Headline Sorotan   2021/05/25 14:15 WIB

Covid di Indonesia Bagaikan 'Puncak Gunung Es' Akibat Mobilisasi Penduduk dan Varian Baru

 Covid di Indonesia Bagaikan 'Puncak Gunung Es' Akibat Mobilisasi Penduduk dan Varian Baru
Sejumlah tenaga kesehatan berjalan menuju ruang perawatan pasien COVID-19 di Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC), Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Rabu (05/05).

"Epidemiolog menilai tren kasus Covid-19 yang terus mengalami peningkatan di tengah laporan tambahan kasus varian dari Inggris dan India menunjukkan Covid-19 di Indonesia jauh lebih parah dari kenyatannya"

ren kasus Covid-19 dan keterisian tempat tidur rumah sakit - khususnya di Sumatra - yang terus mengalami peningkatan di tengah laporan tambahan kasus varian dari Inggris dan India adalah "puncak gunung es" yang menunjukkan Covid-19 di Indonesia jauh lebih parah dari kenyatannya, kata Epidemiolog. Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono mengungkapkan bertambahnya kasus varian baru dan mobilisasi penduduk selama liburan Lebaran berkontribusi pada tren lonjakan kasus selama beberapa hari terakhir - mencapai 5.000 kasus per hari - yang diprediksi akan terus meningkat sampai pertengahan Juni.

Pakar epidemiologi dari Universitas Griffith di Australia, Dicky Budiman, menyebut tren lonjakan kasus selama sepekan terakhir adalah "sinyal yang sangat serius" di tengah "minimnya pengetesan dan pelacakan". "Dengan situasi minimnya testing dan tracing, di tengah sebagian kasus terjadi di rumah-rumah dan ada peningkatan di rumah sakit, itu adalah puncak gunung es yang sudah menyentuh rumah sakit. Artinya, kasus yang sebenarnya di daerah jauh lebih serius, harus dilakukan pendataan ke rumah-rumah," kata Dicky Budiman dirilis BBC News Indonesia, Senin (24/05).

Di sisi lain, ia memprediksi dalam dua hingga tiga bulan ke depan Indonesia akan menghadapi lonjakan kasus Covid-19 dengan semakin banyaknya kasus varian B117 dari Inggris dan varian B1617 dari India yang ditemukan Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan mengungkapkan bahwa sudah ada 54 kasus mutasi virus SARS-Cov-2 yang tergolong variant of concern (VoC), dengan rincian 18 kasus B117, 32 kasus B1617 dan 4 kasus varian B1351 dari Afrika Selatan.

Empat provinsi di Sumatra, yakni Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau dan Sumatra Selatan, termasuk dalam zona merah Covid-19 dengan risiko tinggi. Kementerian Kesehatan mencatat rata-rata keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) di Indonesia berkisar 30%, namun di Sumatra Utara, Sumatra Barat dan Riau di atas 50%. Riau mencatat rata-rata BOR unit perawatan intesif (ICU) tertinggi, yakni 65%. Jumlah itu melebihi ambang batas aman persentase BOR rumah sakit yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni sebesar 60 persen.

'Keterisian ICU 80% hingga 100%'

Suasana di Pasar Raya Padang pada Minggu (23/05) tampak ramai dijejali dengan warga yang berbelanja. Mereka tampak berimpitan satu sama lain di antara lapak-lapak pedagang yang berjejer tanpa menjaga jarak. Kebanyakan dari mereka, tampak tak mengenakan masker. Situasi abai protokol kesehatan juga tampak terjadi di Pantai Padang, pada Minggu (23/05) sore.

Salah satu warga, Maharajo, seorang sopir angkot di Padang, mengaku tak lagi percaya dengan Covid dan menyebutnya sebagai "konspirasi". Kendati ada tren pelonjakan kasus di tempat tinggalnya, pria berusia 40 tahun ini mengaku tak takut dengan bahaya Covid-19. "Percaya nggak percaya. Yang mati itu tetap akan mati, itu takdir Tuhan. Saya masih tetap tidak percaya," ungkap Maharajo.

"Saya merasa itu bisnis industri pandemi. Contohnya vaksin, masak vaksin itu yang harus kita pakai? Apa tidak ada pilihan lain? Obat flu aja ada pilihannya, masak vaksin nggak ada pilihannya? Jadi saya tidak percaya itu, pandai-pandai mereka aja," katanya.

Hal senada diungkapkan oleh warga di Padang Pariaman, Armaini, yang menyebut tak merasa perlu mengenakan masker dan menerapkan protokol kesehatan yang lain. "Banyak meninggal karena Covid. Di sini, tak ada orang meninggal. Hanya saja ada yang demam dan batuk langsung dibilang Covid. Dulu, kalau batuk itu adalah penyakit yang sudah lumrah terjadi kepada setiap orang. Karena faktor cuaca saja itu," jelas Armaini.

Tren penambahan kasus di Sumatra Barat yang terjadi belakangan, membuat salah satu rumah sakit yang menangani pasien Covid-19, RPSUP DR. M Djamil Padang, kewalahan. "Pasien kita sekarang ini lebih kurang 120 yang dirawat yang positif Covid, pasien tersebut dirawat di ruang ICU. Ruang ICU kita itu keterisiannya lebih kurang 80%. Kemudian, kadang kala ruang ICU yang pakai ventilator keterisiannya bisa 100%," kata Gustafianof, juru bicara RSUP DR. M Djamil Padang.

Sementara keterisian tempat tidur di ruang isolasi perawatan Covid, lanjut Gustafianof, kurang lebih 40-50%. Untuk mengantisipasi lonjakan kasus, manajemen rumah sakit menyiapkan ruang tambahan dengan 84 tempat tidur, 20 tempat tidur di antaranya untuk perawatan intesif. Adapun, rata-rata keterisian tempat tidur rumah sakit di Sumatra Barat dan Riau sebanyak 53%. Sedangkan di Sumatra Utara sebesar 58%.

'Hampir seluruh Sumatra alami kenaikan'

Sekretaris Direktorat Jenderal Pelayanan Kemenkes Kesehatan Azhar Jaya mengungkapkan hampir seluruh provinsi di Sumatra mengalami kenaikan kasus Covid-19. Bahkan, tren peningkatan kasus di Sumatra Utara, Riau, Sumatra Barat dan Kepulauan Riau telah terjadi sebelum masa libur panjang Lebaran. "Ini kita perkirakan karena provinsi-provinsi ini yang banyak pekerja migrannya dan memang sangat sulit sekali, berdasar keterangan para kepala dinas dan direktur rumah sakit, karena banyak sekali punya pos lintas batas tradisional," ujar Azhar dalam rapat koordinasi satuan tugas penanganan Covid-19 Nasional, Minggu (23/05).

"Maka khusus untuk Sumatra trennya nggak turun-turun, naik terus. Jadi ini adalah lima provinsi yang kami terus cermati, karena ada potensi selain mudik lokal, PMI-nya juga sangat tinggi," imbuhnya.

Tren peningkatan kasus juga terjadi di seluruh provinsi di Pulau Jawa, sebagai imbas dari mobilisasi penduduk selama libur panjang Lebaran. Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menambahkan mobilisasi penduduk, di tambah semakin meningkatnya jumlah kasus varian baru di Indonesia, berkontribusi pada jumlah peningkatan kasus Covid-19. "Kita bisa melihat pada empat hari terakhir, peningkatan kasus baru itu mencapai 5.000 [per hari]. Ini menunjukkan mobilisasi selama Ramadan sudah terlihat minggu ini. Prediksi yang kita lakukan, mungkin akan mencapai peningkatannya sampai pertengahan Juni," kata Dante dalam konferensi pers, Senin (24/05).

Pakar epidemiologi dari Universitas Griffith di Australia, Dicky Budiman, menyebut tren lonjakan kasus selama sepekan terakhir adalah "sinyal yang sangat serius" di tengah "minimnya pengetesan dan pelacakan". "Dengan situasi minimnya testing dan tracing, di tengah sebagian kasus terjadi di rumah-rumah dan ada peningkatan di rumah sakit, itu adalah puncak gunung es yang sudah menyentuh rumah sakit. Artinya, kasus yang sebenarnya di daerah jauh lebih serius, harus dilakukan pendataan ke rumah-rumah," kata Dicky.

Kasus varian dari India dan Inggris bertambah

Dante menambahkan, hingga kini Kementerian Kesehatan telah mencatat 54 kasus varian yang dikategorikan sebagai variant of concern oleh WHO, yang berasal dari Inggris, Afrika Selatan dan India. Jumlah ini meningkat tiga kali lipat ketimbang jumlah 17 kasus yang tercatat pada April lalu. "35 di antaranya berasal dari migran dari luar Indonesia dan 19 kasus berasal dari Indonesia, jadi sudah ada penyebaran internal dari varian tersebut."

"Kombinasi antara mobilisasi dan mutasi dari virus menyebabkan kasus ini akan meningkat dalam beberapa saat ke depan," jelas Dante.

Pakar epidemiologi dari Universitas Griffith di Australia, Dicky Budiman, memprediksi dalam dua bulan ke depan, Indonesia akan menghadapi lonjakan kasus varian B117 yang berasal dari Inggris. Disebutkan oleh Dicky, varian ini menambah tingkat keparahan penyakit sehingga akan membuat orang-orang yang disebut rawan - baik dari segi usia dan komorbiditas - akan cenderung mencari layanan kesehatan.

Menurutnya, potensi ini akan jauh lebih buruk lagi dua-tiga bulan ke depan dengan adanya dampak dari varian B1617 dari India, sebab data terakhir menunjukkan B1617 memiliki dampak atau gejala kinlis yang cenderung lebih buruk dari B117. Di sisi lain, infection contraction transmission varian ini 50-60% lebih tinggi dari B117. "Baru mulai ya, tapi belum puncaknya," kata Dicky.

Minimnya surveilans genomik varian virus corona, kata Dicky, membuat Indonesia "tidak terlalu mengetahui pemetaan varian yang beredar di Indonesia saat ini secara menyeluruh". Adapun, merujuk data Kementerian Kesehatan, hingga kini telah dilakukan 1.749 sekuens genomik virus Sars-Cov2. Dari situ, tercatat ada 54 kasus dengan rincian 18 kasus varian B117 dari Inggris, empat kasus varian B1351 dari Afrika Selatan dan 32 kasus varian B1617 dari India. Kasus varian baru itu kebanyakan berasal dari pekerja migran Indonesia (PMI) yang kembali ke kampung halaman dari sejumlah negara, seperti Arab Saudi, Ghana dan Malaysia. Sisanya, berasal dari warga negara asing yang tiba dari Taiwan, Singapura dan India.

Mengapa Covid di Indonesia tampak terkendali?

Di saat Indonesia menghadapi tren lonjakan kasus selama empat hari terakhir, negara-negara tetangga di Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand, telah lebih dulu mengalami lonjakan kasus. Namun tak seperti negara-negara di kawasan, situasi Covid di Indonesia tampak lebih terkendali, mengapa demikian? Pakar epidemiologi Dicky Budiman menyebut "situasi di Indonesia seperti tidak ada masalah" sebab kebanyakan warga Indonesia masih mengaggap enteng Covid-19 dan memilih untuk mengobati penyakit secara mandiri ketimbang merujuk ke fasilitas kesehatan.

Budaya seperti ini, kata Dicky, juga terjadi di India dan Brazil sebelum pada akhirnya terjadi lonjakan kasus dan fasilitas kesehatan kewalahan. Indonesia, menurutnya, memiliki pra-kondisi di mana "tsunami Covid" seperti yang terjadi di India, kemungkinan terjadi. "Itu yang menyebabkan India seperti sekarang ini dan itu akan berpotensi dialami di Indonesia, paling tidak dua-tiga bulan ke depan. Ini menjawab kenapa Indonesia seperti tidak ada masalah, kalau diperiksa, banyak," kata dia.

Lebih lanjut, Dicky menyatakan bahwa laporan harian Covid-19 di Indonesia, hanya sepersepuluh dari estimasi permodelan epidemiologi kasus harian, yang menurutnya, tak memenuhi logika program epidemiologi. Dalam logika epidemiologi, kasus bisa diklaim mengalami penurunan jika positivity rate maksimal 5%. Namun di Indonesia, kasus diklaim turun dalam kondisi positivity rate tinggi, yakni sekitar 10%. "Itu adalah bukti banyak kasus tidak terkendali karena logika program epidemiologi, jika ada 5,000 kasus dilaporkan dalam 3x24 jam ada 100,000 testing, itu minimal. Tapi kita tidak pernah melihat itu selama satu tahun terakhir. Itu menggambarkan dari satu kasus positif itu tidak tuntas tracing-nya, bagaimana kita berharap karantinanya efektif?. Yang dilaporkan pemerintah tidak menggambarkan angka yang sesungguhnya. Bahkan di angka kematian saja itu tidak mendekati pada kondisi yang hampir relatif riil, apalagi angka-angka kasus poisitifnya," jelas Dicky.

Pakar permodelan matematika dari Institut Teknologi Bogor, Nuning Nuriani menyebut kapasitas pengetesan memang berkurang karena relawan tracing dan testing berhenti. Akibatnya, sumber daya untuk melakukan pengetesan dan pelacakan kurang. "Oleh sebab itu karena kurang dites kasusnya tampaknya tidak terlihat. Padahal kalau dlihat data bulan-bulan terakhir positivity rate-nya tinggi, kisarannya 20-40% padahal kita tahu standardnya 5%. Jadi belum aman sama sekali. Berkaitan dengan varian baru yang ditemukan, tentu saja ini menambah kecepatan penyebarannya," jelas Nuning.

Sementara itu, analisis dari Insitute of Health Metric and Evaluations di Univesitas Washington, AS, menunjukkan bahwa jumlah total kematian Covid-19 di Indonesia, dan juga di dunia, bisa lebih dari dua kali lipat angka yang dilaporkan. Analisis itu memprediksi bahwa lebih dari 123.000 orang meninggal karena Covid-19 sejak dimulainya pandemi pada Maret tahun lalu. Jumlah itu lebih dari dua kali lipat dari total angka resmi Satgas Covid-19 sebanyak sekitar 49.000. Adapun hingga kemarin, Indonesia mencatat hampir 6.000 harian dengan jumlah keseluruhan lebih dari 1,7 juta kasus terkonfirmasi. (*)

Tags : Covid di Indonesia, Covid-19 Bagaikan Puncak Gunung Es, Mobilisasi Penduduk dan Varian Baru,