Sorotan   2021/06/13 20:40 WIB

Jejak Caltex Penghasil Limbah Berbahaya, Sangat 'Merugikan Bumi Melayu Riau'

Jejak Caltex Penghasil Limbah Berbahaya, Sangat 'Merugikan Bumi Melayu Riau'

"Selama 'menginjakkan kaki' lebih dari 90 tahun PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) perusahaan minyak dan gas [migas] di Riau, perusahaan milik Amerika Serikat [AS] ini tak lepas dari tudingan penghasil limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) terbanyak sepanjang sejarah"

erusahaan PT. Caltex Pacific Indonesia, yang kini berganti nama menjadi PT. Chevron Pacific Indonesia, juga berkontribusi kepada pemerintah daerah dengan mendukung pembangunan dilokasi tambang namun belakangan mencuat persoalan perusahaan AS ini masih dituding meninggalkan jejak limbah berbahaya.

H Darmawi Wardana bin Zalik Aris mengisahkan sejarah hidup sebagai seorang anak dari Bupati Bengkalis pertama H Zalik Aris yang pernah memimpin daerah dengan julukkan 'Kota Terubuk' (1960-1974). Mimik wajah Darmawi Wardana, Minggu siang (12/6/2021) tampak berseri dengan mata berkaca-kaca saat memutar ulang memori puluhan tahun silam itu.  

Pria yang sekarang sudah menginjak umur (73) tahun ini terkenang dengan perjuangan dan kontribusi orang tuanya yang mendapat kepercayaan pemerintah memimpin pembangunan di Bengkalis. Awalnya, Bengkalis hanya sebuah kampung nelayan kecil terpencil.

Transportasi ke dari daerah lain saat itu masih sangat sulit, hanya bisa melalui jalur air dengan menggunakan kapal pemerintah Bengkalis [BO] yang merupakan kapal bekas milik pemerintahan Belanda. Kapal BO ini masinis nya [kepala kamar mesin] bapak Asikin [orangtua dari Arwin AS/mantan Bupati Siak] setelah pemekaran dari Kabupaten Bengkalis. 

Darmawi Zalik Aris yang kini masih aktif sebagai Ketua Lembaga Melayu Riau [LMR] Pusat Jakarta ini mengaku perkembangan daerah kelahirannya [Bengkalis] mulai berdenyut setelah PT. Caltex Pacific Indonesia (PT CPI) menginjakkan kaki ke tanah melayu termasuk juga Bengkalis.

Berbagai bantuan dan sumbangsih perusahaan minyak ini memiliki andil besar membangun Kabupaten Bengkalis salah satunya Dumai. Dia mencontohkan, dermaga tempat bersandarnya kapal tanker minyak tepatnya di Dumai. Sedangkan Bengkalis kebagian pembanguan pelabuhan bebas [ekspor-impor].

Semasa menjadi pejabat daerah, H Zalik Aris [mantan Komisaris Besar Polisi] yang seangkatan dengan Jenderal Pol Sanusi [Kapolri] Ia terus mendorong partisipasi Caltex membantu penyediaan kebutuhan masyarakat dan mengembangkan sumber daya manusia lewat program pendidikan.

Salah satunya H Darmawi Wardana bin Zalik Aris [Putera Zalik Aris] pernah ditugaskan oleh orangtuanya mendirikan Sekolah Menengah Atas [SMA] di Sebanga/Duri tahun 1973, ketika itu Community development CPI dipimpin oleh H Husein dan Direksinya J Thaya [yang juga salah satu Perwira Kenil].

Darmawi Zalik Aris menilai Caltex sangat fokus memperhatikan sektor pendidikan dan kebutuhan hajat hidup orang banyak, dengan membangun sekolah dasar di Jalan Sultan Sarif Kasim atau sering disebut Laboroseng dan Bukit Batrim, Dumai, pasar tradisional di Jalan Jenderal Sudirman, Dumai, Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama [SLTP] Minas, tangki air bersih atau disebut Tangki Jepang di Jalan Pattimura dan Jenderal Sudirman, Dumai [ketika itu dumai masih dalam wilayah kabupaten Bengkalis].

"Sekolah dasar yang sampai detik ini masih kokoh berdiri di Laboroseng yang membangun Caltex. Begitu juga tangki tabung air di Jalan Pattimura (Jalan Sudirman) Dumai yang telah banyak membantu kebutuhan air masyarakat, merupakan partisipasi Caltex," tutur Darmawi Wardana bin Zalik Aris putera Sulung pasangan H Zalik Aris dan Hj Cholijah ini.

Sultan Syarif Kasim II

Setelah konfrontasi Indonesia-Malaysia [1974] Sultan Syarif Kasim pulang ke tanah air [Indonesia] Siak Sri Indrapura dijemput dengan mempergunakan kapal laut Bintang 28 dari Belakang Padang Sambu Kepulauan Riau ke Siak. 

Sultan Syarif Kasim II menerima kedatangan Richard H Hopper untuk mengadakan eksplorasi di Bumi Melayu Riau [1946] dibawah naungan perusahaan Texaco kemudian berubah nama Caltex [California Texas].

Bercokol lah perusahaan tersebut di Kecamatan Senapelan [sekarang Rumbai] yang merupakan kantor pusat perusahaan yang dijabat J Tahya sebagai Direksi pertama dan Harun Arrasyid sebagai Kepala Guvernment Relation [Gapur].

Mengingat peran besar Caltex sejak menginjakkan kakinya di Riau [1946], sebelumnya pada masa Sultan Syarif Kasim II datang seorang bernama Richard H Hopper warga AS menghadap Sultan untuk mengadakan pengeboran minyak tanah [atas persetujuan Wakil Perdana Menteri Luar Neger H Agus Salim]. 

Bersamaan tahun itu provinsi Riau masih dipimpin oleh Gubernur Kharuddin Nasution [1957] dan tahun 1974 Gubernur Riau dipimpin oleh Arifin Achmad. Masa Gubernur Riau Kharuddin Nasution, H Zalik Aris, Bupati Bengkalis diperintahkan untuk membantu kegiatan operasional caltex dalam menentaskan isolasi daerah [pembukaan jalan] dari Pekanbaru sampai ke Dumai Bukit Batrem. 

Sejarah panjang chevron 

Sejarah penemuan sumur minyak bumi di Lancang Kuning, Provinsi Riau, sangat panjang, sedari zaman Kolonial Belanda. Ini dimulai dari aktivitas seismik sumur Minas, kini di Kabupaten Siak, dalam hutan belantara, kala itu.

Aktivitas ini kemudian berlanjut di zaman pendudukan Jepang saat ahli geologi Jepang, Toru Oki, bersama Richard H Hopper, petinggi Chevron, dan petugas pengeboran orang Indonesia, Gebok, tahun 1944 menjadi pionir pengeboran Sumur Minas. Dari sinilah tonggak perminyakan di Riau dimulai hingga puncaknya pada tahun 1970-an dengan produksi mencapai 1 juta barel per harinya. 

Penghasil limbah berbahaya

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengumumkan salah satu Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sektor minyak dan gas bumi (migas) penghasil limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) terbanyak sepanjang 2018 lalu disebutkan telah terjadinya tanah terkontaminasi, limbah sisa operasi, dan limbah sisa produksi salah satunya disebut CPI.

Ini disebutkan Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Adhi Wibowo menyebut PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) menjadi perusahaan migas penghasil limbah B3 terbanyak pada periode tahun itu. Adhi menjelaskan Chevron memiliki luas operasional yang cukup besar dibandingkan perusahaan tambang lainnya di Indonesia.

“Persentase (limbah B3) dihitung dari luasnya. Kalau itu gede, ya gede, walaupun persentasenya kecil. Apalagi sudah dari zaman Belanda kan, jadi kumulatif berton-ton itu,” sebut Adhi usai mengikuti rapat bersama Komisi VII DPR RI belum lama ini.

Dari catatan Kementerian ESDM, Chevron menghasilkan sekitar 27.275 ton limbah tanah terkontaminasi di daerah operasionalnya di Blok Rokan, Riau. Sementara Sekretaris Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM Iwan Prasetya memaparkan, Chevron tercatat melakukan 15.000 pengeboran sumur di Riau, tidak hanya pasir minyak saja, melainkan juga ceceran minyak tanah atau Tanah Terkontaminasi Minyak Bumi (TTM).

Selain limbah tanah terkontaminasi, Chevron juga menghasilkan 3.515 ton limbah sisa operasi. Merujuk pada peta jalan (roadmap) pengelolaan yang disusun Chevron, diketahui terdapat 125 lokasi TTM yang perlu dipulihkan. 55 di antaranya sedang dalam proses, sementara sisanya masih belum dikerjakan.

Kendati demikian, ongkos yang dikeluarkan Chevron sebagai dana pascatambang--untuk pengolahan dan pelestarian lingkungan--adalah sekitar $3,2 juta Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp45,57 miliar. “Kami punya pengelolaan limbah. Jadi limbah operasi (yang dihasilkan oleh Chevron) seperti bekas-bekas oli,” sebut Senior Vice President Policy, Government and Public Affairs Chevron Wahyu Budianto.

Untuk diketahui, payung hukum alokasi dana pascatambang merujuk pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001, Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004, dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 31 Tahun 2012.

Sementara Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Bambang Gatot menjelaskan, sebelum mendapatkan izin untuk beroperasi, perusahaan tambang harus menyerahkan uang jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang.

Uang itu bersifat deposit. Sebab, uang jaminan bakal dikembalikan sesuai hasil pengelolaan limbahnya saat operasionalnya berakhir. "Sepanjang 2018, uang jaminan reklamasi yang terkumpul di pemerintah adalah sebanyak Rp1,2 triliun, sementara uang jaminan pascatambang Rp3,5 triliun. Uang tersebut saat ini disimpan pada salah satu bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Tapi menurut H Darmawi Wardana bin Zalik Aris menyebutkan, limbah B3 merupakan sisa kegiatan yang mengandung bahan berbahaya/beracun yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun tidak langsung, dapat merusak/mencemarkan lingkungan hidup dan membahayakan kesehatan manusia. 

Toru Oki dan Richard H Hopper

Mengingat Ia pernah berbicara dengan Safril Reza, Manager Prodaction Rumbai mengakui bahwa CPI telah mengeluarkan dana untuk reklamasi yang setiap 1 barel minyak mentah disisihkan dana sebesar 1 US Dolar.

Sejak perusahaan Caltex hingga berubah nama menjadi Caltex Pasific Indonesia dan berubah nama lagi menjadi PT Chevron Pasific Indonesia telah mengeluarkan eksploitasi minyak mentah sebanyak 5 miliar barel. Artinya 1 US dolar di cost kan per hari ini [Rp14.500] dikalikan 5 miliar barel, maka dana dikeluarkan caltex sebanyak Rp72,500.000.000.000,00 untuk reklamasi.

"Yang menjadi pertanyaan kita, kemana uang reklamasi dirujuk sesuai yang disebutkan Safril Reza itu," tanya Darmawi.

Sementara Yanto Sianipar, mantan Manager PGPA PT CPI pusat mengaku untuk pembersihan lingkungan telah disediakan dari cost recovery pemerintah pusat dari dana bagi hasil 88 persen dan 12 persen, sebut Darmawi mengulang pembicaraan dengan Yanto, Minggu malam (13/6/2021). (*)

Tags : Jejak Caltex, CPI Penghasil Limbah Berbahaya, Limbah CPI Sangat Merugikan Bumi Melayu Riau,