susah ini, yang rumahnya begini malah pada enggak dapet. Yang lain kan penghasilannya tentu, pada dapet,” ujarnya.

Berapa angka kemiskinan ekstrem di Riau?

Wakil Gubernur Riau (Wagubri) Brigjen TNI (Purn) H Edy Natar Nasution, menjadi narasumber dialog interaktif wajah daerah dengan topik Penanggulangan Kemiskinan Ekstrem di Provinsi Riau belum lama ini membeberkan pada tahun 2020 pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau sempat menyentuh angka 1,13 persen.

Dalam perbincangan yang dilaksanakan di Studio Pro 1 FM 99,1 MHz RRI Pekanbaru, Selasa 18 Oktober 2022 lalu, Wagubri menyatakan berbagai upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Riau bersama berbagai elemen capaian kesejahteraan masyarakat menunjukan perbaikan.

Pada triwulan ke dua tahun 2022 pertumbuhan ekonomi mencapai 4,88 persen. 

“2020, wabah pandemi Covid 19 melanda seluruh daerah di Indonesia termasuk wilayah Provinsi Riau. Ini mengakibatkan pertumbuhan ekonomi kita menurun, akan tetapi, berkat kerja keras bersama 2022, pertumbuhan ekonomi kita mulai meningkat,” katanya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) angka kemiskinan di Provinsi Riau per Maret 2022 terdapat 6,78 persen. Kondisi tersebut masih di bawah angka kemiskinan secara nasional yaitu, 9,54 persen.

“Kalau berbicara tentang angka kemiskinan di Provinsi Riau saat ini tentu kita harus berdasarkan data. Angka kemiskinan di Riau saat ini berdasarkan data BPS per maret 2022 adalah 6,78 persen di bawah angka nasional 9,54 persen. Kondisi ini artinya sama dengan jumlah penduduk miskin di Riau sebanyak 485,03 ribu orang,” jelasnya.

Wagub menerangkan sepanjang 2017 sampai dengan 2021 Provinsi Riau belum mencapai target penurunan angka kemiskinan yang ditetapkan di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Kendati demikian, pada 2022 angka kemiskinan dapat mencapai target RPJMD Riau periode 2019 sampai 2024 yakni 6,78 persen.

“Ini artinya, hal yang serius menjadi perhatian di Provinsi Riau, saat ini masih ada daerah yang sangat tinggi angka kemiskinannya jauh di atas rata-rata nasional yakni Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar 25,68 persen,” imbuhnya.

Wagubri Edy Natar menyampaikan jumlah penduduk miskin ekstrem di Provinsi Riau per september tahun 2022 besarannya berada pda 100.330 jiwa atau 1,4 persen.

“Jumlah penduduk miskin ekstrem di Provinsi Riau per september tahun 2022 besarannya berada pada 100.330 jiwa atau 1,4 persen. Tentu inilah yang menjadi target atau sasaran utama program penanggulangan kemiskinan di Provinsi Riau saat ini,” lanjutnya.

Dengan begitu, Wagubri mengimbau dalam hal penanganan kemiskinan ekstrem ini, maka perlu seluruh pihak bersama-sama berkomitmen untuk menghapus kemiskinan ekstrem di Provinsi Riau.

“Sesuai dari amanat Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, seluruh pihak diharapkan dapat mengambil langkah-langkah untuk melakukan percepapatan penghapusan kemiskinan ekstrem. Dengan memastikan ketetapan sasaran dan integrasi program yang difokuskan pada lokasi prioritas. Target angka 2024 sebagaimana amanat Presiden adalah Nol persen," tambahnya.

Mengutip seperti disebutkan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Teguh Dartanto, kemiskinan ekstrem atau keraknya kemiskinan adalah masalah yang sifatnya sangat struktural. Sehingga tidak serta-merta dapat diselesaikan dengan bansos saja.

“Untuk kemiskinan ekstrem harus ada kebijakan yang sifatnya jangka panjang seperti PKH, Pendidikan dan Kesehatan yang dampaknya jangka panjang,“ ujar Teguh.

Dalam hasil riset yang ia lakukan pada 2013, data menunjukkan bahwa dalam kurun waktu dua tahun sebanyak 6,6% dari penduduk Indonesia yang sebelumnya tidak tergolong miskin, jatuh ke dalam jurang kemiskinan.

“Kemiskinan sifatnya bukan statis tetapi dinamis, orang dengan mudah naik dan turun kemiskinan,“ tambah Teguh, yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Kepala Kajian Kemiskinan dan Perlindungan Sosial LPEM FEB UI.

Terkait masalah ini yang sudah cukup laten dan mengakar kuat di seluruh Indonesia, Dinas Sosial hanya salah satu unit yang membantu untuk mengatasi kemiskinan ekstrem. Itu semua banyak faktor. 

Penggelontoran Bansos kurang efektif

Akan tetapi, menurut Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Teguh Dartanto lagi menilai, program bantuan sosial (Bansos) yang digelontorkan pemerintah kurang efektif dalam menurunkan angka kemiskinan ekstrem.

Sebab, tunjangan tersebut hanya bersifat tunjangan sementara, bukan jangka panjang.

“Menurut saya Bansos efektif melindungi kelompok miskin dan hampir miskin agar tidak jatuh kedalam kemiskinan, tetapi memang Bansos belum efektif untuk menurunkan kemiskinan ekstrem,“ ujar Teguh.

Selain itu, kemiskinan di Indonesia sudah menjadi isu yang sangat struktural, sehingga bansos dalam hal ini tidak sepenuhnya dapat diandalkan untuk menurunkan angka kemiskinan ekstrem.

Ada pula permasalahan yang ia sebut sebagai exclusion error, yakni ketika orang yang seharusnya berhak mendapatkan bantuan sosial tidak mendapatkannya. Sehingga penyebarannya tidak selalu merata.

Meskipun, sambungnya, program tersebut sudah ada perbaikan dengan dilakukannya update secara berkala.

“Selain itu, masuk dan keluar kemiskinan itu sangat cepat, sehingga warga yang belum mendapatkan bansos bisa jadi sebelumnya tidak masuk dalam kategori miskin,“ tambahnya.

Sebelumnya, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) menyatakan anggaran sebesar Rp500 triliun untuk pengentasan kemiskinan di "sejumlah instansi tertentu" tersedot untuk "studi banding dan seminar di hotel".

Sejumlah kalangan mengatakan "pemborosan anggaran" ini merupakan problem akut di birokrasi kementerian, lembaga tertentu, dan pemerintah daerah.

Alasannya, pegawai negeri sipil (PNS) disebut terbiasa mencari “plus-plusnya”.

Mengapa banyak warga miskin belum mendapatkan bantuan sosial?

Tetapi faktanya masih terlihat ada warga yang belum mendapatkan Bansos, meski memenuhi syarat yang diperlukan: memiliki pendapatan di bawah rata-rata dan memiliki KTP tempat berdomisili.

Ada yang menyebutkan, sang penduduk perlu terlebih dahulu mendaftarkan diri dalam sistem Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) milik Kementerian Sosial sehingga dapat menerima Bansos dari pemerintah.

“Itu salah satu indikatornya, barangkali dia itu belum masuk di DTKS, sehingga belum bisa mendapatkan bantuan. Karena basis data untuk mendapatkan bantuan, mau KAJ, KLJ maupun dari Kemensos adalah dari DTKS,“ kata beberapa pengamat di Riau.

Empat kali dalam satu tahun, pusat data dan informasi dinas sosial akan membuka pendaftaran untuk warga mendaftarkan diri ke dalam DTKS. Hal ini merupakan salah satu upaya mereka untuk berupaya mengurangi angka kemiskinan.

Mendaftarnya ada sistemnya online, kemudian nanti di setiap kelurahan ada namanya petugas pendamping sosial. Itu yang akan membantu.

”Datang saja ke kelurahan, bilang 'pak, saya kok belum mendapat bantuan' nanti dijelasin sama pendamping sosial di Kelurahan atau di Pelayanan Sosial  nanti dijelasin dari A sampai Z.”

Kembali seperti dijelaskan Dekan FEB UI dengan spesialisasi dalam bidang kemiskinan, Teguh Dartanto mengatakan bahwa perlu dilakukan evaluasi mendalam mencari penyebab kemiskinan ekstrem atau kemiskinan kronis yang berbeda dengan kemiskinan pada umumnya.

“Evaluasi penyebab harus berbeda di masing-masing daerah atau provinsi, desa dan kota,” kata Teguh.

Selain itu, Teguh menyatakan beberapa studi menunjukkan bahwa solusi untuk isu kemiskinan ekstrem adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam negara.

Hal ini dapat dilakukan dari aspek pendidikan dan kesehatan. Solusi tersebut, sambungnya, dapat membuahkan hasil yang bersifat jangka panjang.

”Perlu ada pendampingan berupa monitoring dan evaluasi berkala (terhadap) kelompok miskin ekstrem sehingga kita bisa melihat progressnya.”

Saat sekarang ini diketahui ada lima kabupaten/kota di Riau (Kota Pekanbaru, Pelalawan, Rokan Hulu, Indragiri Hilir, dan Kampar) menyampaikan laporan tidak ada transaksi dan tidak terdistribusi program keluarga harapan (PKH). Juga bantuan pangan nontunai (BPNT) tahap I dan II.

Menteri Sosial Tri Rismaharini memberikan motivasi kepada sejumlah anak di Balai Rehabilitasi Sosial Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Rumbai, Pekanbaru, Selasa (31/8/2021). Sebelumnya Menteri Risma juga memberikan bantuan kepada sejumlah anak dan disabilitas.

Program dari pemerintah pusat tersebut banyak tidak tersalurkan kepada masyarakat. Hal tersebut diketahui dalam pertemuan bersama pendamping PKH, BPNT, Himbara bank penyalur dan kepala dinas sosial se-Riau dengan Menteri Sosial (Mensos) RI Tri Rismaharini, Selasa 31 Agustus 2022 kemarin.

Mensos pun mengakui , persoalan yang terjadi di Riau banyak kartu yang belum didistribusikan dan terblokir.

"Tetapi kok ini bisa belum didistribusikan, di mana kartunya sekarang? Saya minta hari ini (kemarin, red) juga didistribusikan. Yang diblokir segara buka blokirnya. Bapak dosa lho kalau tidak menyalurkan. Ini hak orang miskin," kata Mensos RI Tri Rismaharini mengkritik didepan para pejabat Pemprov Riau.

Tri Rismaharini meminta bank penyalur agar segera membuka blokir seluruh kartu bantuan sosial (bansos) untuk keluarga penerima manfaat (KPM) di Riau yang terblokir.

"Ini yang blokir pihak bank. Kemensos belum ada melakukan pemblokiran kartu. Kasihan bantuannya belum diambil. Saya minta semua blokir dibuka hari ini. Kita buka semua blokir seluruh Riau. Kalau satu-satu susah nanti," ujarnya.

Berdasarkan data yang didapat, dari 72.766 keluarga penerima manfaat (KPM) di lima daerah tersebut, pada tahap I terdapat 74 KPM tidak terdistribusi dan 202 KPM tidak bertransaksi. Sedangkan, pada tahap II, terdapat 822 KPM tidak terdistribusi dan 2.662 KPM tidak bertransaksi.

Tri Rismaharini memberikan kemudahan untuk pencairan bantuan sosial dari Kementerian Sosial (Kemensos), terutama bagi warga yang berada di daerah perairan dan pulau terpecil di Riau.

"Kami melakukan pendekatan geografis. Konsepnya untuk warga yang berada di wilayah kepulauan, perairan, dan terpencil. Banknya jauh, banknya yang harus datang. Jadi supaya warga ini bisa mencairkan bantuan, bank harus mendatangi pulau tersebut. Apalagi kalau punya nasabah 20-50  orang," katanya.

Menurut Mensos, informasi yang ia dapatkan salah satu contoh kasusnya di Pelalawan. Di mana ada penerima bansos yang belum bertransaksi atau mencairkan bantuannya karena terkendala biaya transportasi. Sebab, biaya transportasi yang dikeluarkan untuk naik perahu mesin tidak sebanding dengan bantuan yang akan diterima. Selain itu, jarak tempuhnya mencapai empat jam untuk mencapai bank terdekat di provinsi tetangga, Kepulauan Riau.

"Solusinya bisa dibuat pencairan per enam bulan, jangan diblokir per tiga bulan. Kita revisi nanti. Kasihan mereka, apalagi empat jam naik perahu," ujarnya.

Dalam kunjungannya ke Riau, Risma juga mengunjungi tempat rehabilitasi sosial yang ada di Jalan Sekolah, Pekanbaru.

Tetapi soal masih banyak Kartu Bansos KPM Terblokir, Pemimpin Wilayah BNI Wilayah 02 Faizal Arief Setiawan menjelaskan terblokirnya kartu bansos untuk KPM disebabkan oleh beberapa faktor. Yakni, seperti ada ketidaksesuaian antara data yang ada, atau dana sudah dikembalikan ke kementerian karena jangka waktu tertentu.

"Kalau masalahnya cuma administratif, sepanjang sudah clear bisa dibuka blokirnya. Tapi kalau permasalahannya dana tidak ditarik sampai dengan jangka waktu tertentu oleh pemegang rekening atau penerima bansos dan sudah dikembalikan ke kementerian atau negara, tentu tidak bisa," jelasnya.

Ia menambahkan, masyarakat tidak perlu melakukan apapun. Bantuan yang masuk ke rekening berlangsung secara otomatis, atau tidak ada persyaratan yang harus dipenuhi lagi, dan langsung dapat dibelanjakan di e-warong terdekat atau ditarik tunai untuk memenuhi keperluan.

"Masyarakat sudah mengerti, apabila ada bantuan yang masuk rekeningnya itu berlangsung secara otomatis," paparnya.

Belum disalurkan nya dua bantuan pusat terkuak dari apa yang disampaikan Mensos Tri Rismaharini dalam kunjungan ke Pekanbaru.

Sebenarnya di Pekanbaru sepanjang pelaksanaan PPKM sejak 26 Juli dan diperpanjang hingga empat kali dan akan berakhir 6 September nanti, tak ada bansos yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Pekanbaru tahun 2021.

Padahal, berbagai penyekatan dan pembatasan yang diterapkan berdampak langsung pada roda perekonomian masyarakat yang menurun drastis.

Bantuan disebut hanya ada yang berasal dari pemerintah pusat melalui Kemensos. Itupun, data penerima sebesar sekitar 41 ribu KK merupakan data lama yang belum diperbaharui dengan kondisi terkini.

"Bantuan dari pusat kami kira sudah cukup banyak. Yang diberikan bantuan oleh pemerintah itu di Pekanbaru ada sekitar 41 ribu kepala keluarga," kata Kepala Dinsos Kota Pekanbaru Dr. H. Idrus, S.Ag M.Ag, saat dikonfirmasi wartawan terkait bantuan untuk masyarakat terdampak saat PPKM.

Diakui, bantuan tersebut kalau dihitung sudah cukup banyak. Di Pekanbaru ada 310 ribu kepala keluarga dan bantuan dari Kemensos sebanyak 41 ribu. Artinya bantuan sudah lebih dari 10 persen. Sementara bagi pekerja yang terdampak Covid-19, para pekerja yang terdampak tersebut juga sudah dilakukan pendataan oleh Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Pekanbaru.

Bagi UMKM, sudah didata oleh Dinas Koperasi untuk diberi bantuan. Selain itu, menurutnya, saat ini tidak perlu dari mana bantuan tersebut datang karena APBD maupun APBN sama-sama uang negara.

"Kemudian ada bantuan paket sembako untuk pasien positif yang sedang di isolasi di fasilitas pemerintah," ungkapnya.

Terakhir Gubernur Riau, Syamsuar sendiri mengaku pihaknya terus menggesa dan berkoordinasi dengan kabupaten kota untuk menurunkan angka penduduk miskin ekstrem di Riau.

"Intruksi presiden nomor 4 tahun 2022, tentang percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem di Riau harus disikapi dan ditindaklanjuti. Presiden minta kemiskinan ekstrem di Riau harus tuntas di 2024, artinya, taraf hidup masyarakat miskin ekstrem bisa lebih baik, angkanya 100 ribu lebih ini," kata Syamsuar.

Menurutnya, Bank Dunia mendefinisikan kemiskinan ekstrem sebagai kondisi pengeluaran penduduk per hari di bawah 1,90 dollar AS PPP (purchasing power parity), atau sekitar Rp28.500.

Dari data yang ada, kata Gubernur, jumlah penduduk miskin ekstrem di Riau capai 147, 6 ribu jiwa.

Dengan rincian, kabupaten yang paling tertinggi tingkat penduduk miskin ekstrem adalah Kabupaten Kepulauan Meranti, dengan 11,3 persen atau 21,11 ribu jiwa. Sementara terendah adalah Kota Dumai, dengan 0,52 persen, atau 1063 jiwa.

"Harus ada kolaborasi antara pemerintah provinsi dengan kabupaten kota di Riau. Perlu ada kolaborasi, ada dukungan dari kabupaten kota dan provinsi. Baznas juga siap membantu," sebutnya. (*)

Tags : Kemiskinan Ekstrim, Riau, Kemiskinan Ekstrem Meningkat, Banyak Warga Miskin belum Mendapatkan Bansos, Ekonomi, Masyarakat,