Headline Sorotan   2023/06/19 23:21 WIB

El Nino dapat Buat Musim Kemarau Jadi Lebih Panjang dan Lebih Kering, Aktivis: Pemerintah Minimalisir Dampaknya

El Nino dapat Buat Musim Kemarau Jadi Lebih Panjang dan Lebih Kering, Aktivis: Pemerintah Minimalisir Dampaknya
Musim kemarau waspada bencana kekeringan

"Cuaca panas sedang melanda hingga beberapa wilayah daerah, fenomena iklim El Nino diperkirakan telah tiba, maka diperlukan kewaspadaan tinggi akan rekor cuaca dan suhu yang ekstrim"

ota Pekanbaru, Riau juga dilanda cuaca panas, sedangkan dibeberapa daerah juga mengalami hal sama. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika [BMKG] penyebab cuaca panas tersebut karena posisi semu matahari saat ini sedang berada di sekitar equator, sehingga pemanasan dari sinar matahari maksimal.

Aktivis lingkungan menilai seharusnya Indonesia tidak masuk dalam dampak El-Nino jika saja dapat menjaga kelestarian lingkungan.

"Pentingnya mempertahankan kelestarian mangrove di sepanjang pantai dan juga kawasan hutan yang tetap hijau, sehingga sirkulasi dan penyimpanan H20 tetap terjaga sepanjang masa," kata Ir Ganda Mora M.Si, Aktivis Sahabat Alam Rimba [Salamba]

"Sungguh disayangkan kita sebagai negara tropis yang seharusnya menjadi tempat pelestarian hutan sehingga dapat menjamin ketersediaan air dan mencegah kemarau panjang namun menjaga iklim global yang normal dikemudian hari," sambungnya.

Dia juga mengingatkan risiko kesehatan yang mungkin terjadi pada masyarakat.

Dibeberapa daerah mulai dilanda kekeringan, seiring Indonesia memasuki musim kemarau yang diprediksi akan lebih kering dari biasanya karena dampak El Nino.

Seperti yang dialami warga di Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat kesulitan mendapatkan air bersih setelah mengalami penurunan curah hujan yang signifikan.

Moh Isa Priatna, sekretaris desa [Sekdes] di Kalong Liud mengatakan banyak sumur warga yang kering karena nyaris tidak ada hujan selama tiga minggu terakhir. Seluruh 11 RW di desa tersebut juga  mengalami kekeringan.

Kelangkaan air bersih membuat warga kesulitan untuk mandi dan mencuci, "ada kali di dekat desa itu tapi airnya kering dan banyak limbahnya," kata Isa.

“Kalau untuk minum masih bisa pakai air galon isi ulang,” ujarnya lewat sambungan telepon.

Juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana [BNPB] mengatakan pihaknya telah melakukan modifikasi cuaca sejak bulan Maret untuk memitigasi kekeringan.

Tetapi kembali disebutkan Aktivis Salamba, potensi kekeringan akibat El Nino turut diperparah oleh faktor perubahan iklim.

'Banyak sumur mulai kering'

Sementara di Kota Pekanbaru, kelangkaan air bersih akibat kekeringan juga mulai dirasakan terutama di pinggiran kota.

Sebagian warga mengandalkan bantuan air bersih dari BPBD dan CSR perusahaan. Namun mereka harus mengeluarkan biaya sendiri untuk transportasi.

Hingga sepekan kemarin BPBD sudah mengirim 13 tangki dan CSR Antam 10 tangki, tetapi itu hanya cukup kira-kira untuk empat hari dan belum semua warga kebagian, kata Sutrisno (47), warga Marpoyan Damai, Pekanbaru. 

Sutrisno mengatakan wilayah tempat tinggalnya juga sedang mengalami kekeringan setiap tahun, tetapi tahun ini terasa lebih parah.

“RW-RW yang biasanya tidak terdampak, tahun ini juga mulai ikut terdampak. Jadi hampir semua RW itu minta [bantuan air],” ungkapnya.

Curah hujan di wilayah kota Pekanbaru sendiri sudah berkurang sejak akhir bulan Mei, kata Sutrisno.

Dia memperkirakan bila hujan tidak kunjung turun, mungkin wilayah kecamatan lainnya berpotensi mengalami kekeringan.

“Kekeringan menurut saya paling parah 2020. Tahun 2023 kemungkinan sama seperti 2020, dari banyaknya wilayah RW yang terdampak,” ujarnya.

Cuaca panas juga rawan menimbulkan kejadian kebakaran hutan dan lahan [karhutla], sebut Ganda Mora menilai.

“Nah fase El Nino ini memang puncaknya itu di Agustus, tetapi biasanya dampaknya atau efek dari kekeringan yang ditimbulkan – karena kalau kita bicara ini kan bencana dua aja kan, kekeringan atau karhutla – sudah mulai 'tercicil' sejak mungkin akhir Mei atau pertengahan Mei lalu, karena di beberapa tempat juga di Jawa timur juga sudah mengalami kekeringan,” kata dia.

Dia memperkirakan musim kemarau 2023 akan kurang-lebih sama dengan kemarau di 2018 atau 2019, sama-sama fase puncak periode El Nino.

Adapun 2020 sampai Maret 2023 Indonesia dalam periode La Nina atau periode basah.

“La Nina ini kebalikan dari El Nino... La Nina itu tumpah ruah hujannya. Makanya dalam tiga tahun terakhir kita enggak berhenti ngurusin banjir aja dari Januari sampai Desember itu karena kemaraunya pun kita sebut kemarau basah,” tuturnya.

Ganda Mora menyoroti bahwa faktor krisis iklim dapat memperparah dampak kekeringan yang dibawa El Nino.

“Tanpa adanya El Nino, krisis iklim saja sudah menyebabkan krisis air bersih sangat bertambah. Apalagi dengan adanya El Nino,” katanya.

Misalnya, orang-orang yang desanya tenggelam akibat kenaikan muka air laut. Kedatangan El Nino yang dapat membuat kemarau jadi lebih panjang dan kering akan semakin menyulitkan mereka untuk mendapatkan air bersih, imbuhnya.

Menurut laporan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim [IPCC], antara 1,5 dan 2,5 miliar orang tinggal di dalam area yang terpapar kelangkaan air bersih di dunia.

Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat, menjadi 3 miliar jika suhu Bumi naik 3C dan sampai 4 miliar jika suhu Bumi naik 4C pada 2050.

“Dampak cuaca panas bisa menimbulkan kekeringan, kepanasan, serta kebakaran hutan dan lahan [karhutla]. Masing-masing dampak tersebut menyebabkan gangguan kesehatan,” jelas Ganda, Minggu (18/6/2023).

Cuaca panas juga rawan menimbulkan kejadian kebakaran hutan dan lahan [karhutla] di beberapa daerah.

Lahan-lahan gambut rawan dan mudah terbakar mengakibatkan masyarakat sekitar yang terdampak mengalami beberapa gangguan kesehatan, seperti infeksi saluran pernapasan akut [ISPA] dan penyakit paru obstruktif kronis [PPOK].

Kedua penyakit gangguan pernapasan akibat asap karhutla termasuk jenis air born disease [penyakit yang ditularkan melalui udara].

AFP Citra satelit yang menggambarkan Kebakaran hutan di Indinesia.

Sebelumnya para ilmuwan di Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional Amerika Serikat [NOAA] mengatakan bahwa fenomena iklim El Nino diperkirakan telah tiba, maka diperlukan kewaspadaan tinggi akan rekor cuaca dan suhu yang ekstrim.

Tetapi menurut Ganda Mora lagi, perubahan iklim dapat memperburuk atau mengurangi dampak-dampak tertentu yang berkaitan dengan El Nino.

Sebagai contoh, El Nino dapat menyebabkan rekor baru untuk suhu, terutama di daerah-daerah yang telah mengalami suhu di atas rata-rata selama El Nino.

Sebagian besar tahun-tahun terpanas dalam catatan sejarah terjadi selama El Nino, dan para aktivis lingkungan juga merasa khawatir bahwa musim panas ini serta musim panas mendatang akan mencatat rekor suhu tertinggi di daratan maupun lautan.

"Yang kita khawatirkan justru orang-orang miskin sudah terdesak ke ambang batas melalui kekeringan, banjir dan badai yang disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil dan sekarang mereka akan menghadapi suhu yang sangat tinggi dari efek El Nino," sebutnya.

"Orang-orang ini adalah yang paling parah terkena dampak perubahan iklim namun tidak banyak melakukan hal yang menyebabkannya,” ujar Ganda.

Menyikpai El Nino ini, Ganda Mora menilai bahwa El Nino merupakan fenomena saat air laut di Samudera Pasifik lebih panas dari pada suhu biasanya.

“Jika hal itu merupakan peristiwa memanasnya suhu air di luar batas kewajaran di kawasan Samudera Pasifik maka La Nina merupakan peristiwa pendinginan air di luar batas kewajaran di area tersebut,” jelasnya.

Penyebab terjadinya El Nino dan La Nina, menurutnya, karena terjadinya Southern Oscillation, yaitu perubahan tekanan udara pada laut tropis Samudera Pasifik.

Saat air laut di sisi tropis Samudera Pasifik memanas maka atmosfer di atasnya menurun tekanannya.

El Nino dapat membuat musim kemarau menjadi lebih panjang dan lebih kering.

“Saat inilah terjadi perubahan pola tiupan angin yang dapat menyebabkan perubahan pola iklim, yang cenderung menghasilkan iklim yang cukup ekstrim,” ujarnya.

"Perubahan pola tersebut yang akhirnya meningkatkan potensi dampak El Nino dan La Nina di Indonesia."

Menurutnya, permukaan air yang lebih hangat dapat meningkatkan kemungkinan hujan lebih tinggi. Hal itu karena perpindahan panas melalui media air dan udara meningkat sehingga peristiwa presipitasi atau turunnya air dari atmosfer ke bumi juga ikut meningkat.

Menurutnya, pemerintah harus belajar untuk meminimalisir dampak yang akan timbul. Pemerintah dapat melakukan adaptasi dengan berkolaborasi dengan beragam pihak. Termasuk dengan melakukan edukasi dan kampanye.

Selain itu, teknologi modifikasi hujan dapat dilakukan sehingga dapat membantu saat Indonesia dilanda kekeringan panjang.

“Misalkan pada tahun ini, El Nino akan datang ke Indonesia pada Agustus. Maka bisa kampanye untuk menyimpan sebanyak-banyaknya air pada reservoir-reservoir yang ada, jangan karena kurang siap jadi buat dampak yang cukup berat,” tuturnya.

El Nino bisa picu suhu bumi capai terpanas tahun ini

Para ilmuwan di Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional Amerika Serikat [NOAA] mengatakan bahwa fenomena iklim El Nino diperkirakan telah tiba. Oleh karena itu, diperlukan kewaspadaan tinggi akan rekor cuaca dan suhu yang ekstrim.

Kondisi itu, ditandai dengan suhu permukaan laut yang lebih hangat dari rata-rata di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur dekat khatulistiwa.

Pola cuaca ini terakhir kali terjadi pada tahun 2018-19, dan rata-rata terjadi setiap 2-7 tahun sekali.

"Bergantung pada kekuatannya, El Nino dapat menyebabkan berbagai dampak, seperti meningkatkan risiko curah hujan yang tinggi dan kekeringan di lokasi-lokasi tertentu di seluruh dunia,” kata ilmuwan iklim NOAA, Michelle L'Heureux.

Minggu ini, Australia memperingatkan bahwa El Nino akan menyebabkan hari-hari yang lebih hangat dan kering. Sementara Jepang mengatakan bahwa El Nino yang sedang berkembang berdampak atas musim semi terpanas yang pernah tercatat.

Sebagian besar tahun-tahun terpanas dalam catatan sejarah terjadi selama El Nino, dan para ilmuwan khawatir bahwa musim panas ini serta musim panas mendatang akan mencatat rekor suhu tertinggi di daratan maupun lautan.

Mariana Paoli dari lembaga bantuan Christian Aid mengatakan orang-orang miskin sudah terdesak ke ambang batas melalui kekeringan, banjir dan badai yang disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil dan sekarang mereka akan menghadapi suhu yang sangat tinggi dari efek El Nino.

Pengaruh fenomena ini terhadap Amerika Serikat [AS] lemah selama musim panas, “Tetapi lebih terasa mulai dari akhir musim gugur hingga musim semi," kata NOAA dalam pernyataannya.

Pada musim dingin, diperkirakan ada 84 persen peluang terjadinya El Nino lebih besar dari moderat, dan 56 persen peluang terjadinya El Nino yang kuat.

Hal ini pada gilirannya akan menyebabkan kondisi yang lebih basah dari rata-rata di beberapa bagian negara, dari California selatan hingga Pantai Teluk, tetapi lebih kering dari rata-rata di Pasifik Barat Laut dan Lembah Ohio.

Hal ini juga meningkatkan kemungkinan suhu yang lebih hangat dari rata-rata di bagian utara negara ini. Kondisi El Nino yang berkembang telah diperhitungkan dalam prediksi badai NOAA bulan lalu.

El Nino memiliki efek menekan aktivitas badai di Atlantik, tetapi biasanya meningkatkan aktivitas badai di Pasifik tengah dan timur. El Nino, yang berarti Anak Kecil dalam bahasa Spanyol, adalah fase hangat dari Osilasi El Nino-Selatan.

La Nina, yang berarti Gadis Kecil, adalah lawannya yang lebih dingin, di mana suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian timur dan tengah dekat khatulistiwa lebih rendah dari biasanya.

Pengamat Lingkungan Universitas Airlangga [Unair], Wahid Dianbudiyanto, menuturkan bahwa El Nino merupakan fenomena saat air laut di Samudera Pasifik lebih panas dari pada suhu biasanya.

El Nino merupakan bagian dari fenomena yang lebih besar yaitu El Nino Southern Oscillation [ENSO] dan bagian lainnya adalah La Nina.

“Jika hal itu merupakan peristiwa memanasnya suhu air di luar batas kewajaran di kawasan Samudera Pasifik maka La Nina merupakan peristiwa pendinginan air di luar batas kewajaran di area tersebut,” jelasnya dilansir dari laman Unair pada Kamis, 4 Mei 2023.

Penyebab terjadinya El Nino dan La Nina, jelas Wahid, adalah karena terjadinya Southern Oscillation, yaitu perubahan tekanan udara pada laut tropis Samudera Pasifik.

Saat air laut di sisi tropis Samudera Pasifik memanas maka atmosfer di atasnya menurun tekanannya.

“Saat inilah terjadi perubahan pola tiupan angin yang dapat menyebabkan perubahan pola iklim, yang cenderung menghasilkan iklim yang cukup ekstrim,” ujar dosen di Teknik Lingkungan Unair itu.

“Hal ini berdampak pada meningkatnya intensitas hujan di  Amerika Selatan seperti Peru dan Ekuador. Di sisi lain, Indonesia dan Australia mendapatkankan kekeringan dari peristiwa tersebut,” tambahnya.

Waspada bencana kekeringan

Ia menyebut El Nino merupakan fenomena yang cukup sering terjadi. Pada 1982-1983 dan 1997-1998 merupakan tahun yang paling intens terjadi fenomena tersebut pada abad ke-20.

Bahkan peristiwa pada 1997-1998 menyebabkan ketidakstabilan kondisi dunia, termasuk  kekeringan di Indonesia, Malaysia, dan Filipina.

Seperti kembaki disebutkan Ganda Mora lagi, pemerintah dapat melakukan adaptasi dengan berkolaborasi dengan beragam pihak. Termasuk dengan melakukan edukasi dan kampanye.

Selain itu, teknologi modifikasi hujan dapat dilakukan sehingga dapat membantu saat Indonesia dilanda kekeringan panjang.

Jadi, menurut Ganda lagi, misalkan pada tahun ini, El Nino akan datang ke Indonesia pada Agustus, maka bisa kampanye untuk menyimpan sebanyak-banyaknya air pada reservoir-reservoir yang ada. (*)

Tags : perubahan iklim, bencana alam, lingkungan, el nino, musim kemarau, minimalisir dampak el nino,