Sosial   2023/01/15 16:51 WIB

Konten Pengemis Online Kian Populer, Pengamat Sosial: Kemungkinan Diorganisir Sindikat

 Konten Pengemis Online Kian Populer, Pengamat Sosial: Kemungkinan Diorganisir Sindikat

KONTEN VIRAL  yang memohon bantuan di media sosial TikTok atau lebih sering disebut "pengemis online", menurut analisa sosiolog kemungkinan besar diorganisir oleh sindikat.

Sebab konten seperti ini juga menjamur di banyak negara dan akhirnya ditindak oleh aparat kepolisian lantaran diketahui ada indikasi ekploitasi anak.

Untuk itulah, pemerintah Indonesia disarankan berkoordinasi dengan pihak platform demi memastikan konten-konten serupa tidak disalahgunakan. 

Aksi seorang ibu paruh baya sedang duduk di tengah kolam air dan mengguyur dirinya sendiri sudah berlangsung kira-kira empat jam.

Tampil dalam siaran langsung di TikTok, konten ini disaksikan 1.400 orang.

Kalau ada penonton yang memberikan hadiah virtual berupa koin, bunga, atau gambar hati, ia akan berkata "terima kasih, terima kasih banyak" sembari mengguyur tubuhnya berkali-kali di depan kamera.

Sementara di kolom komentar, sejumlah pengguna meminta si ibu untuk berhenti siaran langsung. Seperti yang diucapkan @daniel, "Sudah nek... sudah".

Kemudian akun @Erlla yang meminta penonton agar "jangan kasih gift atau hadiah".

Ada pula yang curiga kalau ibu yang mengenakan jilbab dan daster ini disuruh orang lain.

"Ini kayaknya ada orang deh yang nyuruh buat live begini, kasihan enggak sih," kata pemilik akun @Ani anggraenii.

Pemilik akun yang menayangkan video siaran langsung ini adalah @intan_komalasari92 yang memiliki 56.000 pengikut.

Sejak 31 Desember 2022 hingga sekarang, akun ini setidaknya sudah 30 kali membuat konten "pengemis online". 

Konten semacam ini, kata Sosiolog dari Universitas Indonesia, Devie Rahmawati, sebetulnya bukan hal baru. Tapi mulai membesar sejak pandemi Covid-19.

Sebab waktu itu, banyak orang terkena pemutusan hubungan kerja atau PHK.

Menurut Devie ada beberapa sebab mengapa konten pengemis online dianggap menguntungkan.

"Pertama karena mudah, murah, dan akan lebih luas potensi cakupan orang-orang yang bisa dimintai pertolongan," jelas Devie Rahmawati seperti dirilis BBC News Indonesia, Jumat (13/01).

Tapi dari pantauannya, tak semua orang yang membuat konten meminta-minta ini dilatari oleh persoalan keterdesakan hidup akibat diberhentikan bekerja atau butuh dana untuk berobat.

Ada juga yang didasari oleh kecanduan obat-obat terlarang sehingga cara paling gampang mendapatkan uang dengan pura-pura minta pertolongan.

Ketiga, karena ada kebutuhan-kebutuhan "gaya hidup" yang harus dipenuhi sehingga memilih jalan pintas seperti itu.

Terakhir kemungkinan adanya sindikat kejahatan di balik konten seperti itu. Sebab di beberapa negara, menurut Devie, ada komplotan yang ditangkap karena mengeksploitasi anak demi berusaha merebut empati orang.

"Ini kan mengelabui publik, dan itu hampir punya pola yang sama."

"Makanya praktik di dunia nyata tidak kalah mengerikan, sampai melukai anggota tubuh sehingga kemudian mereka betul-betul mampu membuat calon target pemberi pertolongan iba dan akhirnya memberikan bantuan," jelasnya.

Mengapa masih ada orang yang 'nyawer'?

Menurut Devie, orang-orang yang "memberikan pertolongan secara eceran" ketimbang ke lembaga resmi, karena mereka merasa terbebas dari kesalahan-kesalahan atau merasa melakukan hal kepahlawanan.

Perasaan seperti itulah yang kemudian dimanfaatkan dan tersalurkan ketika menonton konten-konten menguras iba.

Padahal cara yang baik memberikan bantuan, ujarnya, adalah memastikan bahwa orang yang ditolong itu bisa mandiri atau tidak lagi ketergantungan.

Tapi pengetahuan ini, klaimnya, belum dipahami sepenuhnya oleh masyarakat.

"Jadi memberi pertolongan agar orang yang ditolong betul-betul sesuai dengan apa yang dibutuhkan." 

Di TikTok, ada harga dari setiap hadiah virtual yang diberikan.

Harga 1 koin TikTok sekitar Rp250 dan biasanya berupa gambar bunga mawar, kopi, atau kerucut es krim.

Untuk hadiah virtual bergambar singa memiliki 29.999 koin atau harganya sekitar Rp7,4 juta, hadiah bergambar roket dan kastil fantasi nilainya kurang lebih Rp5 juta atau setara 2.000 koin.

Hadiah virtual paling mahal yakni TikTok Universe yang dibanderol senilai 34.999 koin atau seharga Rp8 juta.

'Ada kemungkinan sindikat'

Devie tak menampik kalau konten pengemis online ini diorganisir oleh sindikat kejahatan. Ia berkaca pada beberapa kasus yang juga terjadi di negara lain seperti Suriah.

Karenanya dia menyarankan pemerintah berkoordinasi dengan platfrom terkait untuk memastikan tidak ada konten yang disalahgunakan.

"Ini fenomena baru semua negara terus memperbaiki aturannya agar kedermawanan orang-orang berada di jalan yang tepat dan subjeknya benar-benar terbantu."

TikTok adalah aplikasi media sosial dengan pertumbuhan tercepat di dunia, dengan lebih dari 3,9 miliar unduhan secara global.

Perusahaan tersebut telah menghasilkan lebih dari US$6,2 miliar (Rp95 triliun) dari warganet yang berbelanja di dalam aplikasi.

Sementara itu, Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkoinfo, Usman Kansong, mengatakan pihaknya masih mendalami kategori konten jenis ini, apakah termasuk konten negatif atau bukan.

"Kita harus diskusi juga dengan ahlinya. Jangan sampai itu salah, ternyata itu tidak termasuk, bahaya juga kan," kata Usman Kansong seperti dilansir dari CNNIndonesia.com.

Ia berkata, konten yang dilarang itu di antaranya mengandung unsur pornografi, perjudian, radikalisme, hoaks, terorisme, prostitusi maupun kekerasan terhadap anak. (*)

Tags : Konten Viral, Pengemis Online, Pengamat Sosial Sikapi Hadirnya Pengemis Online, Pengemis Online Diorganisir Sindikat,