Sorotan   2022/08/08 15:57 WIB

BSP Kelola Migas 100 Persen, 'Kejar Bisnis Rumit yang Terus Dibayang-bayangi Berbagai Kerugian'

BSP Kelola Migas 100 Persen, 'Kejar Bisnis Rumit yang Terus Dibayang-bayangi Berbagai Kerugian'

"Industri minyak dan gas bumi (migas) merupakan bisnis yang sangat rumit acapkali menemukan ketidakpastian salah satunya pada tahap eksplorasi sumber migas"

erusahaan PT Bumi Siak Pusako (BSP) merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) akan mengelola minyak dan gas (Migas) 100 persen, tapi illegal drilling siap mengancam.

"Bumi Siak Pusako kelola migas 100 persen merupakan kado spesial pada HUT Riau ke-65."

"Kado spesial telah dipersiapkan, berupa 100 persen pengelolaan oleh anak-anak daerah yang bekerja profesional di PT Bumi Siak Pusako (BSP) menjadi hari istimewa bagi Provinsi Riau yang berulang tahun ke-65," kata Ir Iskandar, Direktur Utama PT BSP pada media, Minggu (7/8/2022).

Pada Selasa 9 Agustus 2022 ini BSP telah mengelola ladang minyak Coastal Plain Pekanbaru (CPP) Blok 100 persen seiring hari istimewa bagi Provinsi Riau yang berulang tahun ke-65.

Menurut Iskandar, selama 20 tahun, sejak 6 Agustus 2002, sumur minyak di CPP Blok dikelola secara bersama-sama dengan Pertamina Hulu dalam bentuk Badan Operasi Bersama (BPB) BSP-Pertamina Hulu.

"Ini kado teristimewa bagi masyarakat yang akan merayakan HUT ke-65 Provinsi Riau. Kado itu berupa 100 persen pengelolaan sumur minyak di CPP Blok oleh anak-anak Riau berbakat dan profesional, 9 Agustus 2022 lusa," ungkap Iskandar yang tak menjelaskan soal adanya ancaman illegal drilling pada sumur-sumur tua yang ditinggal perusahaan BUMD itu.

Malah Iskandar menjelaskan, selama bekerjasama dengan Pertamina, PT BSP telah mendapatkan transfer ilmu dan pengetahuan. Dengan bekal tersebut, tuturnya, menambah dan memperkuat optimisme BUMD migas kebanggaan masyarakat Riau ini mampu meningkatkan produksi minyak di CPP Blok.

Sejak pengelolaan CPP Blok dari Chevron ke Pertamina-BUMD melalui BOB BSP-Pertamina Hulu, sudah lebih dari 250 sumur dibor untuk meningkatkan produksi dan mempertahankan laju penurunan produksi yang tajam.

Upaya tersebut bisa dilakukan karena didukung dengan sumber daya manusia (SDM) mumpuni serta profesional dalam pengelolaa minyak dan gas bumi. "Kita sangat optimistis mampu 100 persen mengelola CPP Blok selama 20 tahun mendatang," ungkap Iskandar.

Selain itu, jelas Iskandar, ada beberapa skema telah dipersiapkan perusahaan dalam menggenjot produksi Blok CPP pasca alih kelola 9 Agustus 2022 mendatang. Setidaknya, ada dua skema dalam menggenjot target produksi minyak di Blok CPP. Kedua skema itu berupa high case dan low case.

"Jika eksplorasi-eksplorasi kami berhasil, dengan high case bisa hampir 50.000 barel (per hari). Sedangkan dengan eksplorasi low case lebih dari 20.000 barel," ungkap Iskandar.

Selama 2022 ini, BSP akan melanjutkan kegiatan pengeboran 15 sumur pengembangan dan 1 sumur eksplorasi. Pengeboran tersebut dilakukan guna menahan laju penurunan produksi secara alamiah.

"Jadi pembiayaan untuk pengeboran sumur-sumur eksplorasi dan eksploitasi ditanggung sendiri oleh BSP dan Alhamdulillah berjalan dengan lancar," katanya.

Sementara itu, Bupati Siak, Alfedri sebagai pemilik saham terbesar di PT BSP, mengatakan keyakinannya akan kemampuan anak-anak Riau yang bekerja secara profesional di BUMD tersebut mampu menaikkan produksi minyak di CPP Blok.

"Saya sangat yakin dengan orang-orang profesional, mayoritas anak Riau yang bekerja di BSP mampu meningkatkan produksi minyak di CPP Blok. Tentu itu semua bisa diwujudkan dengan cara bersinergi dan kolaborasi," jelasnya.

PT BSP merupakan BUMD dengan kepemilikan saham Pemprov Riau 18,07 persen, Pemkab Siak 72,29 persen, Pemkab Kampar 6,02 persen, Pemkab Pelalawan 2,41 persen dan Pemko Pekanbaru 1,21 persen.

Illegal drilling mengancam

Sebagaimana disebutkan, Larshen Yunus, S.Sos,Sc, SE, M.Si, C.I.A, C.Me, Wakil Sekretaris Jendral (Wasekjend) DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Bidang Minyak dan Gas (Migas), menggambarkan kemungkinan timbulnya acaman aktivitas penambangan minyak ilegal (illegal drilling) yang bagaikan makan buah Simalakama.

"Di satu sisi, masyarakat sekitar merasa sangat terbantu secara ekonomi. Di sisi lain, menyebabkan kerusakan lingkungan dan merugikan negara," kata Larshen Yunus menyikapi ancaman sumur-sumur tua yang ditinggal oleh pengelola migas, tadi ini di Cafe Amor Jalan Kaswari, Senin (8/8). 

Seperti apa kondisinya illegal drilling di Provinsi Riau?

Dia mencontohkan di Riau yang memiliki sumber daya alam berupa minyak mentah ini, beberapa blok minyak yang terdapat di kawasan tersebut menjadi andalan produksi nasional, seperti Blok Siak, Blok Rokan, Blok Mountain Front Kuantan, Blok Selat Panjang, Blok Coastal Plains Pekanbaru (CPP) dan Blok Selat Malaka juga tetap menunjukkan adanya illegal drilling.  

Salah satu Blok Coastal Plain Pekanbaru di area Danau Zamrud, Siak, Riau, yang dikelola Badan Operasi Bersama (BOB), perusahaan konsorsium PT Bumi Siak Pusako (BSP) dan Pertamina Hulu energi sebentar lagi (9 Agustus 2022) akan melakukan pengelolaan 100 persen.  

Kawasan Zamrud itu memiliki beberapa sumur yang jumlah sumur aktif berproduksi mencapai 176 sumur, sumur Enhanced Oil Recovery (EOR) dan Non EOR sebanyak 67 sumur, dan sumur tidak aktif tercatat 56 sumur. Total sumur di area konservasi tersebut sebanyak 299 sumur dari 698 sumur di tiga wilayah kerja BOB.

Apakah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) itu masih mengelola sumur tua dan melakukan sosialisasi bahaya dan pelanggaran hukum illegal drilling?

"Tentu diimbangi dengan solusi yang harus diambil. Misal, dengan memberdayakan masyarakat sekitar sumur minyak bumi dengan terkoordinir oleh pemeritah daerah melalui BUMD dalam mengelola sumur-sumur tua itu," saran Larshen.

Jadi, industri hulu minyak dan gas (migas) di Tanah Air masih menyisakan sejumlah pekerjaan rumah untuk dituntaskan hingga saat ini.

Menurutnya, pelaku illegal drilling dalam aktivitasnya sama sekali tidak mengindahkan keamanan dan keselamatan dirinya atau bahkan bagi lingkungan atau masyarakat sekitar.

"Ini bisa menimbulkan dampak kerusakan lingkungan tanah dan air yang timbul sangat masif." 

"Masyarakat mungkin tidak mengetahui atau mengabaikan bahwa dampak akibat aspek keselamatan dan lingkungan ini jauh lebih merugikan dibandingkan manfaat ekonomi sesaat yang diterima oleh pelaku illegal drilling atau siapapun yang terlibat di dalamnya," kata Larshen. 

Menurutnya, masyarakat sudah seharusnya mempunyai wawasan yang lebih valid terkait illegal drilling ini sehingga tidak terkecoh oleh oknum cukong warga luar yang sangat mungkin paling menikmati keuntungan ekonomi, namun tidak menerima dampak risikonya. 

Penegakan hukum baik di hulu maupun hilir atas aktivitas ilegal drilling juga perlu dilakukan. Mulai dari tempat pengeboran minyak hingga gudang yang diduga tempat pengolahan minyak hasil illegal drilling tersebut. 

Selai itu pemerintah daerah agar melakukan mencari solusi permanen untuk aktivitas illegal drilling ini. 

Jadi sumur-sumur tua itu memunculkan peluang pengelolaan sumur minyak oleh rakyat dan pemerintah diharapkan dapat melakukan berbagai upaya agar Riau tidak ada aktivitas illegal drilling.

Bisnis yang rumit 

Kembali disebutkan Larshen Yunus kalau industri minyak dan gas bumi (migas) ini merupakan bisnis yang sangat rumit.

"Industri ini acapkali menemukan ketidakpastian salah satunya pada tahap eksplorasi sumber migas."

“Padahal kegagalan dalam pencarian cadangan migas adalah hal lazim dalam bisnis hulu migas," kata Larsehn mencontohkan.

Pihak penambang juga terkadang mengeluhkan seringkali terdapat kesalahan perhitungan dan identifikasi kandungan mineral yang ada di perut bumi.

Tetapi hal tersebut dianggap sebagai kerugian negara dan tidak berpotensi terkena pidana.

Menurutnya, setiap cadangan yang telah diidentifikasi, selanjutnya akan diklasifikasikan dalam tiga tahap yakni proven, probable, possible.

Hal ini untuk mengetahui besaran jumlah perkiraannya. Dan ini merupakan data perkiraan.

“Kalau ini misalnya ditarik ke ranah kepastian hukum harus pasti jumlahnya, itu enggak mungkin. Kalau nggak percaya, yang sekolah hukum saja masuk ke dalam perut bumi," ujar Larshen mencontohkan.

Untuk itu, kata Larshen, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perlu merekrut pakar geologi agar memiliki pemahaman yang sama soal industri minyak dan gas (migas).

Menurutnya, saat ini audit BPK hanya mengandalkan asumsi. Pasalnya, tidak adanya tim ahli yang paham mengenai migas.

"Karena kalau bicara hulu migas, pertambangan umum minerba, unsur ketidakpastiannya sangat tinggi," ucapnya.

Larsehn, menjelaskan belum ada alat yang dapat mengukur cadangan minyak dan gas dalam satu wilayah tertentu.

Bahkan, lanjutnya, satu sumur minyak saja belum tentu bisa dilihat berapa besar cadangannya.

Dia mengatakan, setiap besaran kandungan cadangan minyak dan gas yang ada di perut bumi itu sifatnya lebih kepada prediksi daripada hitungan pasti.

“Mungkin saya pikir ada perlunya di tempat komisioner BPK ada geologis yang diconvert menjadi pemeriksa, atau paling tidak tenaga ahli,” kata dia.

Jadi para ahli di Kementerian ESDM juga perlu mendukung kerja BPK.

Bukan kah pihak BPK memiliki kepentingan untuk punya pemahaman yang sama apa yang terkandung di perut bumi yang tidak semua bisa diprediksi dengan pasti itu?

Tetapi kata  Larshen, untuk eksplorasi sumur minyak dengan hasil yang sama, dibutuhkan biaya (cost) yang berbeda-beda dari tiap sumurnya. 

Hal ini, karena setiap cadangan minyak dari setiap sumur harus memperhatikan sifat dari sumur itu sendiri.

“Cost bisa beda-beda, karena setiap sumur tidak bisa diubah baik oleh bapak maupun manusia lainnya. Sifat dari lapangan atau sumur itu given (terberi),” ucapnya. 

Selama ini, tindakan yang diambil oleh BPK dalam melakukan audit hanya mengacu pada definisi undang-undang tentang perbuatan melawan hukum yang dapat merugikan negara, tanpa melihat proses produksi dan kondisi lapangan, lebih-lebih di sektor migas.

Menurutnya, BPK memang membutuhkan pendapat ahli untuk kasus migas. Selama ini hanya mengacu pada definisi tentang perbuatan melawan hukum saja.

Jadi, dari semua referensi yang dimilikinya, aspek kerugian bisnis dimaknai sebagai tidak boleh ada aspek kecurangan dan tidak boleh ada benturan kepentingan, serta tidak boleh ada perbuatan melawan hukum dan tidak ada kesalahan disengaja. 

Tetapi risiko bisnis dengan risiko keuangan negara adalah dua hal yang berbeda, namun dapat bersinggungan. Untuk itu, kata Larshen menambahkan kalau itu semua diperlukan kepastian hukum demi mempertegas persinggungan tersebut. 

Jadi Larshen berkesimpulan, untukmengurangi berbagai kerugian-kerugian yang terus membayangi penambang migas perlu diatur keputusan bisnis yang melibatkan direksi dan komisaris yang mengacu pada aturan yang menghindari risiko pidana pada pengambil keputusan. (*)

Tags : Bumi Siak Pusako Kelola Migas 100 Persen, Illegal Drilling Mengancam, Penambangan Minyak Ilegal ,