Nusantara   2023/09/16 16:54 WIB

El Nino Dimulai, BMKG Peringatkan Potensi Karhutla, 'yang Bisa Menimpa Tujuh Provinsi di Indonesia'

El Nino Dimulai, BMKG Peringatkan Potensi Karhutla, 'yang Bisa Menimpa Tujuh Provinsi di Indonesia'
Petugas memantau kebakaran di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Jawa Timur, pada 9 September 2023. Kebakaran terjadi sejak 17 Agustus 2023.

NUSANTARA - Peristiwa cuaca alami yang disebut El Nino telah dimulai di Samudra Pasifik, dan kemungkinan besar akan membuat Bumi yang sudah menghangat akibat perubahan iklim menjadi semakin panas.

"Sekarang El Nino sudah dimulai yang bisa menimpa tujuh provinsi di Indonesia."

"Kombinasi dari fenomena El Niño dan IOD Positif yang diprediksi akan terjadi pada semester II 2023 tersebut dapat berdampak pada berkurangnya curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia selama periode Musim Kemarau 2023," papar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam pernyataan persnya, Rabu (07/06).

Para peneliti percaya peristiwa ini berpeluang 84% untuk melebihi kekuatan sedang pada akhir tahun ini.

Mereka juga mengatakan ada peluang satu banding empat peristiwa ini melampaui 2C pada puncaknya, yang masuk dalam kategori "El Nino super".

Dampak dari dimulainya El Nino kemungkinan baru terasa beberapa bulan kemudian tetapi akan dirasakan di seluruh dunia.

Para peneliti memperkirakan ini akan mencakup kondisi cuaca yang lebih kering di Australia dan sebagian wilayah Asia, dengan potensi melemahnya musim hujan di India. Negara-negara bagian AS di selatan berkemungkinan lebih basah pada musim dingin mendatang. El Nino biasanya memperparah kondisi kekeringan di Afrika.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi ENSO yang sebelumnya berada dalam fase netral mulai beralih pada periode Juni 2023 dan berlangsung dengan intensitas lemah hingga moderat.

Sementara itu gangguan iklim dari Samudra Hindia, yaitu IOD (Indian Ocean Dipole), juga diprediksi akan beralih menuju fase IOD Positif mulai Juni 2023.

"Kombinasi dari fenomena El Niño dan IOD Positif yang diprediksi akan terjadi pada semester II 2023 tersebut dapat berdampak pada berkurangnya curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia selama periode Musim Kemarau 2023," papar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam pernyataan pers yang diterima BBC News Indonesia, Rabu (07/06).

"Bahkan sebagian wilayah diprediksi akan mengalami curah hujan dengan kategori Bawah Normal (lebih kering dari kondisi normalnya) hingga mencapai hanya 20 mm per bulan dan beberapa wilayah mengalami kondisi tidak ada hujan sama sekali (0 mm/bulan)."

 

Potensi karhutla di Indonesia lebih besar dari tiga tahun terakhir

Dwikorita menjelaskan bahwa selain memicu kekeringan, minimnya curah hujan juga akan berpotensi meningkatkan jumlah titik api, sehingga makin meningkatkan kondisi kerawanan untuk terjadi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).

Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bencana hidrometeorologi kering sudah mulai terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto mengatakan peningkatan anomali suhu rata-rata, baik di tingkat global maupun nasional, menyebabkan peningkatan frekuensi kejadian bencana.

"Terjadi kenaikan frekuensi kejadian kebakaran hutan dari minggu ke minggu, sehingga beberapa daerah sudah menetapkan status siaga darurat. Data dari KLHK menunjukkan bahwa luas lahan terdampak karhutla khususnya lahan gambut berbanding lurus dengan emisi karbon yang dilepaskan. Pada tahun 2019 contohnya, dari 1.64 juta Ha lahan terbakar melepaskan 624 juta ton emisi karbon ke udara," ujarnya dalam pernyataan pers yang diterima BBC News Indonesia, Sabtu (03/06).

Menurut data per 1 Juni 2023, sudah ada 112 kejadian karhutla di Indonesia.

Sementara itu ada tujuh wilayah yang akan mendapatkan perhatian khusus dari BNPB yang meliputi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Nusa Tenggara Timur. Hingga saat ini, status siaga darurat bencana karhutla dan kekeringan telah ditetapkan di seluruh provinsi tersebut per 29 Mei 2023.

"BNPB akan fokus ke kebakaran hutan dan lahan. Karena prediksi BMKG di tahun 2023 ini kemaraunya lebih kering. Diprediksi potensi kejadian karhutlanya lebih besar dari tiga tahun terakhir," kata Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto, Selasa (6/6).

Belajar dari pengalaman, akan ada ongkos manusia dan ekonomi yang besar dari fenomena cuaca yang akan datang ini.

El Nino yang kuat pada 1997-1998 mengakibatkan kerugian lebih dari US$5 triliun dengan sekitar 23.000 kematian akibat badai dan banjir.

Ada juga kemungkinan kuat bahwa versi tahun ini akan mendorong 2024 melampaui 2016 sebagai tahun terpanas di dunia.

Suhu global saat ini sekitar 1,1C di atas rata-rata pada periode 1850-1900.

Tapi peristiwa El Nino dapat mengakibatkan kenaikan hingga sebesar 0,2C, mendorong dunia ke suhu terpanas yang belum pernah dialami sepanjang sejarah, dan hampir melampaui batas simbolik 1,5C, elemen kunci perjanjian iklim Paris.

Para peneliti baru-baru ini mengatakan bahwa kita mungkin akan melampaui batas tersebut secara sementara dalam beberapa tahun ke depan.

"Kita sebenarnya berkemungkinan menyaksikan temperatur rata-rata global yang bisa jadi akan jadi hal yang biasa dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan, jadi ini memberi kami semacam portal ke masa depan," kata Michelle L'Heureux.

"Dan saya pikir itulah sebabnya ini mengkhawatirkan bagi sebagian orang, karena ini adalah ambang batas baru kita. Dan El Nino menjadi hal yang mempercepat itu."

Imbas yang besar akibat fenomena cuaca

"Ini semakin kuat sekarang, sudah ada tanda-tanda dalam prediksi kami selama beberapa bulan terakhir, tetapi ini tampaknya akan mencapai puncaknya pada akhir tahun ini dalam hal intensitasnya," kata Adam Scaife, kepala prediksi jarak jauh di badan meteorologi Inggris.

Para ilmuwan di Amerika Serikat mengonfirmasi bahwa El Nino sudah dimulai. Para pakar mengatakan peristiwa ini akan menjadikan 2024 tahun terpanas di dunia.

Mereka khawatir ini akan mendorong dunia melewati ambang batas pemanasan global 1,5C.

Ini juga akan memengaruhi cuaca dunia, berpotensi mengakibatkan kekeringan ke Australia, hujan deras di AS selatan, dan melemahkan musim hujan di India.

Sementara itu Indonesia, yang terletak di antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia, para peneliti juga sudah mulai mendeteksi tanda-tanda El Nino yang mereka sebut berpotensi memicu kekeringan serta meningkatkan kemungkinan terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Peristiwa cuaca ini kemungkinan akan berlangsung sampai musim semi mendatang, setelah itu dampaknya akan surut.

Selama berbulan-bulan para peneliti semakin yakin bahwa peristiwa El Nino pasti akan muncul di Samudera Pasifik.

"Rekor baru temperatur global pada tahun depan amatlah mungkin. Tergantung seberapa besar peristiwa El Nino ini - bila El Nino besar pada akhir tahun ini, kemungkinan kita akan mendapatkan rekor baru temperatur global pada 2024."

Fenomena alam ini adalah fluktuasi paling kuat dalam sistem iklim di mana pun di Bumi.

Istilah ilmiahnya El Niño Southern Oscillation, atau ENSO, fenomena ini terdiri dari tiga fase: Panas, dingin atau netral.

Fase panas, yang disebut El Nino, terjadi setiap dua hingga tujuh tahun. Pada fase ini air hangat naik ke permukaan di lepas pantai Amerika Selatan dan menyebar ke seluruh lautan sehingga mendorong sejumlah besar panas ke atmosfer.

Tahun-tahun paling panas yang pernah tercatat, termasuk 2016, tahun terpanas di dunia, biasanya terjadi satu tahun setelah peristiwa El Nino besar.

Badan cuaca di seluruh dunia menggunakan kriteria yang berbeda untuk memutuskan kapan fase panas ini dimulai.

Bagi para ilmuwan di AS, definisi mereka mensyaratkan kenaikan suhu di lautan sebesar 0,5C dari biasanya selama sebulan, atmosfer harus tampak merespons panas ini dan harus ada bukti bahwa peristiwa tersebut terus berlanjut.

Kondisi ini terpenuhi pada bulan Mei. Dalam pernyataan pers, Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional AS (NOAA) mengatakan bahwa "kondisi El Nino telah hadir".

"Ini sinyal yang sangat lemah. Tapi kami percaya bahwa kami mulai melihat kondisi-kondisi ini dan bahwa mereka akan terus meninggi," kata Michelle L'Heureux, seorang ilmuwan dengan NOAA.

"Nilai mingguan kami sebenarnya 0,8C pekan terakhir ini, yang jauh lebih kuat". (*)

Tags : Hutan, Indonesia, Perubahan iklim, Bencana alam, Lingkungan, Alam, Sains,