Headline Sorotan   2021/08/06 13:14 WIB

'Jatuh Bangun PT TPP dalam Alih Fungsi Hutan Jadi Kebun Sawit', Benarkah Untuk Membantu Warga Memperoleh Hak Hidup?

'Jatuh Bangun PT TPP dalam Alih Fungsi Hutan Jadi Kebun Sawit', Benarkah Untuk Membantu Warga Memperoleh Hak Hidup?
Hadi sukoco, Humas CDO PT Tunggal Perkasa Plantations, kebun Air Molek, Inhu.

"Bisakah kita mengembalikan hutan yang rusak setelah diratakan dengan tanah dan dibersihkan melalui alih fungsi hutan yang berubah menjadi kebun sawit dengan alasan membantu warga memproleh hak hidup melalui berbagai program?"

etengah milenium lalu, seperti hutan-hutan menutupi sebagian besar wilayah Kabupaten Indragiri Hulu [Inhu], Riau namun hal itu berubah dengan cepat bahkan menjadi hamparan kebun sawit. Pembangunan dan peningkatan ekonomi selama puluhan tahun, ditambah perluasan pertanian, perkebunan dan penebangan kayu untuk pembuatan mebile dan kegiatan ekspor telah menyapu bersih sebagian besar hutan dan mengubah kawasan desa-desa kecil di Inhu, menjadi sebuah lansekap yang terdegradasi.

Daerah dengan iklim yang basah dan tanah yang subur itu diletakkan beberapa program penanaman hutan kembali yang umum seperti peralihan tanaman kebun kelapa sawit. Seperti perusahaan PT Tunggal Perkasa Plantation [TPP] salah satu anak perusahaan PT Astra Group yang berbasis di Jakarta itu, menempatkan karakteristik tersebut dengan membuat syarat-syarat yang ideal dan telah membangun kembali hutan yang rusak menjadi tumbuhan penompang hidup seperti kelapa sawit.

Perusahaan itu beroperasi di lingkungan alam yang tidak bisa 'menyembuhkan' diri sendiri dan masuk kewilayah-wilayah terpencil ke tempat-tempat dengan kondisi yang sulit baik dari segi cuaca, dengan musim panas, penghujan dan medan yang berat. Pada awal masuknya perusahaan ini mereka menggarap lahan yang sudah tak terurus milik pemerintah daerah dan menghujaninya dengan alat khas mereka. Membantu pembibitan pada tahun pertama di antaranya bertahan dari musim panas tanpa sistem irigasi tambahan, sungguh suatu pencapaian luar biasa untuk tanaman yang mulai dikembangkan.

Dengan lokasi penempatan usaha perkebunan sawit di dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau diatas rata-rata curah hujan selama 10 tahun terakhir (2000 – 2009) adalah 2 763.5 mm/tahun dengan rata-rata hari hujan adalah 135 hari/tahun. Sedangkan rata-rata bulan kering 1.9 bulan/tahun dan rata-rata bulan basah 9.2 bulan/tahun. PT TPP menempatkan areal perkebunan sawit diatas jenis tanah dua ordo, yang menurunkan lima subgroup, yaitu Inceptisol (Fluvaquepts, Aquic Dystrudepts) dan Ultisols (Typic, Hapludults, Typic Kanhapludults, Typic kandiudults) dengan fisiografi pada sebagian areal berbentuk flat, rolling, dan rendahan.

Sifat-sifat tanah lapisan atas dari kebun kelapa sawit PT TPP semuanya bereaksi sangat masam dengan pH-H2O (1:5) < 4.5. Keadaan tanah yang sangat masam tersebut juga disertai dengan kandungan kation-kation basa (Ca, Mg, K, dan Na) yang sangat rendah, sehingga kapasitas tukar kation (KTK) dan kejenuhan basanya (KB) juga rendah atau sangat rendah. Kemampuan tanah yang rendah dalam pertukaran kation tersebut diperburuk oleh adanya tekstur tanah yang kasar, yaitu tanah pasir (sand) atau tanah berpasir (sandy). Kandungan fosfor (P) dan Kalium (K) potensial tanah ekstrak HCl 25 % semua contoh tanah termasuk sangat rendah. Sedangkan P tersedia ekstrak Bray 1 dan K dapat ditukar bervariasi dari sangat rendah sampai sedang atau tinggi, walaupun demikian sebagian besar termasuk sangat rendah.

Awal sejarah PT Tunggal Perkasa Plantations

Pada awal sejarahnya tahun 1918 terdapat tiga perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan dengan luas lahan 28.000 ha yang berada di Air Molek, Riau. Perusahaan tersebut adalah NV Cultur Maatachappij Indragiri milik Swiss, Indragiri Rubber Limited (IRL) dan Klawat Syndicate yang merupakan joint venture antara perusahaan Inggris dengan Strut Company Malaysia.

Ketiga perusahaan tersebut dinasionalisasikan oleh pemerintah Republik Indonesia (RI) pada tahun 1963 dan pengelolaannya diserahkan kepada PT Perkebunan Indragiri (PT PI) yang kemudian dilikuidasi kembali oleh pemerintah RI dan diserahkan kepada PT Kulit Aceh Raya Kapten Markam (PT Karkam). Pada tahun 1964 PT Karkam diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Setelah itu, pada tahun 1966 - 1968 perkebunan tersebut diserahkan kepada PT Aslam Karkam II (PT Askar II) dan pada tahun 1968 - 1969 perkebunan tersebut diserahkan kembali kepada PT Perkebunan Indragiri.

Kemudian tahun 1969 - 1971 perkebunan PT Karkam dilikuidasi kembali oleh Pemerintah RI dan diserahkan kepada PT Berdikari Jakarta dengan status Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pada tahun 1971, PT Berdikari diserahkan kepada pemilik lama yaitu IRL – CMI (PT Plantagen) yang berpusat di Zurich, Swiss serta Klawat Syndicate dan diubah namanya menjadi PT Indragiri Raya. Setelah memasuki tahun 1973 masa kontrak PT Indragiri Raya telah habis sehingga PT Indragiri Raya dinasionalisasikan oleh pemerintah Indonesia melalui Departemen Pertanian pada tahun 1973, dan arealnya dibagi menjadi: (1) PTP IV seluas 11 228 ha, (2) NES II seluas 2 063 ha, (3) perluasan desa seluas 604 ha, dan (4) PT Tunggal Investment seluas 9 799 ha.

Tahun 1975 PT Tunggal Investmen mulai beroperasi dengan komoditi olah berupa karet dan kelapa sawit. Pada tahun 1979 nama PT Tunggal Investmen diubah menjadi PT Tunggal Perkasa Plantations (PT TPP ). Pada bulan September 1983, Astra Group masuk dalam PT TPP, dan sejak saat itu PT TPP hanya memfokuskan perusahaan pada pengolahan kelapa sawit dengan kapasitas produksi 70 ton/hari. Sadang Mas yang merupakan joint venture antara Salim Mas Group dan Sinar Mas Group juga ikut ambil bagian dalam PT TPP dan kapasitas pabrik ditingkatkan menjadi 30 ton/jam.

Lalu pada bulan Juni 1991, Astra Group melalui PT Astra Agro Niaga membeli 100 % saham, sehingga sekarang PT TPP resmi dimiliki secara total oleh Astra Agro Niaga. Pada tahun 1998, PT Astra Agro Niaga, sebagai holder PT Tunggal Perkasa Plantations mencatatkan sahamnya pada Bursa Efek Jakarta dan namanya diubah menjadi PT Astra Agro Lestari Tbk.

Secara geografis PT Tunggal Perkasa Plantations [PT TPP] berada antara 0°22’12” - 0°12’36” Lintang Selatan dan antara 102°9’36” - 102°19’48” Bujur Timur. PT TPP terletak di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Lirik dan Kecamatan Pasir Penyu dengan batas-batas wilayah: sebelah barat berbatasan dengan Desa Sungai Lala dan Jati Rejo, Kecamatan Sungai Lala; sebelah timur berbatasan dengan Desa Sungai Sagu, Desa Sungai Karas Desa Japura Kecamatan Lirik, Desa Kongsi Empat Kecamatan Pasir Penyu; sebelah utara berbatasan dengan Desa Radang Seko, Desa Banjar Balam Kecamatan Lirik, serta sebelah selatan yang berbatasan dengan Desa Kembang Harum, Desa Air Molek Kecamatan Pasir Penyu.

Sampai hariini PT Tunggal Perkasa Plantations (PT TPP) yang merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri perkebunan kelapa sawit yang berada di bawah naungan PT Astra Agro Lestari, Tbk. Produk utama yang dihasilkan adalah minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan inti sawit (kernel). PT TPP yang terletak di Kecamatan Pasir Penyu, Inhu, Riau itu memiliki areal kebun kelapa sawit dengan luas Hak Guna Usaha (HGU) sebesar 14 935.40 ha dengan areal tanam seluas 14 153.56 ha dan memiliki pabrik pengolahan Crude Plam Oil (CPO) dan kernel dengan kapasitas olah 60 ton/jam dan telah memperkerjakan 3 016 orang karyawan yang terdiri atas 50 orang staf, 482 orang karyawan bulanan, 1 045 karyawan harian tetap, dan 1 439 karyawan harian lepas.

Hak Guna Usaha [HGU] perusahaan ini luasnya 14 935.40 ha dengan areal tanam seluas 14 153.56 ha yang terbagi atas lima kebun, yaitu Kebun Sei Sagu 3 234.88 ha, Kebun Sei Meranti 3 029.79 ha, Kebun Sei Lala 3 377.48 ha, Kebun Redang Seko 4 511.46 ha, dan kebun Plasma KKPA (Kredit Koperasi Primer Anggota) 1 393.02 ha da memiliki pabrik pengolahan crude palm oil (CPO) dan kernel dengan kapasitas 60 ton/jam.

'Jatuh Bangun perusahaan'

Dalam perjalananya, perusahaan TPP mengembangkan komuditi kelapa sawit intinya membantu warga memproleh hak hidup melalui alih fungsi hutan dengan kebun sawit, tetapi tak lepas berbagai konflik tanah masyarakat. Perlawanan dari masyarakat yang tak mengerti dengan maksud serta tujuan program yang diluncurkan perusahaan justru dituduhkan oleh petani terkait tanahnya yang dirampas oleh PT TPP di Desa Air Molek, Kecamatan Pasir Penyu, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Para pelaku seperti pemilik perusahaan, karyawan perusahaan, masyarakat yang tanahnya dirugikan, tokoh adat, anggota DPRD dan lembaga swadaya masyarakat [LSM] pun tersita perhatiannya terhadap berbagai persoalan di daerah mencuat bagaikan menggetarkan seluruh sentaro bumi yang dikenal mayoritas berpenduduk Melayu itu.

Gambaran-gambaran tempo dulu dari kehidupan masyarakat yang tanahnya dirampas oleh PT TPP kian hari kian memprihatinkan. Hal itu ditandai dengan tidak mampunya masyarakat untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Untuk mencukupi kebutuhan mereka tersebut pun terkadang mereka melakukan aksi pencurian buah sawit milik PT TPP. Masyarakat bukan saja hanya berdiam diri, sudah banyak cara yang mereka lakukan untuk mengambil kembali tanah mereka yang sudah dirampas. Upaya atau perlawanan yang dilakukan ada yang bersifat tertutup dan ada yang bersifat terbuka.

Sepanjang Orde Baru hingga Reformasi, masyarakat lebih melakukan aksi perlawanan yang bersifat tertutup. Hal ini dikarenakan masyarakat tidak ingin terlacak oleh perusahaan dan pemerintah. Untuk menutupi jejak mereka, lantas mereka melakukan aksi-aksi pencurian, mogok kerja, dan pembakaran lahan kebun. Setelah Reformasi, perlawanan yang dilakukan masyarakat cenderung bersifat terbuka. Hal tersebut ditandai dengan di tahun 1999, masyarakat mulai berani melakukan aksi demonstrasi. Hingga puncaknya di tahun 2013, saat HGU PT TPP di wilayah Kecamatan Pasir Penyu telah habis masa berlakunya.

Untuk menuntut hak mereka kembali, banyak upaya yang sudah dilakukan. Demonstrasi hingga bentrokan sudah dirasakan oleh masyarakat sepanjang tahun 2013 itu. Akan tetapi, segala perjuangan yang dilakukan oleh masyarakat untuk menuntut haknya kembali sia-sia belaka. HGU PT TPP yang menjadi objek konflik diperpanjang kembali oleh BPN-RI. Bahkan untuk mempertanyakan kebenaran HGU tersebut, masyarakat membawa permasalahan ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Hasilnya, masyarakat dikalahkan bahkan sampai tiga kali di Pengadilan. Masyarakat lagi-lagi harus menanggung beban hidup yang kian hari kian memberatkan. 

Perusahaan kelapa sawit kerap mengalami konflik di lapangan dengan masyarakat terkait pengelolaan lahan konsesi di berbagai daerah perkebunan sawit di Indonesia. Carut marut gambaran ditubuh perusahaan ini, Humas dan CDO PT TPP Hadi Sukoco saat dikonfirmasi lewat ponselnya tidak ingin menjawab, namun menurut Kepala Humas PT Astra Agro Lestari Grup Tbk Tofan Mahdi menanggapi konflik-konflik di daerah itu tidak murni untuk kepentingan masyarakat, tapi justru konflik itu berpotensi membonceng kepentingan pihak lain, termasuk pihak asing.

Tofan Mahdi  menilai, ada upaya untuk menghambat perkembangan investasi sawit di Indonesia dengan cara menghalangi perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU). Dia menjelaskan, posisi Indonesia sebagai produsen terbesar minyak sawit di dunia karena memiliki perkebunan sawit yang luas merupakan modal yang menjanjikan. Sebab, perkebunan sawit di sejumlah daerah turut menggerakkan perekonomian daerah baik itu dalam bentuk membuka lapangan kerja, membangun infrastruktur dan memberdayakan masyarakat setempat. Itu sebabnya, "Kita juga harus mewasdapai bahwa di balik konflik-konflik yang muncul itu, karena bisa saja ditopang kepentingan bisnis tertentu," ujar Tofan didepan media belum lama ini.

Tofan menjelaskan PT Tunggal Perkasa Plantations (PT.TPP) yang terletak di Riau anak usaha dari PT Astra Agro Lestrari Group (PT AAL Tbk) yang pernah izin HGU nya dipermasalahkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Indragiri Hulu (Pemkab Inhu), Provinsi Riau telah diselesaikan. Izin perpajangan HGU TPP telah dikeluarkan sehingga, TPP dapat beroperasi seperti sediakala. Selain itu, Tofan mengatakan perkebunan kelapa sawit milik TPP telah mengantongi sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).  

Pemkab Inhu mengklaim adanya kelebihan lahan seluas 1.108 hektare (ha) dari luas areal HGU yang dikantongi PT TPP dari luas izin HGU kedua yang dikantongi seluas 3.627 ha. Tapi setelah diukur ternyata luasnya 4.735 ha. Perusahaan pun seakan berang atas kampanye negatif terkait isu yang dihembuskan sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang memberi cap negatif atas perkebunan sawit di Inhu itu yang tidak ramah lingkungan. Malah sebaliknya perusahaan menilai semua itu syarat dengan kepentingan pihak tertentu yang memberi modal kepada beberapa LSM.

'Penertiban yang setengah-setengah'

Satuan Tugas (Satgas) Terpadu Penertiban Penggunaan Kawasan Hutan dan Lahan Secara Ilegal bentukan Pemprov Riau lantas memunculkan peraturan untuk penertiban terhadap beberapa perusahaan kebun kelapa sawit yang menggunakan lahan ilegal. Dalam perjalannya Satgas menemukan 5 perusahaan yang terindikasi tidak mengantongi izin di Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), Indragiri Hulu dan Kampar.

Bahkan dari data yang ada, sebagian lahan kebun kelapa sawit milik PT Tunggal Perkasa Plantation di kawasan Pasir Penyu Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) terindikasi berada dalam kawasan Hutan Produksi yang bisa diKonversi (HPK). Kalau dihitung-hitung, luasannya mencapai 10.385,59 hektar. Humas PT Tunggal Perkasa Plantation, Hadi Sukoco mengatakan, luas Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan itu mencapai 14 ribu hektar. Dia mengklaim tidak ada kelebihan HGU di lahan itu. "HGU kami sudah ada sejak tahun 1913 dan sudah beberapa kali perpanjangan (HGU),” katanya.

Hanya saja saat ditanya apakah benar sebahagian luasan lahan HGU tadi terindikasi berada di HPK dan belum mendapat izin pelepasan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Hadi memilih tidak mau berkomentar. "Kalau soal itu, yang mengerti bagian legal kami. Saya hanya bidang teritorial," ujarnya.

Perusahaan tempat Hadi bekerja adalah Anak Perusahaan (AP) Astra Group. Beberapa tahun lalu, sempat terjadi konflik lahan antara masyarakat dan perusahaan itu. Wakil Gubernur Riau, Edy Nasution mengatakan, Satgas terpadu yang di dalamnya juga tergabung Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau, sedang memonitoring lahan-lahan perusahaan ilegal dan yang berada dalam kawasan hutan. “Kita sudah menurunkan tim sebagai mata dan telinga untuk mendapatkan data akurat di lapangan. Data awal 99,9 persen sudah benar,” kata Edy.

Menurut Edy, penertiban kawasan ilegal, sesuai instruksi Presiden Jokowi. Perusahaan yang tidak memiliki izin akan ditindak tegas. "Baik itu izinnya bodong atau memang tak memiliki izin sama sekali. Kita sikat habis, karena sudah merugikan negara," tegas mantan Danrem 031 Wirabima ini. Edy kemudian merinci, Satgas yang dibikin oleh Pemprov Riau tadi dibagi menjadi dua tim, masing-masing tim beranggotakan 40 orang. Tim itu sedang bekerja di lapangan untuk mengumpulkan bahan dan keterangan. Saat ditanyai perusahaan mana saja yang diduga ilegal, Edy masih merahasiakan.

Carut marut ditengah perusahaan

Dalam perjalanan pengembangan usaha perkebunan perusahaan yang tak lepas 'menggunakan kawasan hutan' di Kecamatan Lirik dengan membuka kebun sawit seluas 2.000 ha disebutkan PT TPP menggunakan melalui Koperasi Sawit Redang Seko sudah berlangsung sejak tahun 1999 lalu. Pembangunan kebun sawit tersebut didasarkan atas SK Bupati Inhu nomor: 91/460-IHI/V/1999 tanggal 19 Mei 1999 yang ditandatangani oleh H. Ruchiyat Saefuddin memberikan izin membuka tanah atas nama anggota Kelompok Tani Koperasi Redang Seko seluas 2.000 hektar.

Namun kritikan masyarakat setempat dari luas areal tersebut ada 1.362 hektar areal yang dijadikan sebagai kebun sawit pola KKPA oleh PT TPP berada dalam kawasan hutan. Masa Suseno Adji menjabat Kepala Dinas Kehutanan Inhu juga tidak menampik kalau areal yang dijadikan kebun sawit oleh Koperasi Redang Seko bekerjasama dengan PT TPP berada dalam kawasan hutan. Sebagai salah satu bukti berdasarkan peta kawasan hutan Propinsi Riau lampiran keputusan Menteri Kehutanan nomor: 173/kpts-II/1986 areal koperasi sawit Redang Seko sebagian besar berada pada Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Produksi Tetap (HPT) dan sebagian kecil berada pada areal pengggunaan lain (APL).

Suseno Aji mengatakan perusahaan itu belum memiliki pelepasan kawasan hutan terhadap areal Koperasi sawit redang seko dari Menteri Kehutanan. Itu lah sebabnya areal kawasan tersebut tidak mungkin bisa dibagi-bagikan kepada masyarakat untuk mendapatkan kebun sawit sebelum ada pelepasan kawasan hutan. Lantas pihaknya juga pernah meninjau kembali lokasi areal kebun sawit koperasi sawit redang seko bersama dengan tim pemkab Inhu dan melakukan pengukuran dilapangan sesuai peta kawasan hutan yang memastikan hamper semua areal koprasi sawit redang seko masuk kawasan hutan.

Solusi yang bisa dilakukan menurut Seno, agar sawit bisa dinikmati masyarakat adalah mengurus pelepasan kawasan kepada Menteri, tentu beradasarkan titik kordinat yang ada dapat diketahui mengapa terjadinya perambahan kawasan hutan, apakah memang salah pengembangan dari izin yang ada atau memang ada permasalahan lain. Sebenarnya, kata Suseno pengukuran ulang terhadap areal plasma kebun sawit pola KKPA PT. TPP sudah dilakukan Kanwil BPN Riau tahun 2005 lalu. Melalui surat nomor: 600/949/IX/2005 tanggal 16 September 2005 disebutkan sehubungan dengan pengukuran ulang, maka lahan plasma dapat diproses lebih lanjut apabila PT. TPP sudah memperoleh pelepasan hutan dari Departemen Kehutanan.

Selain pembangunan kebun sawit dalam izin 2.000 hektar yang berada dalam kawasan hutan seluas 1.362 hektar, ternyata areal yang dijadikan kebun sawit Pola KKPA oleh PT. TPP seluas 299,5 hektar lagi berada dalam wilayah kabupaten Pelalawan. Sedangkan areal seluas 414,25 hektar yang dibangun kebun swit oleh PT TPP berada di dalam HGU PT Gandaerah Hedana, sehingga semua lahan KKPA yang ada saat ini masih bermasalah.

Selain itu perusahaan telah melanggar SK Bupati Inhu terkait program pola kemitraan dengan warga disekitar perusahaan. Bahkan berakhir tak kunjung direalisasikannya pada masyarakat lahan kebun sawit kepada kelompok tani (Koptan) yang anggotanya berasal dari Desa Jati Rejo, Desa Serumpun Jaya dan Desa Sungai Air Putih. Surat Keputusan Bupati Indragiri Hulu Nomor Kpts: 520/IX/2019 tentang penetapan nama nama peserta kemitraan PT TPP yang tergabung dengan kelompok tani (Koptan) terdiri Desa Jati Rejo, Desa Serumpun Jaya Kecamatan Pasir Penyu dan Desa Sungai Air Putih Kecamatan Sungai Lala Kabupaten Indragiri Hulu sudah ditetapkan pada tanggal 16 September 2019, kata H Jumian selaku Kordinator Poktan di Airmolek.

Koptan yang terdiri dari 3 desa itu masih mengharapkan kebaikan perusahaan, semenjak SK Bupati diterbitkan belum ada sinyal dari TPP akan direalisasikannya kebun yang dijanjikan kepada Poktan. Cerita Jumian, awalnya ada kesepakatan melalui rapat bersama untuk penyelesaian sengketa lahan antara masyarakat Kecamatan Pasir Penyu dan Kecamatan Sungai Lala pada tanggal 29 Januari 2014 dan tanggal 2 April 2014 dengan Ketua PAP DPD RI, Direktur Konflik BPN RI, Ketua DPRD Kab Inhu, Sekda Kab Inhu, Direktur PT TPP serta Perwakilan Tokoh Masyarakat, Ketum LSM LP5SBI dan Kades Jatirejo. Seharusnya perusahaan sudah menyerahkan lahan kepada Koptan yang seluas 400 ha dimaksud dalam kondisi tanaman yang sesuai dengan standar perekebunan kelapa sawit.

Sampai-sampai kordinator poktan melakukan pertemuan menyikapi keterlambatan realisasi penyerahan lahan tersebut dengan pihak menajemen PT TPP melalui CDO/Humas (Hadi Sukoco). Dalam pertemuan di Cafee Wayang Supermaket Mini Berkah Kelurahan Kembang Harum Kecamatan Pasir Penyu Kabupaten Inhu yang disaksikan oleh Kepala Desa Serumpun Jaya dan Kepala Desa Jatirejo. Dalam pertemuan itu Hadi Sukoco berjanji akan melakukan pembersihan lahan seperti pembuatan kanal dan pencucian kanal, penyisipan kelapa sawit yang rusak dan leandclearing pada bulan Januari 2020 lalu.

Lagi-lagi perusahaan ingkar janji untuk menyikapi hal tersebut, lantas Kordinator Koptan (H Jumian) yang didampingi Presiden Direktur LSM LP5SBI (Banteng YP) melakukan audensi dengan pemdakab Inhu yang difasilitasi oleh Sekda, H Hendrizal dan Kabag Tapem, R Fahrurrozi pada tanggal 12 Februari 2020 itu intinya Pemkab Inhu memanggil kembali ADM dan CDO/Humas TPP. Administratur (ADM) melalui CDO/Humas PT TPP Hadi Sukoco dalam menanggapi soal kemitraan kebun yang arealnya di Desa Redang Seko belum direalisasikan ini belum bisa menjawab. 

Berbagai persoalan dialami perusahaan terus terjadi, seperti kisruhnya tuntutan lahan kebun kelapa sawit PT TPP setelah sebelumnya warga sebelas desa di Kecamatan Pasirpenyu mematok areal kebun perusahaan oleh warga Desa Lubukbatu Tinggal, Kecamatan Lubukbatu Jaya yang berujung melakukan aksi menduduki lahan PT TPP. Aksi pendudukan lahan perusahaan dilakukan pasca pengukuran ulang pada November 2012 lalu yang menindaklanjuti tuntutan warga atas lahan yang dijadikan kebun sawit oleh perusahaan sejak 1987.

Dimana areal seluas 1.108 hektar yang saat ini masih 'dikuasai' perusahaan di desa Lubukbatu Tinggal berada di luar HGU PT TPP. "Warga sudah dua kali diajak rapat di kantor bupati. Terakhir Januari 2013 lalu. Dalam rapat itu dinyatakan ada kelebihan lahan seluas 1.108 hektar yang berada di luar HGU PT TPP," kata Kepala Desa Lubukbatu Jaya, Masrullah pada waktu itu.

Rapat di kantor Pemda Inhu dipimpin, Yopi Arianto masa menjabat Bupati Inhu itu menindak lanjuti kelebihan lahan PT TPP dan menyampaikan berjanji akan mengambil alih areal tersebut dan mengatur pengelolaannya agar lahan tersebut dapat diserahkan kepada warga Desa Lubukbatu Tinggal. Namun, janji Bupati yang dinanti warga tak kunjung berjalan mulus. 

Pemkab Inhu hanya konsentrasi mengurus tuntutan warga Pasir Penyu hingga ke pemerintahan pusat seperti ke Kemenko Polhukam, sedangkan mengenai tuntutan warga Lubukbatu Tinggal yang jelas jelas menuntut lahan yang bukan di dalam areal HGU PT TPP tidak ditindaklanjuti. Untuk itu warga telah sepakat untuk melakukan aksi menguasai kebun diluar HGU PT TPP yang berada di Desa Lubukbatu Tinggal dengan aksi pematokan lahan.

'Aksi berbalik yang dilakukan perusahaan'

Berbagai aksi ketegangan antara perusahaan PT TPP dengan masyarakat setempat baik mencuatnya soal HGU, program KKPA bahkan hingga peristiwa adanya penyerobotan lahan warga tidak lantas 'didiamkan' begitu saja oleh perusahaan. Ini didasarkan perusahaan melihat lahan dalam dunia bisnis kini semakin merasakan pentingnya berbagi dan memiliki kepedulian.

Walau awalnya kerangka kepedulian ini banyak yang merasakannya sebagai sebuah 'keterpaksaan', kini tidak sedikit yang menyadari ada sejumlah nilai posistif yang akan kembali ke perusahaan. Kepedulian yang dilakukan perusahaan seringkali kini identik dengan istilah Corporate Social Responsibility [CSR].CSR kini semakin menjadi isu penting di dunia bisnis dan semakin marak diterapkan perusahaan. Menguatnya terpaan prinsip good corporate gorvernance telah mendorong CSR semakin menyentuh ”jantung hati” dunia bisnis ini sudah ditegaskan dalam UU PT No.40 Tahun 2007 yang sudah disahkan DPR.

PT TPP dalam menjalankan roda usaha tentang bisnisnya tidak hanya mengejar keuntungan semata (profit), dimana tujuan utama korporasi adalah memperoleh profit semata. Sebaliknya, konsep triple bottom line (profit, planet, people) semakin masuk ke mainstream etika bisnis. Perusahaan mengidentifikasi enam pilihan program bagi untuk melakukan inisiatif dan aktivitas yang berkaitan dengan berbagai masalah sosial sekaligus sebagai wujud komitmen dari tanggung jawab sosial perusahaan. Keenam inisiatif sosial yang bisa dieksekusi oleh perusahaan itu seperti:

  1. Cause Promotions dalam bentuk memberikan kontribusi dana atau penggalangan dana untuk meningkatkan kesadaran akan masalah-masalah sosial tertentu seperti, misalnya, bahaya narkotika.
  2. Cause-Related Marketing bentuk kontribusi perusahaan dengan menyisihkan sepersekian persen dari pendapatan sebagai donasi bagi masalah sosial tertentu, untuk periode waktu tertentu atau produk tertentu.
  3. Corporate Social Marketing di sini perusahaan membantu pengembangan maupun implementasi dari kampanye dengan fokus untuk merubah perilaku tertentu yang mempunyai pengaruh negatif, seperti misalnya kebiasaan berlalu lintas yang beradab.
  4. Corporate Philantrophy adalah inisitiatif perusahaan dengan memberikan kontribusi langsung kepada suatu aktivitas amal, lebih sering dalam bentuk donasi ataupun sumbangan tunai.
  5. Community Volunteering dalam aktivitas ini perusahaan memberikan bantuan dan mendorong karyawan, serta mitra bisnisnya untuk secara sukarela terlibat dan membantu masyarakat setempat.
  6. Socially Responsible Business Practices, ini adalah sebuah inisiatif di mana perusahaan   mengadopsi dan melakukan praktik bisnis tertentu serta investasi yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas komunitas dan melindungi lingkungan.

Perusahaan menjalankan CSR nya dalam persaingan pasar yang kian kompetitif, juga memberikan citra perusahaan terkait isu lingkungan. Dalam program CSR nya juga membantu dalam perekrutan karyawan baru. Bagi staf lama dapat meningkatkan persepsi, reputasi dan dedikasi dalam bekerja. PT TPP menyadari dari awal bahwa reputasi perusahaan yang dibangun bertahun-tahun itu bisa runtuh dalam sekejap oleh skandal korupsi, kecelakaan karyawan, atau kerusakan lingkungan. Dengan melihat perkembangan yang ada, perusahaan juga mulai memiliki pandangan positif terhadap CSR.

Pandangan ini bergeser dari cara pandang underestimate bahkan ke overestimate. Pandangan perusahaan terhadap CSR kian lebih positif, bahkan terkadang overestimate. Seakan-akan CSR adalah panacea yang bisa menyembuhkan penyakit apa saja.Keberhasilan pengelolaan CSR ini pun sukses yang dianggap menguntungkan sebuah perusahaan harus benar-benar dicermati secara empiris, namun benarkah CSR bisa berlaku universal. Karena lewat sejumlah peristiwa yang ada di perusahaan itu, ternyata bukti-bukti empiris yang ada menunjukan bahwa kesuksesan pengelolaan CSR juga ternyata ada pada kondisi-kondisi tertentu saja. 

'Strategi perusahaan'

Bukan saja program-program CSR yang dilontarkan oleh perusahaan PT Tunggal Perkasa Plantations anak perusahaan PT Astra Argo Lestari (AAL) yang ada ditengah masyarakat sekitar perusahaan, melainkan perusahaan juga mencatat kinerja positif dan meraih sejumlah prestasi sepanjang semester pertama 2020. CDO dan Humas PT TPP, Hadi Sukoco pernah mengatakan raihan produktivitas tandan buah segar sawit yang menyentuh angka sekitar 1.000 ton/hari selama pandemi menerima buah sawit menjadi prestasi manis yang mengawali tahun ini. "Angka produktivitas itu selama pandemi corona merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah PT TPP," kata Hadi Sukoco melalui sarana WhatsApp [WA] nya belum lama ini.

PT TPP turut berhasil menyabet sejumlah penghargaan prestisius dari Holding Perkebunan, melalui unit Kebun Air Molek. Unit kerja dengan komoditas perkebunan sawit yang ada di Kabupaten Inderagiri Hulu [Inhu], Riau tersebut, didasarkan pada kinerja operasional. Diantaranya meliputi capaian produksi atas rencana tahunan, komitmen, produktivitas, mutu produk dan indikator lainnya, pada semester pertama 2020, TPP menjadi kebun sawit terbaik pertama di lingkungan Group Astra diseluruh Indonesia.

TPP tidak hanya menjadi kebun sawit terbaik di lingkungan perkebunan negara, perusahaan juga berhasil mengukir prestasi untuk komoditas pupuk kompos, TPP juga menempatkan diri sebagai posisi terbaik di antara seluruh perkebunan sawit, yang ada dilingkup gorup Astera perusahaan besar swasta. Selanjutnya, pabrik kelapa sawit (PKS) yang juga berlokasi di kabupaten Inhu, turut berhasil mengukir nama menjadi PKS terbaik di seluruh PKS Holding perusahaan. Untuk mengukir nama menjadi PKS terbaik perbaikan, penerapan standar operasional yang terus melakukan implementasi SOP 100% (hijau) di semua lini/bagian. Sedangkan teknologi yang dipakai untuk meningkatkan efektifitas pabrik tetap memanfaatkan teknologi dengan pelaporan tepat waktu di setiap stasiun dan mesin dengan sistem on line ke pusat sehingga setiap ada masalah bisa dipantau setiap jamnya dan cepat diberikan solusi perbaikannya.

Seluruh prestasi itu, kata Hadi Sukoco menjadi cerminan bahwa perusahaan terus mengedepankan perbaikan, penerapan standar operasional ketat serta mengutamakan keakuratan data. Keakuratan data menjadi hal yang sangat diperhatikan PT TPP sehingga baru-baru ini perusahaan mengembangkan data berbasis teknologi untuk meningkatkan efektifitas pengawasan. "Perusahaan senantiasa meletakkan perbaikan untuk perubahan menjadi landasan tata nilai yang dianut. Pelaksanaan SOP secara ketat, tansparansi dan keakuratan data," tuturnya.

Perusahaan ini dikaui juga menerapkan strategi berupa pemberian penghargaan dan sanksi atau "reward and consequence" guna mendorong perusahaan untuk terus menghasilkan kinerja terbaik. Penerapan SOP selalu diaudit oleh bagian inspektorat untuk memastikan SOP dijalankan sebagaimana yang diharapkan. Selain itu perusahaan juga memberi reward/hadiah untuk karyawan berprestasi dan memberikan punishme bagi yang melanggar.

Namun perusahaan perkebunan yang tergolong cukup lama beroperasi di Kabupaten Inhu, Riau ini selain kiprahnya cukup dikenal dengan tatatertib yang ketat, penghargaan dari Holding Perkebunan, juga mengukir prestasi dengan meraih tiga penghargaan prestisius dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] Riset, seperti Proper Peringkat Biru, Sertifikat HACCP, dan Sertifikat ISPO.

Alhasil, sepanjang semester pertama tahun 2020 yang diselimuti Pandemi Covid-19 ini, PT TPP menjadi perusahaan perkebunan yang protasnya memenuhi rencana kerja perusahaan atau RKP. Menyinggung tentang teknologi yang dipakai untuk meningkatkan efektifitas pabrik, Hadi Sukoco menjelaskan dengan memanfaatkan teknologi pelaporan tepat waktu di setiap stasiun dan mesin dan sistem on line ke pusat sehingga setiap ada masalah bisa dipantau setiap jamnya dan cepat diberikan solusi perbaikannya.

Hadi Sukoco mengaku bangga dengan segenap prestasi yang diraih perusahaan, termasuk prestasi Kebun di Air Molek. Dia yakin bahwa penghargaan itu merupakan rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa kemudian buah kerja keras dan komitmen seluruh karyawan dan manajemen Kebun bertahun lamanya. "Ini perjuangan panjang, tidak sebulan dua bulan, tidak juga setahun dua tahun, namun berpuluh tahun lamanya mulai dari penanaman, perawatan hingga panen. Pimpinan kita di TPP sangat bangga dengan prestasi ini," kata dia.

Segenap karyawan PT TPP berharap prestasi ini menjadi pelecut dan motivasi bagi segenap karyawan serta manajemen Kebun Air Molek terbaik untuk tetap bisa mempertahankan kinerja positif serta berbuat lebih baik di masa mendatang. "Dalam kesempatan hari-harinya pimpinan terus berpesan agar tetap melaksanakan protokol kesehatan yang telah diterapkan secara ketat di perkebunan Air Molek sebagai langkah untuk mencegah, menangani dan memutus mata rantai penyebaran Covid-19 di lingkungan perusahaan."

Perusahaan telah menerbitkan regulasi ketat berupa pembatasan dan pemeriksaan akses keluar masuk perusahaan, hingga menyediakan fasilitas-fasilitas pencegahan seperti tempat cuci tangan, disinfektan chamber, penyemprotan disinfektan serta pemberian masker, vitamin, dan obat-obatan bagi seluruh karyawan. Sepanjang semester pertama tahun 2020 yang diselimuti Pandemi Covid-19 ini. Perusahaan juga disebutkannya memenuhi kemajuan sesuai rencana kerja secara operasional masih belum terpengaruh dengan adanya pandemi covid. Sedangkan penerapan protokol kesehatan dilingkungan pabrik perusahaan membuat SOP pencegahan dan penanganan covid internal perusahaan. 

Menyikapi tentang kewajiban membangun kebun plasma bagi masyarakat paling rendah seluas 20 persen dari luas areal kebun yang diusahakan oleh perusahaan dan melaksanakan tanggungjawab sosial serta lingkungan ini sesuai surat edaran Kepala BPN RI No. 2/SE/XII/2012, Hadi Sukoco belum bisa menjawabnya. Namun seperti disebutkan Kepala Bagian Administrasi Pemerintahan Umum Setda Inhu, Hendry setiap perusahaan perkebunan yang mengajukan permohonan HGU termasuk perpanjangan atau pembaharuan wajib membangun kebun plasma paling rendah seluas 20 persen dari luas areal kebun yang diusahakan oleh perusahaan dan melaksanakan tanggungjawab sosial serta lingkungan. "Apabila disekitar lokasi perkebunan tidak terdapat masyarakat petani calon penerima kebun plasma, perusahaan tetap berkewajiban membangun kebun plasma sampai adanya masyarakat petani calon penerima kebun," ujarnya.

Menurutnya, kewajiban membangun kebun plasma dibuktikan dengan pernyataan kesanggupan membangun kebun plasma dalam bentuk akta notaris, dan dilampirkan pada saat mengajukan permohonan HGU. Panitia B dari unsur Pemkab Inhu yakni Asisten Pemerintahan dan Kesra Setda Inhu sampai saat ini belum menandatangani Berita Acara perpanjangan HGU PT TPP. Hal ini disebabkan karena perusahaan belum memenuhi tuntutan dari masyarakat. "Tidak menuntut pun masyarakat, PT TPP wajib membangun kebun plasma dan melaksanakan tanggungjawab lingkungan dalam bentuk CSR," tegasnya.

Mungkinkah hutan yang rusak dapat dikembalikan?

Kembali menyoal tentang adanya hutan yang tersebar di wilayah Indragiri Hulu yang rusak baik secara sengaja ataupun tidak oleh berbagai kepentingan korporasi seiring kehidupan yang terjadi di daerah itu, tampaknya untuk mengembalikan lahan hutan yang sudah rata dengan tanah bahkan berganti dengan kebun sawit sepertinya mustahil dilakukan, perbaikan tanah, pembubuhan dan rancangan konfigurasi pohon sesuai tapak memang mungkin saja dilakukan, tetapi akan memakan waktu hingga puluhan tahun bahkan ratusan tahun.

Hutan sebagian di daerah-daerah sudahpun berubah, namun bagian dari gerakan global yang dilakukan sejumlah organisasi untuk mencoba menyelamatkan kawasan yang terdegradasi atau terdeforestasi, dari dataran rendah tropis yang subur hingga perbukitan kering di kawasan sedang terus mencuat. Terdorong oleh hilangnya keragaman hayati dan perubahan iklim, beberapa kelompok-kelompok pemerhatian lingkungan mencoba mendorong batasan-batasan yang menghalangi upaya untuk menghidupkan kembali hutan.

"Ini bukan masalah teoretis. Ini memerlukan insentif yang tepat, pemangku kepentingan yang tepat, analisa yang tepat dan modal yang cukup, tapi ini bisa dilakukan," kata Dr Elviriadi, M.Si, pakar lingkungan hidup Riau dalam menanggapi banyaknya hutan di Riau yang kini berangsur telah rusak dan hilang bahkan berganti dengan tanaman keras [kebun sawit] yang dinilai lebih menguntungkan secara ekonomis itu.

Bagaimana faktor-faktor tadi berpadu dalam proyek tertentu - dan apakah menyelamatkan hutan yang sudah rata dengan tanah adalah hal yang memungkinkan - tergantung pada ekosistem jenis apa yang dipilih, sebut Elviriadi lagi. Namun hutan-hutan yang ada di Riau berbeda dengan hutan pinus di Texas yang tengah dalam proses pemulihan pasca kebakaran hutan. Itu juga berbeda dengan hutan kayu boreal yang terhampar di sebagian besar wilayah Swedia. Masing-masing memiliki faktor berbeda untuk program penghijauan kembali dan memiliki kebutuhan khusus yang juga berbeda satu sama lain.

Dr Elviriadi, M.Si juga mengkhawatirkan proses penggurunan yang semakin cepat terjadi. Jika tidak ingin lebih mengalami kerusakan yang dahsyat para pemerhati lingkungan dan yang terkait harus berfokus dalam upaya untuk mengembalikan sebuah ekosistem, maka harus bisa dilakukan bekerjasama dengan organisasi-organisasi yang tak mengharapkan uang. Seperti dilakukannya penanaman kembali lahan di seluruh areal yang rusak, semangat perusahaan pun dalam sebuah upaya global untuk mengembalikan kawasan hutan yang terdeforestasi dan terdegradasi juga harus bisa dilakukan demi menyelamatkan lebih luas areal yang rusak. "Hal menjadi acuan kerja yang dapat dilakukan termasuk target-target proses rehabilitasi hutan yang kehilangan kerapatannya atau tampak lemah dan upaya penyembuhan hutan yang benar-benar telah 'bersih' (disebut 'reforestasi') , kata Elviriadi.

Menurutnya, target global tadi lantas dipecah ke dalam target-target lebih kecil dan tengah diterapkan di daerah-daerah dengan sebutan Prakarsa 20x20 (20x20 Initiative), sebuah gerakan kontribusi untuk mengembalikan 20 juta hektar hutan terhadap target global dengan mempercepat proyek skala kecil hingga menengah dengan mengandalkan dukungan politik dari pemerintah masing-masing.

Proyek skala kawasan tersebut memunculkan dampak ekonomi dan bisnis dalam upaya reforestasi, meskipun mereka mendukung konservasi keanekaragaman hayati. Pemerintah harus menarik uang dari pihak swasta dan modal itu harus menghasilkan keuntungan jika mencapai target. Uang dapat dihasilkan dari penjualan kayu di hutan-hutan yang dikelola secara berkelanjutan, seberapa banyak karbon dioksida yang ditangkap oleh hutan dan menjual kredit karbon kepada perusahaan-perusahaan yang bermaksud mengganti rugi emisi karbon yang mereka produksi. Atau bahkan bisa menumbuhkan hutan dan berharap keanekaragaman hayatinya dapat menjadi ekowisata yang menghasilkan uang dari biaya penginapan, tur melihat burung, dan konsumsi.

Menurutnya, bahkan di lahan yang dibersihkan bisa digunakan para petani, sebagian ladang dapat tumbuh berdampingan dengan hutan, harus ada keseimbangan yang benar. Meski secara teknis bukanlah reforestasi, agroforestri alias budidaya tanaman kehutanan dan tanaman pertanian memberikan kesempatan bagi petani kecil untuk bisa tetap bertani sembari menambah luasan hutan di ladang mereka. "Dengan memperkenalkan kembali pepohonan di lansekap itu, kita memberi dampak positif terhadap kelembaban, tingkat tangkapan hujan, konservasi lahan, dan pelestarian keanekaragaman hayati," ujarnya.

Namun Elviriadi mengaku tidak semua lahan dapat direforestasi. Tetapi di lokasi yang tepat mungkin hanya membutuhkan waktu. Beberapa contoh hutan yang telah rusak di Inhu misalnya tidak tampak seperti pada tahun 1987 ketika tempat itu menjadi ladang ilalang dan bekas HPH perusahaan yang berakhir terlantarkan untuk memutuskan mengubah lahan tersebut menjadi kawasan ekowisata terkadang daerah masih menghadapi rada-rada sulit. Alih-alih menyulap sebuah lahan itu masih menghadapi kendala yang akhirnya membiarkan alam bekerja sendiri.

Bahkan rumput yang sebelumnya menutupi lahan barú kini berubah menjadi pepohonan lebat dengan hutan sekunder yang terhampar tanpa campur tangan manusia. Dalam 10 tahun terakhir, kawanan monyet, berbagai macam hewan mamalia lainnya bisa kembali ke lahan tersebut, meningkatkan pariwisata dan menghidupkan kembali ekosistem setempat; Ini seakan kesuksesan pun dapat terjadi, kata dia sambil berumpama, "Di Inhu, saat kita berhenti dan melihat semak belukar, seakan hutan akan kembali untuk membalas dendam". (*)

Tags : PT Tunggal Perkasa Plantation, PT TPP, Riau, Sorotan, Alih Fungsi Hutan, Kebun Sawit, PT TPP Air Molek Inhu, Perusahaan Kebun Sawit, Warga Memperoleh Hak Hidup,