Linkungan   2022/06/18 22:50 WIB

Arkeologi Temukan Jalan Setapak Kuno, 'yang Menghubungkan Samudra Pasifik dan Atlantik'

Arkeologi Temukan Jalan Setapak Kuno, 'yang Menghubungkan Samudra Pasifik dan Atlantik'
Terinspirasi oleh Caminho de Peabiru, rute 25 km Flávio Santos melewati taman nasional Serra do Tabuleiro

LINGKUNGAN - Jalan setapak kuno sepanjang 4.000 km yang menghubungkan Samudra Pasifik dan Atlantik kini mulai mengungkap misterinya kepada dunia. Pembuat dan rute aslinya hingga kini masih misteri.

Belimbing dan jambu biji yang terlalu matang menempel di sol sepatu bot saya kala saya berjalan keluar dari kota Peabiru yang sepi.

Saya telah melakukan perjalanan ke negara bagian Paraná Brasil, tidak terlalu jauh dari perbatasan Paraguay, untuk mencari sisa-sisa Caminho de Peabiru.

Caminho de Peabiru adalah jaringan jalur sepanjang 4.000 km yang menghubungkan Samudra Atlantik dan Samudra Pasifik - yang dibuat selama ribuan tahun oleh penduduk asli Amerika Selatan.

Ini adalah jalan spiritual bagi penduduk asli Guarani untuk mencari surga mitologis.

Selain itu, ini juga adalah rute menuju kekayaan bagi penjajah Eropa yang ingin mengakses interior benua Amerika.

Namun, sebagian besar jalur asli ini telah menghilang, baik dimakan oleh alam atau diubah menjadi jalan raya.

Baru dalam beberapa tahun terakhir, rute yang menarik ini mulai mengungkap misterinya kepada publik yang lebih luas, berkat jaringan jalur wisata baru yang terus berkembang.

Sangat mudah untuk dipahami mengapa jalur lintas benua ini begitu cepat menangkap imajinasi dan perhatian banyak orang, dan itu karena kisah orang-orang Eropa pertama yang diketahui telah menempuh perjalanan panjangnya melintasi jalan setapak ini: pelaut Portugis, Aleixo Garcia.

Kapalnya karam pada tahun 1516 di pantai Brasil selatan dalam misi Spanyol yang gagal untuk menavigasi River Plate, Garcia dan setengah lusin pelaut lainnya ditangkap oleh komunitas Guarani yang kemudian berteman dengannya.

Delapan tahun kemudian, setelah mendengar kisah suku Guarani tentang jalan setapak yang menuju ke sebuah kerajaan di pegunungan yang kaya akan emas dan perak, Garcia melakukan perjalanan dengan 2.000 prajurit Guarani sampai ke Andes, hampir 3.000 km jauhnya.

Menurut peneliti Brasil Rosana Bond dalam bukunya, The Saga of Aleixo Garcia, Garcia menjadi orang Eropa pertama yang diketahui telah mengunjungi kekaisaran Inca, pada tahun 1524, hampir satu dekade sebelum penakluk asal Spanyol, Francisco Pizarro melakukannya.

Namun, justru Fransisco Pizzaro dikenal luas membuat "temuan itu".

Sedikit sisa yang tampak

Meskipun terhubung dengan jaringan jalan Inca dan Pra-Inca yang telah direkayasa dan banyak dikunjungi di seluruh Andes, Caminho de Peabiru sendiri hanya memiliki sedikit sisa yang terlihat.

Kurangnya bukti fisik ini tidak hanya menyebabkan teori yang berbeda di kalangan akademis tentang siapa yang menciptakannya dan kapan, tetapi juga spekulasi liar bahwa jalan setapak ini dibuat oleh bangsa Viking atau Sumeria - atau bahkan Santo Thomas dalam misi penginjilan dari India.

Beberapa teori menyebutkan rute tersebut dibuat sekitar 400 atau 500 M, yang lain mengindikasikan bahwa jalan itu dibuat 10.000 tahun yang lalu oleh bangsa pemburu-pengumpul Paleo-India.

"Caminho de Peabiru adalah jalan lintas benua terpenting di Amerika Pra-Columbus, menghubungkan orang, wilayah, dan lautan," kata Dr Claudia Parellada, seorang arkeolog Brasil yang telah menerbitkan beberapa makalah akademis tentang topik ini. 

Ia juga menjabat sebagai koordinator Departemen Arkeologi di Museum Paranaense di Curitiba, di mana banyak dari sisa-sisa penggalian arkeologis disimpan.

Teori berbeda tidak hanya pada kapan jalan setapak itu dibuat, tetapi juga tentang rute jalan setapak itu.

"Kami akan selalu memiliki hipotesis," jelas Parellada seperti dirilis BBC.

"Kepastian tentang rute lengkap Peabiru sulit karena berubah seiring waktu."

Nama jalan setapak dan legenda yang menyertainya, setidaknya, hidup di Peabiru, sebuah kota yang dibangun pada tahun 1940-an. 

Pemerintah daerah dan kelompok sukarelawan baru-baru ini membuat dan menandai rute pendakian yang terinspirasi oleh Caminho de Peabiru.

Itu adalah bagian dari rencana ambisius di bidang pariwisata yang diluncurkan tahun ini di seluruh negara bagian, dengan memetakan rute pendakian dan bersepeda sepanjang 1.550 km yang berada di seberang negara bagian Paraná dari pantai, melalui 86 kotamadya sampai ke perbatasan Paraguay.

Saya telah melakukan perjalanan ke Peabiru untuk menguji salah satunya: jalur hutan yang melintasi tujuh air terjun di sepanjang aliran sungai.

Tepi sungai hampir pasti menjadi bagian dari Caminho de Peabiru, ujar pemandu Arléto Rocha memberi tahu saya.

Kami berjalan, memanjat di bawah dan di atas pohon tumbang dan kemudian mengarungi air sungai yang dingin hingga berlutut, mencuci buah busuk dari telapak kaki saya.

Tidak puas hanya dengan membasahi sepatu botnya, Rocha terjun ke air terjun dengan pakaian lengkap. Selanjutnya, dia menunjukkan tempat-tempat di mana dia menemukan mata panah, mortir, ukiran batu dan harta karun arkeologi lainnya selama satu dekade terakhir,

Temuan arkeologi itu kini dipamerkan di Museu Municipal Caminhos de Peabiru yang baru diresmikan.

Sebagian besar pendakian hutan, seperti rute lain yang lebih luas di negara bagian itu, adalah simbolis - perkiraan terbaik di mana rute asli mungkin berada.

Kendati begitu, ada banyak kepastian bahwa itu memang rute asli pada beberapa bentangan, terutama di mana peta sejarah dan situs arkeologi ada.

Sarang penggalian arkeologi

Wilayah barat daya Brasil ini telah menjadi sarang penggalian arkeologi sejak tahun 1970-an dalam pencarian jejak Caminho de Peabiru.

Sebelumnya kawasan ini padat dengan populasi penduduk asli (diperkirakan sekitar dua juta orang, terutama Guaran, pada puncaknya pada abad ke-16, tinggal di kawasan ini).

Seperti banyak orang lain yang pernah saya ajak bicara, Rocha terpaku pada misteri jejak itu dan bahkan menerbitkan tesis pasca-sarjananya tentang topik itu.

Sejarawan, astronom, dan arkeolog juga telah menelitinya selama beberapa dekade, menyatukan peta-peta lama, catatan kolonial, dan sejarah lisan untuk mencoba dan memahami asal-usul dan tujuan jalan setapak itu.

Konsensus umum yang mengemuka adalah bahwa rute utama dalam jaringan jalan setapak itu menghubungkan pantai timur dan barat Amerika Selatan.

Jalur jaringan dimulai dari tiga titik awal di pantai Brasil (di negara bagian São Paulo, Paraná dan Santa Catarina) yang bergabung di Paraná, melintasi Paraguay ke Potosí yang kaya perak dan Danau Titicaca di Bolivia, lalu berlanjut ke Cusco (ibu kota Kekaisaran Inca) di Peru dan kemudian turun ke pantai Peru dan Chile utara.

"Secara luas, kita dapat mengatakan bahwa jalur itu mengikuti pergerakan matahari terbenam dan terbit," tulis Bond dalam e-book terbarunya, História do Caminho de Peabiru, yang diterbitkan tahun lalu.

Dalam buku itu, Bond menganalisis sejumlah hipotesis yang masuk akal tentang asal usul jalan setapak tersebut, menyimpulkan bahwa jaringan jalur itu kemungkinan besar dibuat dan digunakan oleh berbagai kelompok penduduk asli selama berabad-abad, tetapi karakteristik yang menentukan adalah keinginan untuk menghubungkan Atlantik dan Pasifik.

"Tidak peduli berapa banyak dan siapa yang membangunnya, tetapi itu adalah jalan yang pada saat tertentu dilihat oleh penduduk asli sebagai jalur spesifik di Bumi yang merepresentasikan pergerakan Matahari di langit," tulisnya.

Surga mitologis

Penduduk asli yang dimaksud oleh Bond adalah suku Guarani, salah satu penduduk asli terbesar yang masih hidup di Amerika Selatan, yang tinggal di beberapa bagian Brasil, Argentina, Paraguay, dan Bolivia.

Caminho de Peabiru adalah jalur spiritual dan fisik dalam budaya Guarani, yang mengarah ke surga mitologis yang mereka sebut Yvy MarãEy, yang terletak di seberang perairan (Atlantik) tempat matahari terbit.

Surga ini, yang diterjemahkan sebagai "tanah tanpa kejahatan", dirujuk dalam sejarah lisan, ritual, musik, tarian, simbologi, dan nama tempat suku Guarani.

Legenda Guarani bahkan mengatakan bahwa jaringan jalur adalah refleksi di Bumi dalam galaksi Bima Sakti. 

Nama jalan setapak juga diperkirakan berasal dari kata Guarani peabeyú, yang berarti "jalan rumput yang diinjak", dalam suatu terjemahan.

Jalan spiritual Guarani ke surga berubah menjadi jalur cepat menuju kekayaan bagi penjajah Eropa - seperti pelaut Portugis Aleixo Garcia - dalam ekspedisi Dunia Baru yang pada akhirnya akan mengarah pada genosida penduduk asli Amerika Selatan.

Legenda El Dorado dan Sierra de la Plata (Gunung Perak) membawa armada Spanyol dan Portugis melintasi Atlantik, dan beberapa kelompok pribumi membantu mereka menembus bagian dalam benua di sepanjang Caminho de Peabiru, kata Parellada.

"Mengetahui rute dan jalur utama melalui penduduk asli menjadi keuntungan strategis, memperluas penjarahan, penghancuran dan keserakahan untuk wilayah baru dan kekayaan mineral."

Selama berabad-abad berikutnya, gelombang penjelajah berturut-turut, para Jesuit, bandeirantes (budak Portugis), pedagang dan penjajah juga menggunakan Caminho de Peabiru untuk mengakses interior benua, membukanya, melebarkannya, dan terkadang mengubah jalurnya di sepanjang jalan.

"Catatan tertulis paling awal tentang tanggal jalan itu tercatat pada abad 16 dan 17," imbuh Padellada. 

"Termasuk catatan Ruy Díaz de Guzmán pada 1612 tentang kematian Garcia di tangan kelompok etnis Payaguás sekembalinya ke pantai dari Peru."

Untuk melanjutkan pencarian saya tentang sisa jalan setapak itu, saya melakukan perjalanan ke pantai di Enseada dos Britos, di negara bagian tetangga Santa Catarina.

Enseada dos Britos adalah sebuah teluk yang tenang, diyakini para sejarawan sebagai tempat Garcia pernah tinggal dan memulai misinya menjelajah ke kekaisaran Inca.

Ini adalah titik awal untuk pendakian lain yang terinspirasi oleh Caminho de Peabiru, rute sepanjang 25 km yang melintasi pantai, bukit pasir, dan kunjungan ke dua desa suku Guarani.

Tertatih-tatih untuk mendaki 25 km, saya mencoba membayangkan Garcia dan kelompoknya - orang-orang dengan jenggot lebat tak bercukur yang terbakar sinar matahari - yang terdampar ribuan mil dari kampung halaman, menetap di sini setelah kapal mereka karam. 

Seperti pendakian sebelumnya, jalan setapak ini hanyalah rute perkiraan ke mana Caminho de Peabiru mungkin menuju.

Rute ini muncul melalui penelitian pengusaha lokal Flávio Santos, yang mengembangkan proyek pariwisata ini setelah mempelajari sejarah jejak dan situs arkeologi lokal.

Dia, seperti banyak orang lain, melihat potensi untuk menarik pariwisata sepanjang tahun yang bermanfaat bagi masyarakat setempat, termasuk desa-desa suku Guarani terdekat, jika dilakukan dengan cara yang benar.

"Kami memiliki jalan setapak kuno ini, jadi mengapa tidak menghubungkan sejarah dan masyarakat adat setempat bersama-sama?

"Penting bagi masyarakat lokal untuk mengetahui cerita ini dan mengetahui bagaimana masyarakat adat hidup dan bagaimana mereka dihancurkan," kata Santos.

Parellada setuju: "Berjalan di Caminho de Peabiru, dikombinasikan dengan kegiatan pendidikan, bisa menjadi jembatan untuk memahami seluruh masa lalu kolonial Amerika Selatan, keanekaragaman hayati dan pengetahuan masyarakat adat". (*)

Tags : Arkeologi, Jalan Setapak Kuno, Jalan Menghubungkan Samudra Pasifik dan Atlantik, Amerika Selatan, Lingkungan,