Entertaiment   2022/11/27 10:55 WIB

Benarkah Lagu 'Lingsir Wengi' untuk Memanggil Sosok Kuntilanak yang Buat Hal-hal Horor dan Mistis?

Benarkah Lagu 'Lingsir Wengi' untuk Memanggil Sosok Kuntilanak yang Buat Hal-hal Horor dan Mistis?

MENDENGAR kata "lingsir wengi" spontan akan terlintas di pikiran kita hal-hal horor dan mistis. Bagaimana tidak lagu "Lingsir Wengi" mulai populer di masyarakat kita melalui sebuah film horor Kuntilanak (2006).

Di mana dalam film tersebut lagu "Lingsir Wengi" dinyanyikan dengan pelan dan dengan nada yang membuat merinding untuk memanggil sosok kuntilanak.

Namun benarkah lagu "Lingsir Wengi" pada kenyataannya adalah lagu untuk memanggil setan atau roh halus? Atau mungkin sebaliknya justru lagu "Lingsir Wengi" digunakan untuk mengusir setan? Karena tidak sedikit hal-hal yang dialih fungsikan kegunaannya di dalam film yang sebenarnya tidak demikian dalam kehidupan nyata. 

Pencipta Lagu "Lingsir Wengi"

Lagu "Lingsir Wengi" sebenarnya diciptakan oleh salah satu dari wali songo yakni Sunan Kalijaga atau Raden Said sekitar tahun 1450 M.

Sunan Kalijaga memang terkenal tidak hanya seorang wali tetapi juga seorang budayawan. Sang sunan sering kali menggunakan budaya dan tradisi jawa untuk memperkenalkan ajaran islam kepada masyarakat Jawa yang masih sangat buta tentang agama kala itu.

Ada berbagai macam budaya dan tradisi jawa yang digunakan Sunan Kalijaga sebagai media mendakwahkan islam kepada masyarakat Jawa.

Mulai dari seni wayang kulit, seni ukir, gamelan, sampai kepada menciptakan sebuah lagu khas Jawa. Salah satu lagu yang digubah oleh Sunan Kalijaga yakni lagu "Lingsir Wengi".

Lagu "Lingsir Wengi" biasanya didendangkan Sunan Kalijaga setelah melakukan shalat di malam hari. Hal ini sesuai dengan judulnya "Lingsir Wengi" yang dalam bahasa Jawa berarti saat menjelang tengah malam. Dan sebagaimana lagu-lagu yang diciptakan oleh seorang wali atau ulama, lagu "Lingsir Wengi" berisi do’a-do’a dan pujian.

Sangat berkebalikan dengan persangkaan banyak orang, lagu "Lingsir Wengi" pertama kali diciptakan oleh Sunan Kalijaga sebagai do’a penolak bala dan do’a yang menjauhkan seseorang dari jin atau makhluk halus. Namun mungkin karena lagu ini menggunakan Pakem Durmo maka seiring berjalan waktu ada pergeseran persepsi mengenai lagu ini.

Pakem Durma sendiri dipercaya merupakan lagu yang penuh dengan sifat keras, sangar, suram, hingga kesedihan. Pakem inilah yang membuat lagu tersebut dinyanyikan dalam tempo yang pelan serta penuh dengan perasaan yang bahkan menimbulkan kesan menyayat hati sehingga terkesan mistis, demikian dilansir djawanews.com.

Hal itulah juga yang mungkin membuat sebagian besar orang menganggap lagu ini adalah lagu yang mistis, sehingga menimbulkan rasa takut pada saat mendengarkannya. Padahal alih-alih bertujuan untuk memanggil jin atau makhluk halus, lagu yang satu ini justru ditujukan untuk mengusir jin atau makhluk gaib agar tidak mengganggu tidur malam.

Karena seperti yang telah disebutkan lagu "Lingsir Wengi" tidak ubahnya lagu yang mengandung do’a, puji-pujian, dan kerinduan. Untuk lebih jelasnya berikut adalah teks lirik asli lagu "Lingsir Wengi" gubahan Sunan Kalijaga beserta artinya dalam bahasa Indonesia.

Lingsir Wengi oleh Sunan Kalijaga

Lingsir wengi (Saat menjelang tengah malam)

Sepi durung biso nendro (Sepi tidak bisa tidur)

Kagodho mring wewayang (Tergoda bayanganmu)

Kang ngreridhu ati (Di dalam hatiku)

Kawitane (Permulaannya)

Mung sembrono njur kulino (Hanya bercanda kemudian biasa)

Ra ngiro yen bakal nuwuhke tresno (Tidak mengira akan jadi cinta)

Kadung loro (Telanjur sakit)

Sambat-sambat sopo (Aku harus mengeluh kepada siapa)

Rino wengi (Siang dan malam)

Sing tak puji ojo lali (Yang kupuja jangan lupakan)

Janjine mugo biso tak ugemi (Janjinya kuharap tak diingkari)

Tidak ada satu pun kata dalam lirik lagu di atas yang menunjukkan bahwa lagu "Lingsir Wengi" adalah lagu pemanggil setan. Justru jika dibaca sekilas lagu ini tidak lain adalah lagu pemuda yang sedang jatuh cinta (kasmaran) yang tidak bisa tidur karena merindukan kekasih pujaan. Namun sebenarnya lagu ini adalah lagu seorang hamba (abdi) yang rindu kepada penciptanya (khaliq).

Seperti halnya Syaikh Nizami yang menggunakan kisah cinta anak muda untuk menggambarkan kisah cinta antara hamba dan Tuhannya melalui gubahan kisah Laila Majnun. Demikian juga halnya Sunan Kalijaga yang mengajarkan kerinduan hamba kepada Tuhannya kepada masyarakat Jawa melalui lagu "Lingsir Wengi".

Persepsi masyarakat terhadap lagu lingsir wengi

Cara berpikir adalah kaca mata yang dipakai seseorang untuk melihat sesuatu yang selanjutnya menentukan apa yang akan dilihatnya. Jika yang digunakan adalah kaca mata dengan lensa berwarna merah maka sekalipun bendanya putih maka akan terlihat berwarna merah. Inilah yang terjadi pada cara orang melihat lagu “Lingsir Wengi”.

Lagu “Lingsir Wengi” yang tidak lain merupakan sebuah ungkapan doa dan dakwah dari sang pembawa ajaran suci agama Islam dianggap sebagai sebuah metode atau ritual khusus untuk memanggil dan mengumpulkan roh halus.

Pandangan ini tidak didasari dengan pemahaman dan telaah mendalam. Inilah yang memunculkan persepi atau pandangan yang berbeda jauh dengan aslinya, terlebih ketika tembang ini dijadikan salah satu alunan musik dalam sebuah film horor.

Dominasi terbesar dari perubahan bentuk komunikasi adalah dengan hadirnya teknologi internet yang merajai masyarakat, sehingga masyarakat dengan gampang akan terpengaruh oleh media internet.

Tidak berhenti sampai disitu, media sosial yang ada saat ini menggiring opini dan persepsi masyarakat untuk memahami apa yang tertulis dalam pesan sosialnya. 

Persepsi yang berkembang di masyarakat, khususnya Jawa tentang tembang Lingsir Wengi sudah merujuk kepada hal yang dinilai negatif yaitu sebagai sarana memanggil para hantu atau setan.

Stigma demikian tidak bersumber dan tidak bisa langsung dipercaya seutuhnya. Persepsi seperti ini sudah melekat di masyarakat pada umumnya, sehingga memberikan satu pemahaman minor bahwa tembang Lingsir Wengi adalah tembang memanggil roh.

Pandangan masyarakat luas semacam ini perlu diluruskan. Perlu adanya pembenahan secara masif tentang persepsi ini. Meluruskan persepsi memang tidaklah mudah, terlebih persepsi ini sudah mengakar di kalangan masyarakat Jawa.

Apa yang menyebabkan pikiran dan pemikiran ini berkembang tidak lepas dari peran masyarakat yang meng-konformitas-kan Lingsir Wengi sebagai sebuah metode pemanggil roh halus.

Rumekso adalah lawan kata dari terpaksa, berarti iklas, sedangkan “ing wengi” adalah malam, sehingga jika digabungkan menjadi iklas tengah malam.

Sehingga tidak lain lagu “Lingsir Wengi” awalnya dianggap sebagai lagu pujian yang mendekatkan seseorang dengan Tuhannya.

Coba lihat kembali lirik lagu “lingsir Wengi” di atas. Arti kata menjelang tengah malam adalah manusia disarankan untuk siap-siap menyambut datangnya sepertiga malam, atau pada intinya disarankan untuk bersiap sholat tahajud. 

Kenapa memakai tengah malam dan bukan sepertiga malam. Kala itu, setiap wali sebelum melakukan sholat malam (tahajud) berdzikir terlebih dahulu, sehingga ini akan menenangkan hati ketika menghadap Allah SWT. 

Kata “tergoda bayangmu didalam hatiku pemulanya” adalah Sunan Kalijaga selalu mengingat Allah dan bayang-bayang Allah selalu menghiasi wajahnya, hati pemulanya berarti sebuah hati manusia yang tidak tau apa-apa dan hanya Allah sumber ilmu untuk hidup di dunia, untuk itu Sunan Kalijaga menuliskannya dengan kata pemula atau awal atau bayi.

Kemudian sebagai seseorang yang awalnya tidak bermaksud apa-apa atau hanya bercanda (bayi kegemarannya bercanda) dan tidak mengira akan menjadi “kekasih” yang dituju, yaitu Allah, menjadi orang yang paling dekat dengan Allah akan berdampak pada sakit cinta (atau ketergantungan).

Dan ketika itu tidak terjadi maka manusia akan bergantung kepada siapa?

Hanya kepada Allah saja manusia itu kembali dan menyembah. Arti dari bait ini sama dengan ayat ke lima dalam surat Al-Fatihah yang berarti hanya Engkaulah yang kami sembah , dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. 

Sunan Kalijaga mengambil ayat ke lima (5) dari surat Al-Fatihah dengan maksud memberikan sebuah penekanan bahwa manusia wajib melaksanakan sholat lima waktu yang terdiri dari Subuh, Dhuhur, Ashar, Magrib dan Isya. Dan itulah makna dari agama Islam yang diterjemahkan kedalam syair lagu yang difilsafatkan dari ayat ke lima surat Al-Fatihah.

Lagu lingsir wengi dalam film kuntilanak

Lagu "Lingsir Wengi" mulai populer di tengah masyarakat ketika digunakan sebagai backsound film Kuntilanak yang rilis pada tahun 2006.

Film ini merupakan garapan sutradara top, Rizal Mantovani.

Film ini dibintangi oleh Julie Estelle sebagai tokoh utama, Samantha yang menyanyikan lagu “Lingsir Wengi” dan sukses membuat masyarakat percaya bahwa lagu tersebut digunakan untuk mengundang makhluk halus datang.

Selain Julie Estelle, film Kuntilanak juga dimeriahkan oleh bintang-bintang tanah air seperti Evan Sanders, Ratu Felisha, Ibnu Jamil, Lita Soewardi dan Alice Iskak juga turut membintangi film horor ini.

Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya lagu "Lingsir Wengi" dalam film ini bisa mengubah drastis pandangan masyarakat ada baiknya untuk sebelumnya untuk mengetahui sinopsis film ini.

Kuntilanak berkisah tentang Samantha (Julie Estelle) yang memiliki kemampuan magis untuk memanggil kuntilanak yang siap melakukan perintahnya jika dipanggil.

Setelah kematian ibunya dan gangguan-gangguan dari ayah tirinya, Samantha memutuskan menyewa kamar kost di pinggiran kota. 

Sam yang masih depresi atas kejadian di rumahnya serta mimpi-mimpi buruk yang menghantuinya, membuat hubungannya dengan kekasihnya, Agung (Evan Sanders) menjadi renggang. Sam menyewa sebuah kamar kost di sebuah rumah yang bertampilan angker dengan perkuburan dan sebuah pohon beringin di depannya.

Ibu Kost Sam, Yanti (Lita Soewardi), menceritakan mengenai sejarah bangunan yang kini menjadi tempat kost itu.

Dahulu, sebuah keluarga produsen batik bernama Mangkoedjiwo membuat pabrik batik dan mess pekerja disana, namun, terjadi kebakaran besar yang memusnahkan aset-aset Mangkoedjiwo yang membuat, hanya rumah itulah yang masih layak huni. 

Kini, cicit Panembahan Sakti Mangkoedjiwo, Raden Ayu Sukma Mangkoedjiwo (Alice Iskak) menyewakan rumah tersebut untuk kost.

Perbincangan yang berubah ke mitos Kuntilanak, berakhir ketika Yanti menembangkan durmo “Lingsir Wengi” yang digunakan untuk memanggil Kuntilanak.

Entah kenapa tembang itu membuat Sam menjadi pusing dan keadaan semakin aneh kala ia mengetahui bahwa untuk memanggil kuntilanak, wangsit harus dipunyai oleh sang pemanggil. 

Di kamar Sam, terdapat sebuah cermin antik Mangkoedjiwo yang berjumlah empat di seluruh rumah itu.

Kegetiran dimulai ketika tetangga kamar kost Sam, Mawar, meninggal di sebuah kamar hotel karena Kuntilanak ketika ia baru saja mengancam untuk membunuh Sam dengan gunting, dan saat itu, Sam secara tidak sadar menembangkan "Lingsir Wengi" pemanggil kuntilanak.

Kemudian, seorang laki-laki yang mencoba memerkosa Sam, juga meninggal karena kuntilanak saat diteror di jalanan akibat Sam yang menembangkan durmo.

Agung, yang belakangan meneliti mengenai kuntilanak dari temannya, Iwan (Ibnu Jamil) , mengetahui bahwa kuntilanak yang biasanya hidup di pohon, dipanggil oleh wangsitnya dan keluar lewat media tertentu untuk masuk ke dunia kita dan bahwa Mangkoedjiwo dipercaya masyarakat sebagai penganut aliran sesat.

Sam yang ikut bersama Agung ke rumah Iwan, membaca mengenai batik Mngkoedjiwo dimana ia menemui tulisan di sketsa batik :"sing kuat sing melihara"(yang kuat yang melihara) dan merasa bahwa hal itu dicamkannya di pikiran. Lalu saat Sam dan Agung bertengkar, Sam menembangkan durmo kembali dan keesokan malamnya, Agung menghilang.

Teman Sam, Dinda (Ratu Felisha) meninggal karena Sam yang tiba-tiba emosi menembangkan durmo, Dinda meninggal di kamar mandi kost.

Hal itu sudah cukup bagi penghuni kost yang lain untuk pindah dari rumah itu, meninggalkan Sam yang sayup-sayup selalu mendengar suara rintihan permintaan tolong dari Agung. 

Akhirnya Sam berhasil membuka lantai 2 dan menemukan Agung serta mengetahui bahwa alasan lantai 2 tidak pernah dibuka karena kamar tersebut menjadi tempat untuk memuja kuntilanak dan memberikan pesugihan kepadanya agar kuntilanak tetap menjadi peliharaan Mangkoedjiwo. 

Alasan yang diberikan Raden Ayu Sukma itu, menjadi timpalannya, Sukma meminta agar Sam menjadi penerusnya untuk memanggil kuntilanak. Sam yang tidak mau, ditembangkan durmo olehnya, dan Sam ikut menembangkan durmo, Kuntilanak yang dipanggil ternyata memutuskan untuk menuruti kemauan Sam dengan tanda mimisannya Raden Ayu Sukma.

Kemudian yang jadi pertanyaan bagaimana lagu “Lingsir Wengi” bisa menjadi angker dan begitu pas dengan suasana film. Jawabannya adalah lagu “Lingsir Wengi” dalam film Kuntilanak telah diubah liriknya demi kepentingan film.

Lirik lagu lingsir wengi dalam film kuntilanak

Lingsir wengi sliramu tumeking sirno (Menjelang malam, dirimu/bayangmu mulai sirna)

Ojo tangi nggonmu guling (Jangan terbangun dari tidurmu)

Awas jo ngetoro (Awas, jangan terlihat/memperlihatkan diri)

Aku lagi bang wingo wingo (Aku sedang gelisah)

Jin setan kang tak utusi (Jin setan kuperintahkan)

Dadyo sebarang (Jadilah apa pun juga)

Wojo lelayu sebet (Namun jangan membawa maut)

Jika dilihat lirik lagu di atas sangat jauh berbeda dengan lagu "Lingsir Wengi" gubahan Sunan Kalijaga.

Liriknya sudah bernuansa mistis dan menyertakan kalimat-kalimat yang meminta bantuan setan.

Jadi pantas saja lagu puji-pujian dan kerinduan ini dianggap sebagai lagu pemanggil setan karena liriknya yang diubah sedemikian. (*)

Tags : lingsir wengi, cerita lagu Horor dan mistis, sejarah, film horor, kebudayaan, horor, Sunan Kalijaga,