PEKANBARU - Hutan bakau atau mangrove tengah terancam di Kabupaten Indragiri Hilir, Riau.
"Hutan bakau dan ekosistem mangrove terancam akibat permintaan pasar yang tinggi."
"Melalui kelompok masyarakat yang dibentuk akan melakukan patroli rutin di lokasi-lokasi rawan penebangan dan penangkapan ikan secara illegal khususnya di sepanjang aliran sungai anak batang yang mana juga terdapat empat hutan desa," kata Direktur Yayasan Mitra Insani (YMI), Herbet LP Herbet pada media, Selasa (26/7/2022).
Terancamnya hutan bakau akibat permintaan pasar yang tinggi akan kebutuhan kayu untuk tiang cerucuk, bahan bangunan, serta pembuatan arang bakau, katanya.
YMI dan Yayasan Pesisir Lestari (YPL) berinisiatif melakukan berbagai upaya untuk menyelamatkan mangrove.
"Saat ini kayu bakau banyak dieksploitasi untuk bahan bangunan, seperti digunakan untuk tiang cerucuk dalam pembuatan rumah, gedung dan ruko di daerah rawa dan tanah gambut," sebut Herbet LP.
Herbet mengatakan, upaya dalam mencegah ancaman tersebut YMI dan YPL membentuk kelompok masyarakat pengawas hutan mangrove dan sungai untuk mengantisipasi akan terjadi nya illegal logging oleh para oknum yang tidak bertangung jawab.
Empat Hutan Desa yang dimaksud, lanjut Herbet, yakni Hutan Desa Sungai Piyai dengan luas 299 hektar, Hutan Desa Sapat dengan luasan 4249 hektar, Hutan Desa tanjung melayu dengan luas 1369 hektar, Hutan Desa Perigi Raja seluas 1747 hektar.
"Selain itu juga, YMI memfasilitasi desa-desa untuk membuat peraturan desa tentang aturan dan larangan menebang kayu bakua secara illegal. Dengan demikian desa memiliki kekuatan untuk melindungi hutan mangrove di daerahnya," ujarnya.
Dia menyebutkan, dalam upaya melindungi hutan mangrove dari kegiatan ilegal logging di hutan mangrove itu, TNI juga melibatkan pemerintah kabupaten dan kepolisian kehutanan KPH Mandah.
"Serangkaian pelatihan bagi kelompok masyarakat pengawas yang dibentuk di setiap desa menjadi cara peningkatan kapasitas kelompok dalam melakukan pengawasan dan langkah-langkah antisipasi yang harus di lakukan," kata Herbet.
"Selain itu didalam serangkaian program dilaksanakan juga pembibitan bakau dimana nantinya akan dilakukan penanaman kembali di kawasan-kawasan yang telah terdegradasi di kawasan desa dengan kawasan mangrove kondisi kritis atau terbuka," tambahnya.
Sementara itu, Kepala Desa Pulau Cawan, Said Khairani menyambut baik program penyelematan hutan mangrove yang digagas oleh YMI dan YPL ini. Menurutnya sebelum adanya program tersebut, masih sering ditemui penebangan kayu bakau secara ilegal oleh masyarakat luar.
"Semenjak berjalannya program, kesadaran masyarakat mulai terbangun untuk menjaga mangrove di Pulau Cawan ini. Penebangan kayu bakau mulai menurun, serta peningkatan kualitas SDM, khususnya bagi kelompok masyarakat pengawas yang telah dibentuk," kata Said.
Menurutnya, ada beberapa kendala yang dihadapi pada awal berjalannya program. Kurangnya pemahaman ke masyarakat di tahap awal masih terjadi pro dan kontra dimasyarakat terkait imbauan aktivitas menggunakan mangrove. Namun berjalannya waktu mulai timbul kesadaran bahwa ini demi tujuan bersama untuk menyelamatkan ekosistem lingkungan di Pulau Cawan
"Dampak yang ada adalah penilaian dari orang luar. Kondisi udara yang berada di cawan berbeda dengan tempat lain, hal ini didukung adanya mangrove yang lebat dan terjaga. Dari segi perikanan juga hasil tangkapan nelayan selalu stabil karna adanya control dan penjagaan pada mangrove," tandasnya. (*)
Tags : Hutan Bakau dan Ekosistem Mangrove, Inhil, Hutan Bakau Terancam, Permintaan Pasar Bakau Tinggi,