Politik   2023/09/16 17:3 WIB

PKS Kukuhkan Dukungan Anies-Cak Imin, 'untuk Menebalkan Pilpres 2024 yang Diikuti Tiga Capres-Cawapres'

PKS Kukuhkan Dukungan Anies-Cak Imin, 'untuk Menebalkan Pilpres 2024 yang Diikuti Tiga Capres-Cawapres'

JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengukuhkan dukungannya kepada Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar sebagai bakal capres dan cawapres di Pilpres 2024.

Presiden PKS Ahmad Syaikhu mengatakan deklarasi dukungan itu “sekaligus menepis keraguan masyarakat”.

“Dengan pencalonan pasangan Bapak Anies Baswedan dan Bapak Abdul Muhaimin Iskandar sebagai bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden Republik Indonesia, PKS optimis dapat mengokohkan kemenangan,” kata Syaikhu saat membaca keputusan Musyawarah IX Majelis Syura PKS di Kantor DPP PKS, Jakarta, Jumat (15/09).

Dengan demikian, pasangan Anies-Cak Imin dipastikan memperoleh tiket dari Partai NasDem, PKB dan PKS melaju ke Pilpres 2024. Jumlah suara legislatif dari gabungan parpol ini telah memenuhi ambang batas pencalonan presiden yaitu hampir 27%.

Pernyataan resmi PKS ini semakin menguatkan prediksi bahwa Pilpres 2024 akan diikuti tiga pasangan bakal capres-cawapres. 

Sebelumnya, sikap PKS masih tanda tanya setelah ketidakhadiran perwakilan mereka dalam deklarasi Anies-Cak Imin.

Sinyal lain adalah ketidakhadiran PKS dalam penentuan tim pemenangan Anies-Cak Imin yang hanya dihadiri NasDem dan PKB. Pernyataan resmi PKS, terkini telah memecahkan tanda tanya tersebut.

Berbeda dengan Anies yang sudah mendapat pasangan Muhaimin Iskandar, bakal capres Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto belum menentukan bakal cawapres.

Dalam komunikasi politik yang dibangun baru-baru ini, sederet nama sudah muncul untuk mendampingi Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.

Pasca mundurnya Demokrat dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), pengamat politik menilai ada kemungkinan partai tersebut membentuk koalisi sendiri atau ‘poros keempat‘. Namun, ia menyatakan koalisi baru akan sulit mengalahkan tiga nama besar yang sudah ada.

Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dalam keterangan pers, Senin 4 September 2023 siang, menyatakan pihaknya memilih untuk "move on".

AHY menegaskan hal itu setelah Koalisi Perubahan memutuskan memilih Muhaimin Iskandar sebagai bakal calon wakil presiden untuk mendampingi Anies Baswedan.

"Mari kita buka lembaran baru, kita harus segera move on," kata AHY, yang kemudian disambut tepuk tangan para pimpinan dan pengurus Partai Demokrat.

Namun AHY tidak merinci pernyataannya itu, kecuali menjelaskan bahwa keputusan untuk membahas arah koalisi akan dibahas dalam wadah majelis tinggi partai.

Sementara itu, anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat, Syarief Hasan mengaku pihaknya sangat terbuka terhadap berbagai macam opsi yang ada.

Di sisi lain, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) - partai yang mengusung Ganjar Pranowo, dan Partai Gerindra - partai yang mencalonkan Prabowo Subianto - mempersilakan Demokrat bergabung dalam koalisi mereka.

Meski begitu, peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Indikator Politik Indonesia, Adam Kamil, mengatakan berpindahnya PKB ke koalisi Anies dalam waktu yang sangat singkat, menunjukkan ketidakpastian dalam kontestasi Pilpers "sangat tinggi".

Oleh karena itu, Adam menilai Demokrat bisa saja membentuk koalisi sendiri dan mengusung calon baru. Hanya saja, peluang koalisi tersebut untuk menang menjadi sangat kecil.

“Karena untuk mengusung Capres, partai-partai akan mempertimbangkan tingkat elektabilitas tokoh yang akan diusung.

“Sejauh ini hanya tiga nama yang kompetitif dukungan elektabilitasnya, yaitu Prabowo, Ganjar dan Anies. Selebihnya, itu masih sangat rendah,“ lanjut Adam.

Peneliti Indikator Politik Indonesia, Adam Kamil, mengibaratkan Demokrat sebagai ‘gerbong yang tertinggal’. Sementara, partai-partai besar lain sudah memiliki ‘tiket’ untuk mengikuti Pilpres.

“Sekarang tinggal Demokrat saja yang terpisah. Tapi bisa jadi partai itu punya kesepakatan masuk ke dalam koalisi PDIP,“ kata Adam kepada BBC News Indonesia.

Namun, menurut Adam, posisi tawar Demokrat tergolong rendah di hadapan koalisi-koalisi yang ada. Sehingga, peluang untuk mencalonkan salah seorang kadernya menjadi Cawapres sangat kecil.

”Kalau dalam koalisi baru, mungkin dia [Demokrat] bisa menangkap kesempatan yang lebih besar nanti. Meskipun itu baru target untuk mencapai suara sekian persen,“ katanya.

Di sisi lain, analis politik, Firman Noor, pesimis terhadap prospek Demokrat membentuk koalisi baru.

Pertama, karena posisi mereka yang selama ini berseberangan dengan Gerindra dan PDIP membuat para pengikutnya enggan untuk mendukung Ganjar maupun Prabowo.

Kedua, perolehan suara dari Pemilu 2019 yang menempatkan mereka di urutan ketujuh membuatnya kurang diminati oleh partai-partai lain dalam pembentukan koalisi.

“PPP nyaman dengan PDIP, peluang menangnya masih ada. Siapa lagi yang mau bergabung dengan Demokrat? Tidak ada. Itu halusinasi. Tapi dari sisi presidential threshold tidak mencukupi,“ ungkapnya.

Sedangkan PAN dan Golkar, Firman sebut, sudah nyaman berada dalam koalisi Gerindra sehingga kecil kemungkinan mereka akan mengambil risiko dengan berpindah kubu.

Menanggapi hal tersebut, politikus dari Fraksi Partai Demokrat, Jansen Sitindoan mengatakan Partai Demokrat masih belum menentukan jalur mana yang akan ditempuh.

“Hari ini Demokrat masih bebas. Untuk Mas Anies kita sudah cabut dukungan, ke Pak Ganjar kita belum memberikan dukungan dan ke Pak Prabowo belum. Atau potensi membentuk poros yang baru atau poros keempat [belum].“

Analis politik, Firman Noor, mengatakan Partai Demokrat berada dalam posisi yang ‘sangat dilematis‘ dalam hal memilih antara kubu Ganjar atau kubu Prabowo.

“Karena sejak awal dia ingin mengesankan [dirinya] sebagai bagian dari oposisi yang punya sedemikian banyak agenda perubahan,“ kata Firman.

Dalam konteks PDIP, Firman memandang kemungkinan Demokrat untuk bergabung dengan partai pengusung Ganjar, kecil. Sebab, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memiliki hubungan yang kurang harmonis.

“Political chemistry antara Megawati dan SBY tidak terlalu sepaham, banyak perbedaannya dan pertentangannya. Dan rekam jejak selama ini memang kedekatan itu hanya di permukaan, tidak mendalam,“ kata Firman

Ia menyebut pengalaman Megawati yang merasa ‘dikhianati‘ ketika SBY, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, maju sebagai calon presiden tanpa pemberitahuan.

“Ini kemudian ditafsirkan oleh berbagai macam kalangan sebagai bentuk pengkhianatan juga. Sampai kemudian saking sakitnya dikhianati itu, Megawati memiliki posisi politik yang berbeda dengan SBY,“ katanya.

Firman mengatakan bahwa tujuan utama dari Demokrat dalam Pilpres kali ini adalah menjadikan Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), sebagai Cawapres.

Jika Demokrat bergabung dengan PDIP, Firman merasa mereka masih memiliki kans untuk memasukkan nama AHY ke dalam daftar Cawapres.

“Mungkin [Demokrat] masih bisa menegosiasikan posisi AHY sebagai Cawapres. Karena kalau di Koalisi Perubahan itu sudah tidak mungkin. Kalau di koalisi dengan Puan, itu masih bisa diajak bicara,“ ujarnya.

Di sisi lain, visi itu akan lebih sulit tercapai jika Demokrat bergabung dengan koalisi Prabowo. Mengingat bahwa PAN dan Golkar sama-sama mengincar posisi Cawapres.

“Dia di urut kacang terakhir karena baru masuk belakangan. Dan Prabowo lebih baik kehilangan Demokrat sekalian daripada harus mengorbankan Golkar atau PAN setelah kehilangan PKB.

“Prabowo juga sedang mencari suara, kalau Demokrat masuk, senang-senang saja,“ kata Firman.

Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat, Syarief Hasan, mengatakan bahwa saat ini Demokrat masih sangat terbuka terhadap segala alternatif. Tetapi, Majelis Tinggi masih memerlukan waktu untuk membuat keputusan terkait posisi partai menjelang Pilpres.

“Kami memerlukan waktu dan kurang tepat kalau diputuskan dalam waktu singkat. Karena ini menyangkut masalah bangsa. Jadi kita harus memilih yang terbaik,“ ujar Syarief.

Dengan pendaftaran capres dan cawapres Pemilu 2024 akan dibuka pada 19 Oktober 2023 hingga 25 November 2023, Syarief memastikan bahwa Demokrat akan membuat keputusan sebelum periode tersebut.

“Katakanlah dalam waktu seminggu atau dua minggu ke depan,“ sebutnya.

Politikus dari Fraksi PDIP, Masinton Pasaribu, mengatakan bahwa jika Demokrat niat bergabung dengan koalisi Ganjar Pranowo, maka mereka perlu mengkomunikasikannya.

Ia sebut selama ini komunikasi antara PDIP dan Demokrat cukup baik, antara Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dengan Sekjen PDIP Teuku Riefky Harsya maupun antara AHY dan Puan Maharani.

"Silakan di komunikasikan dengan partai. Komunikasikan antar-pimpinan partai," ujar Masinton. 

Dari kubu Prabowo, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman, menyatakan pihaknya terbuka jika Demokrat memutuskan untuk bergabung dengan koalisi mereka.

“Namanya partai politik menyampaikan dukungan untuk Pak Prabowo tentu kita akan sangat senang. Kami siap memperjuangkan idealismenya Pak SBY, Pak AHY serta partai Demokrat," kata Habib.

Perihal pemilihan cawapres dari Prabowo, Habib mengatakan bahwa keputusan itu berada di tangan para ketua umum partai politik yang mendukung Prabowo.

“Siapapun boleh mengusulkan, tetapi penentunya adalah secara kolektif. Secara musyawarah, para ketua umum partai politik," lanjutnya.
Pengamat: Pilpres akan berlangsung dua putaran

Peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Indikator Politik, Adam Kamil, yakin bahwa Pilpres tahun ini akan berlangsung dalam dua putaran, mengingat ada paling tidak tiga nama bakal capres yang akan maju.

“Karena saya kira berat sekali bagi Capres untuk satu putaran. Karena saya tidak melihat adanya transformasi atau perubahan mendasar dalam kegiatan partai politik,” tuturnya.

Adam menilai banyaknya calon pasangan di Pilpres kali ini dapat membawa dampak positif bagi demokrasi negara. Sebab, dengan semakin banyak pilihan pemimpin, semakin banyak pula solusi yang ditawarkan untuk berbagai persoalan yang dihadapi negara.

”Ini juga menjadi tantangan tersendiri bagi orang yang katakanlah tidak populer, tidak memiliki basis elektoral yang lebih kompetitif dibandingkan calon yang sudah ada. Mereka akan bekerja lebih keras,” kata Adam yang mengambil contoh terakhir kali putaran kedua dilaksanakan pada 2004 yang berlangsung sejak Juli hingga September.

Tetapi, sambungnya, terjadinya putaran kedua juga berarti para partai yang mengusung pasangan Capres-Cawapres gagal dalam upaya mereka untuk meraup mayoritas suara masyarakat.

Berdasarkan Pasal 6A Ayat 3 UUD, syarat bagi sebuah pasangan agar memenangkan Pilpres adalah mereka harus mendapatkan suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam Pemilu, dengan memperoleh sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia.

Jika tidak ada satu pun pasangan calon yang memenuhi syarat tersebut, maka digelar Pilpres putaran kedua.

”Mungkin belum mendapatkan cara baru atau simpul sosial masih sulit dikendalikan. Komunikasi politik masih belum berjalan,” ungkapnya.

Lebih lanjut, diselenggarakannya Pemilu dua putaran akan membuat anggaran negara semakin tergerus dan memakan waktu lebih lama dalam menentukan pemimpin bangsa.

”Jika hanya satu putaran, mungkin anggaran negara yang digunakan untuk putaran kedua bisa dialokasikan untuk sektor yang lain. Tapi kalaupun terjadi [dua putaran] itu sudah disiapkan,” ujar Adam. (*)

Tags : PKS Kukuhkan Dukungan Anies-Cak Imin, Pilpres 2024, Tiga Capres-Cawapres, Politik, Pemilu 2024,