Linkungan   2022/12/26 19:31 WIB

Kewaspadaan dan Antisipasi Dini Diperlukan untuk Hadapi Musim Kemarau, 'Guna Terhindar Kekeringan dari Normalnya'

Kewaspadaan dan Antisipasi Dini Diperlukan untuk Hadapi Musim Kemarau, 'Guna Terhindar Kekeringan dari Normalnya'

PETANI di Tanah Air kiranya perlu tetap waspada menghadapi musim kemarau agar tidak semakin kesulitan mendapatkan air mengairi sawah, selain itu bisa terhindar dari kekeringan normalnya.

Kalangan petani di wilayah Provinsi Riau masih lega pada musim penghujan tahun ini, tetapi disaat musim kemarau ada yang mengaku semakin kesulitan mendapatkan air untuk mengairi sawah mereka.

Selain karena tidak ada hujan, pasokan air dari saluran irigasi tidak optimal. Penggunaan mesin pompa air yang selama ini mereka lakukan untuk menyedot air tanah juga harus semakin intensif karena kondisi tanah sangat kering.

Kesulitan air pada masa kemarau seperti dialami para petani di Desa Kuala Cinaku, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) Riau misalnya, saban masuk musim kemarau masih mengeluhkan kesulitan air untuk mengairi kesawah.

Warjan (45), petani di desa itu mengatakan, kini, kondisi sawah semakin kering kalau memasuki musim kemarau. Sebelumnya, petani masih bisa mengairi sawah dengan mesin pompa air setiap dua hari sekali. Namun, mereka harus mengairinya setiap hari apabila ingin tetap bisa mengolah tanah.

”Sekarang habis memompa (menyedot air dengan mesin pompa air), sawah langsung kering lagi,” katanya dalam bincang-bincangnya belum lama ini.

Menurutnya, biaya untuk menyedot air dengan mesin pompa air cukup besar sehingga mengakibatkan pembengkakan biaya produksi. Untuk lahan seluas satu hektar, Warjan mengaku membutuhkan biaya bahan bakar mesin pompa air Rp 50.000 per hari.

”Daripada rugi, tenaga terbuang percuma, biasanya kami lebih baik tidak tanam dulu,” katanya.

Ia mengaku pernah memilih tidak menanami sawahnya untuk sementara waktu. Ia malah menanami kembali sawahnya apabila ketersediaan air mulai banyak.

Tasir (45), petani lainnya di daerah itu juga mengaku terpaksa menggunakan mesin pompa air setiap hari agar tanaman sayuran tetap hidup dan berbuah.

Hal itu mengakibatkan kenaikan biaya produksi hingga Rp 3 juta.

Petani di wilayah itu memilih tidak menanami kembali lahan sawah mereka karena minimnya suplai air seiring datangnya musim kemarau.

Sementara itu, petani yang padinya belum bisa dipanen menyedot air dari saluran-saluran irigasi yang masih menyisakan air. Biasanya petani di daerah itu memilih menganggurkan lahan pertanian mereka.

”Lahan sawah di sini termasuk tadah hujan. Meskipun ada saluran air, harus memompa untuk mengairi sawah. Kalau musim kemarau, sawah jadi kering betul,” ujar Sutarso (47), petani disekitar Sei Lala.

Pemerintah Daerah Inhu dalam mengantisipasi puncak musim kemarau mengandalkan ratusan embung sebagai cadangan air bagi puluhan ribu hektar sawah.

Di beberapa wilayah daerah yang ada di Riau, seperti di Kabupaten Kampar, embung-embung itu menjadi andalan utama pengairan sawah karena banyak saluran irigasi yang bocor.

Kebocoran mengakibatkan debit air yang mengalir ke lahan-lahan petani berkurang. Tetapi Sutarso menilai, akibat kerusakan irigasi bisa membuat pengairan di setidaknya ratusan hektar sawah terganggu. 

Berdasarkan data dan informasi dari BMKG sebagian wilayah Riau akan memasuki musim kemarau pada bulan Maret 2023.  

Seperti tahun-tahun sebelumnya pada saat musim kemarau, beberapa wilayah terdampak kekeringan. 

Kemarau yang berkepanjangan juga menyebabkan cadangan air semakin menipis. Selain berdampak pada semakin langkanya air bersih, kemarau berkepanjangan juga berdampak bagi petani terancam gagal panen. 

Tetapi dalam menyikapi musim kemarau ini, aktivis lingkungan Eka Nusa, Dahrul Rangkuti memberikan penjelasan soal pengertian kekeringan.

Kekeringan, menurutnya, hubungan antara ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air untuk hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. 

Sedangkan kekeringan alamiah yang termasuk di dalamya;  

  • Kekeringan Meteorologis, terkait curah hujan dibawah normal dalam satu musim. 
  • Kekeringan Hidrologis, berkaitan dengan kekurangan pasokan air permukaan dan air tanah. 
  • Kekeringan Pertanian, berhubungan dengan kurangnya kandungan air dalam tanah sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman. 

"Kekeringan sosial ekonomi, suatu kondisi kekurangan pasokan komoditi ekonomi dari kebutuhan normal akibat kekeringan meterologi, hidrologi dan pertanian," jelasnya. 

Sedangkan kekeringan antropogenik, yang disebabkan karena ketidak-taatan manusia pada aturan baik itu pola penggunaan air berlebihan maupun kerusakan kawasan tangkapan air. 

Bagaimana mengatasi kekeringan?

Dahrul Rangkuti menilai perlunya kembali petani untuk melihat embung sekaligus untuk mengatasi kekeringan.

  • Embung atau penampung air hujan bisa menjadi cara untuk mengatasi kekeringan saat musim kemarau.
  • Embung diperuntukan untuk menyediakan air ketika kemarau panjang.
  • Embung bisa membantu untuk mengairi tanaman yang kering, sehingga membuat tanaman tidak mati karena kekurangan air.
  • Embung bisa dimanfaatkan oleh petani yang menjadi sumber air ketika kemarau. 

Menurutnya, saat musim kemarau tiba banyak sekali sumber air mengalami kekeringan. Misalnya Waduk, oleh sebab itu sangat penting untuk mengatasi kekeringan dengan mencegah waduk mengalami pendangkalan.

"Jika mengalami pendangkalan maka kapasitas air dalam waduk akan berkurang."

"Cara mengatasinya dengan melakukan pengerukan waduk agar lebih dalam sehingga waduk bisa menampung air lebih banyak," terangnya. 

Iapun melihat pentingnya dilakukan penghijauan yang bisa mengatasi kekeringan ini. Cara sederhana mengatasi kekeringan saat musim kemarau dengan penghijauan dilakukan didaerah hulu diikuti dengan melakukan pengurangan konversi lahan di daerah hulu.

"Konversi lahan bisa mengurangi kemampuan lahan dalam menyerap air hujan."

"Penghijauan itu bermanfaat untuk mengurangi sedimentasi sehingga tidak akan terjadi pendangkalan waduk," sebutnya.

Untuk mengatasi musim kemarau yang berakibat terjadinya kekeringan disejumlah wilayah daerah di Riau, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) melakukan langkah dan koordinasi serta upaya menghadapi ancaman bahaya kekeringan ini. 

"Dalam upaya antisipatif menghadapi ancaman bahaya kekeringan BNPB telah melakukan koordinasi dengan daerah berpotensi terdampak kekeringan, untuk melakukan pengurangan risiko bencaana dan kesiapsiagaan menghadapi bencana kekeringan dan asap," kata Kepala BPBD Provinsi Riau, Edy Afrizal dalam bicang-bincang suatu hari.

Menurutnya yang dilakukan untuk melakukan pengurangan risiko bencaana dan kesiapsiagaan menghadapi bencana kekeringan dan asap yaitu:

  • Melakukan pemantauan dan peninjauan lapangan/ groundcheck bersama dinas-dinas terkait untuk mengantisipasi dan menangani terjadinya; 
  • Mengambil langkah-langkah penguatan kesiapsiagaan pemerintah dan masyarakat terkait ancaman kekeringan di daerah masing-masing, antara lain: 
  • Menyiapkan logistik dan peralatan, seperti tangki air bersih dan penyediaan pompa air di tiap kecamatan, diprioritaskan pada wilayah yang terdampak kekeringan; 
  • Berkoordinasi dengan petugas pintu air sungai untuk melakukan pembagian air untuk pertanian, peternakan dan kebutuhan sehari-hari; 
  • Mengecek debit air pada beberapa sungai maupun kali yang melintasi daerahnya; 
  • Mengintensifkan koordinasi dengan PDAM, terutama dalam penerapan sistem gilir aliran; 
  • Melakukan kampanye hemat air; 
  • Berkoordinasi dengan Dinas Pekerjaan Umum untuk membuat sumur bor untuk mendapatkan air; 
  • Menyiapkan/ meng-update dan mensimulasikan rencana kontinjensi menghadapi ancaman kekeringan dan asap akibat kebakaran hutan dan lahan dan menyusun rencana operasi atau SOP-nya dengan melibatkan seluruh stakeholder setempat termasuk TNI dan Polri; 
  • Menyiapkan helpdesk atau call center pelaporan dan pelayanan cepat penanggulangan bencana kekeringan; 
  • Mengaktifkan posko antisipasi bencana kekeringan serta mengembangkan sistem komunikasi dan informasi sampai ke lokasi rawan bencana kekeringan;

Dampak musim kemarau, kata Edy merupakan bencana kekeringan, seperti karhutla dan ketersediaan air, baik air bersih maupun air dari irigasi untuk pertanian.

Problematika yang dihadapi terkait sumber daya air ini, sebutnya, sebenarnya tidak hanya saat musim kemarau, namun juga terjadi di saat musim hujan di mana air berlimpah.

"Alat ukurnya adalah saat musim kemarau, ladang dan sawah acap kali kekeringan dan sebaliknya di musim hujan, ladang dan sawah banyak yang terendam air."

"Embung, tempat menampung air (kolam besar) selain untuk menyediakan cadangan air untuk mengantisipasi kekeringan di musim kemarau, dapat juga berfungsi mengatasi genangan yang tidak terkendali di musim hujan," sebut Edy.

Jadi menurutnya, embung bisa sebagai solusi permanen bisa mengatasi kritis kekeringan. Untuk mengantisipasi kelebihan air pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau diperlukan suatu sistem pengaturan air, dan embung dapat dijadikan inovasi adaptasi untuk mengatasi masalah ini. (*)

Editor: Surya Dharma Panjaitan

Tags : Musim Kemarau.Kewaspadaan dan Antisipasi Hadapi Kekeringan, Riau, Hadapi Musim Kemarau, Atasi Kekeringan dari Normalnya,