Linkungan   2020/12/20 11:55 WIB

BBKSDA Riau Tampung Bayi Beruang Madu Kehilangan Induknya, Apakah Demi Kosmetik 'Korbankan Satwa Liar?'

BBKSDA Riau Tampung Bayi Beruang Madu Kehilangan Induknya, Apakah Demi Kosmetik 'Korbankan Satwa Liar?'
Bayi beruang madu diselamatka BBKSDA Riau.

PEKANBARU - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau menyelamatkan seekor bayi beruang madu yang diduga ditinggalkan oleh induknya ditemukan oleh warga di areal PT RAPP.

Kepala Balai Besar KSDA Riau, Suharyono, mengatakan, penyelamatan ini dilakukan setelah pihaknya melalui call center mendapatkan informasi bahwa ada seorang warga yang mengunggah foto sedang menggendong beruang madu. Dari informasi ini, tim Balai Besar KSDA Riau kemudian melakukan penelusuran. "Sebelumnya tim terlebih dahulu menelusuri pemilik akun dan berhasil menghubungi yang bersangkutan. Tim menyampaikan sosialisasi dan imbauan kepada yang bersangkutan dan yang bersangkutan secara sukarela bersedia menyerahkan satwa dilindungi tersebut," ujarnya pada media, Sabtu (19/12).

Pengakuan pemilik satwa, bayi beruang madu itu ditemukan pada Rabu lalu di lokasi kerja PT RAPP, tepatnya di Sektor Baserah. Selanjutnya beruang dibawa ke rumahnya di Pangean. "Diketahui bayi beruang dalam kondisi sehat dan berjenis kelamin betina. Dari informasi yang didapat, sebelumnya belum pernah ditemukan beruang di lokasi tersebut," katanya.

Setelah diamankan, bayi beruang tersebut kemudian dibawa ke Klinik Satwa Balai Besar KSDA Riau. Satwa segera diperiksa kesehatannya oleh drh Rini Deswita. Satwa dalam keadaan sehat, dengan berat badan 1,65 kg. "Untuk sementara satwa akan dirawat di Klinik Satwa Balai Besar KSDA Riau untuk dirawat intensif dan diobservasi hingga tim medis memutuskan bahwa satwa sudah mampu hidup di alam untuk mencari makan sendiri," pungkasnya.

Kasus satwa liar terus terusik 

Namun yang terjadi di Riau, kasus satwa liar yang terus kehilangan arah bahkan kehilangan tempat tinggal terjadi seiring adanya perluasan kebun sawit. Seperti disebutkan Made Ali, Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau [Jikalahari] mempertanyakan, apakah demi lipstik akan mengancam masa depan salah satu kerabat terdekat kita, orang utan maupun satwa liar yang ada di hutan?

"Begitupun kasus kematian satwa liar Harimau misalnya sudah sering terjadi di Hutan Riau. Biskuit dan perawatan kecantikan adalah sebagian dari ribuan produk yang mengandung minyak kelapa sawit, yang mengancam kehidupan spesies penting karena penebangan hutan," kata dia dalam bincang-bincangya belum lama ini.

Dia menanggapi sering terjadinya anak beruang yang ditinggalkan induknya di dalam hutan salah satu penyebab karena satwa liar itu sudah kehilangan tempat tinggal. Tetapi masalah ini tidak lepas pengungkapan penanaman minyak alternatif dapat menimbulkan bahaya yang lebih besar bagi mahluk hidup. 

Menurutnya, minyak kelapa sawit sering kali dipandang sebagai perusak lingkungan yang menyebabkan penggundulan hutan dan mengancam sejumlah spesies penting, meskipun dalam kenyataannya dilapangan menunjukkan adanya hal yang lebih rumit. Meskipun kelapa sawit hanya menyebabkan 0,4% deforestasi dunia, hal ini membawa pengaruh besar di sejumlah tempat seperti Indonesia dan Malaysia karena menyebabkan kerusakan sampai 50% di beberapa daerah. "Pelarangan kelapa sawit tidak akan berguna selama dunia masih memerlukan minyak dari tumbuhan," kata dia.

"Yang juga dipandang mengkhawatirkan adalah sejumlah usaha untuk meningkatkan permintaan sumber minyak kelapa sawit yang bertanggung jawab masih belum berhasil."

Minyak kelapa sawit, kata Made Ali adalah minyak asal tumbuhan yang paling banyak dipakai di bumi dan diyakini ada di sekitar 50% dari semua produk di supermarket dan toko-toko lainnya. Asalnya dari bubur merah buah kelapa sawit, terutama dari minyak kelapa sawit asal Afrika itu [Elaeis guineensis]. Dua penghasil terbesar minyak kelapa sawit, Indonesia dan Malaysia, memberikan puluhan juta ton setiap tahunnya pada bisnis senilai US$40 miliar atau Rp567 triliun. 

Minyak adalah bagian penting lipstik karena dapat mempertahankan warna, kehambaran dan tidak meleleh saat suhu tinggi. Produk ini ada di pencuci rambut, sabun, es krim dan mie instan di antara ribuan lainnya. Dalam 20 tahun terakhir, peningkatan permintaan menyebabkan ribuan hektar hutan tua di Riau sendiri ditebang untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit. Tetapi hutan ini adalah juga tempat tinggal sejumlah spesies yang terancam kehidupannya, termasuk orang utan, beruang, gajah dan Harimau. "Keduanya [manusia dan satwa liar] sering kali bentrok, minyak kelapa sawit menggusur satwa liar. Mereka tersudut ke daerah-daerah dimana mereka kemudian konflik dengan penduduk setempat, yang akhirnya membuat mereka terbunuh."

"Kalau orang utan sangat banyak akal, tetapi mereka tidak bisa mengatasi pembunuhan. Karena mereka spesies dengan tingkat perkembangbiakan yang sangat lambat, pembunuhan tersebut sangat berpengaruh."

Namun menurutnya, perluasan minyak kelapa sawit tidak selamanya buruk bagi berbagai spesies. Babi dan ular diuntungkan keberadaan ranting dan daun. "Meskipun demikian saya tidak yakin ini dapat menggantikan hilangnya salah satu spesies yang paling dekat dengan manusia," sebutnya. Jadi bukannya mengurangi penanaman minyak kelapa sawit adalah jalan keluarnya?

Mereka mengatakan penanaman pohon kelapa sawit dengan buah merahnya yang tajam dan bijinya melonjak karena pembuatan minyak yang sangat efisien. Kelapa sawit merupakan 35% dari pasokan minyak tumbuhan dunia, tetapi hanya menggunakan 10% dari lahan yang dipakai untuk menghasilkan bahan berminyak ini.

Untuk menggantikannya dengan kacang kedele atau minyak biji bunga matahari berarti akan lebih banyak menggunakan lahan, bahkan kemungkinan sembilan kali yang dibutuhkan kelapa sawit. Kemungkinan besar langkah seperti ini akan menyebabkan pemindahan kehilangan keanekaragaman, dimana semakin banyak spesies di tempat yang berbeda menjadi terancam. "Jika berhenti menghasilkan kelapa sawit, hal itu akan diproduksi di tempat lain. Jadi memungkinkan tidak menyakiti orang utan, tetapi beruang yang akan menderita. Ini hanya akan memindahkan masalah ke tempat lain karena permintaan minyak tersebut selalu ada."

Bukankah pemerintah berusaha menghentikan produksi minyak kelapa sawit yang membunuh spesies? Betul, jawab Made Ali. Kini terdapat sejumlah usaha mencoba dan mengidentifikasi wilayah hutan di Indonesia yang lebih dipentingkan demi keanekaragaman dan melindunginya dari pihak-pihak yang menginginkan biji kelapa sawit.  "Kami mengamati perbedaan tingkat deforestasi antara perkebunan berizin dan yang tidak memilikinya di Riau. Kami tidak menemukan perbedaan yang besar," kata Made Ali.

Disinggung tentang minyak kelapa sawit berkelanjutan, Made menilai berbagai usaha telah dilakukan pemerintah lewat kepemimpinan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Tetapi kajian baru ini menyatakan langkah tersebut dibatasi rendahnya permintaan, kesulitan menemukan produk berkelanjutan dan keburukan pengawasan, pelaporan dan pengujian. RSPO menyatakan pihaknya selalu berusaha memperkuat standar tetapi hal ini sulit dilakukan jika "dukungan masyakarat luas tidak ada". "Jika RSPO ingin memiliki masa depan, mereka harus menerapkan standar "larangan deforestasi, lahan gambut, penyalahgunaan" dan memastikan penerapannya secara tegas," harapnya. (*)

Tags : BBKSDA Riau, Bayi Beruang Madu, Beruang Madu Ditinggal Induknya,