PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Pembangunan gedung PT Bumi Siak Pusako (BSP) di Pekanbaru masih menuai masalah.
"Pembangunan gedung PT BSP kini terhenti tetapi ada dugaan anggarannya di korupsi yang kasusnya mengendap."
"Kami menduga ada dugaan monopoli dan gratifikasi pembangunan gedung PT BSP senilai Rp87 miliar," kata Koordinator Umum (Kordum) Gerakan Masyarakat Mahasiswa Pemantau Korupsi (GEMMPAR) Riau, Erlangga dalam orasinya saat itu.
Jadi dugaan korupsi ini semula mendapat sorotan dari GEMMPAR Riau. Mereka sudah beberapa kali mendatangi Kantor Kejati Riau di Jalan Jenderal Sudirman, Pekanbaru.
Di sana, mereka melakukan unjuk rasa mendesak Kejati mengusut sejumlah dugaan korupsi di Bumi Lancang Kuning, salah satunya di PT BSP.
Ada dugaan tindak korupsi "mengendap" dalam proyek miliaran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) perminyakan itu sehingga dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi Riau.
Dugaan ini terkait monopoli dan gratifikasi miliaran rupiah dalam proyek bernilai Rp87 miliar itu. Lembaga swadaya masyarakat juga sudah beberapa kali menggelar demonstrasi agar Kejati Riau tak takut mengusut proyek tersebut.
Tetapi beberapa bulan lalu, Kejati Riau menyatakan laporan tersebut tengah ditelaah. Namun, hingga kini tidak ada kemajuan apakah pengusutan itu jalan atau tidak.
"Masih didalami, masih dipelajari oleh Kejaksaan Tinggi Riau terkait masalah laporan tersebut," kata Asisten Intelijen Kejati Riau Raharjo Budi Kisnanto kepada wartawan.
Ia dikonfirmasi menyatakan proyek itu merupakan multiyears dan pembangunan masih berjalan. Oleh karena itu, pihaknya tidak masuk.
Meski demikian, Raharjo menyebut laporan sejumlah pihak yang masuk ke Kejati Riau tetap diproses.
Belakangan, Kejati Riau diketahui telah menerbitkan surat permohonan bantuan hukum untuk penyelesaian permasalahan dalam kegiatan pembangunan Gedung PT BSP tahun 2021.
Surat bernomor B-B37/L.4/Gp.2/02/2022 ditandatangani Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Jaja Subagja selaku Jaksa Pengacara Negara.
Surat yang ditujukan untuk Direktur PT BSP menyebut adanya tuntutan masyarakat untuk melakukan proses penegakan hukum. Sebab, ada indikasi tindak pidana atau penyimpangan prosedur serta intervensi pihak yang tidak bertanggung jawab dalam kegiatan pembangunan gedung tersebut.\
Dalam surat itu juga, Kejati Riau tidak dapat melanjutkan pemberian bantuan hukum non litigasi (negosiasi) atas penyelesaian permasalahan dalam kegiatan pembangunan gedung BSP. Salah satu pertimbangannya adalah menghindari conffict of interest internal dan eksternal.
"Kami menyarankan agar penyelesaiannya dapat melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sebagaimana tertuang di dalam surat perjanjian (Kontrak) Nomor 11/PKS-8SP/IV/2021 Tanggal 15 April 2021," demikian bunyi surat itu.
Sebelumnya pemutusan hubungan kerja oleh BSP terhadap PT BA terkait pembangunan gedung Kantor BSP di Jalan Jenderal Sudirman Pekanbaru, sudah sesuai perjanjian kontrak.
"Jika ada pihak punya penafsiran lain terhadap isi kontrak pekerjaan pembangunan gedung BSP dimaksud, maka sesuai pasal 25 kontrak, penyelesaiannya adalah ke BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia," kata Tim Kuasa Hukum PT BSP, Denny Azani B Latief SH MH didampingi rekan Ilhamdi Taufik SH MH dan Alhendri SH MH, dalam konferensi pers di salah satu hotel di Pekanbaru, Jumat 8 April 2022.
Menurutnya, pemutusan kontrak pembangunan gedung BSP karena pekerjaan oleh PT BA dinilai tidak sesuai perjanjian kontrak berdasarkan penilaian Manajemen Kontruksi (MK) PT Riau Multy Cipta Dimensi (PT RMCD).
‘’MK menemukan banyak terjadi kelalaian, wanprestasi, dan penyimpangan atas pekerjaan yang dilakukan PT BA terhadap pembangunan Gedung PT BSP di lahan seluas 7.488 meter per segi itu,’’ beber Denny.
Kontrak pembangunan gedung PT BSP dilakukan antara Direktur PT BSP Iskandar dan Direktur PT BA Aji Susanto, Nomor: 011/PKS- BSP/IV/2021 tanggal 15 April 2021, jangka waktu pelaksanaan 540 hari kalender terhitung 15 April sampai 6 Oktober 2021.
Di dalam kontrak dituangkan klausul-klausul mengikat antara kedua belah pihak. Salah satunya menyatakan jika PT BA lalai memenuhi tahapan-tahapan pembangunan, maka PT BSP berhak memutus hubungan kerja sepihak.
Dijelaskan Denny, setelah berjalan kurang lebih satu tahun ternyata pekerjaan pembangunan Gedung BSP tidak menunjukan progres yang signifikan. Setelah dihitung-hitung oleh MK, ada kelalaian atau wanprestasi mencapai 12,926 persen.
‘’Artinya, dalam tempo lebih kurang satu tahun tidak terdapat pembangunan yang berarti oleh PT BA. Setelah mengirimkan peringatan, langkah pemutusan kerja pun dilakukan PT BSP kepada PT BA,’’ ujarnya.
Herannya, imbuh Denny, setelah pemutusan hubungan kerja PT BA ternyata tidak meninggalkan lokasi proyek. Tentu kondisi ini menyulitkan PT BSP melanjutkan pembangunan gedung.
Anehnya lagi, ungkap Denny, PT BA malah membuat laporan polisi ke Polda Riau dengan laporan menuduh PT BSP melakukan penggelapan atau penipuan.
‘’Tidak mungkin PT BSP melakukan penipuan, karena pencairan dana penjaminan pekerjaan dimasukan ke dalam rekening sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kontrak," jelasnya.
Atas laporan itu, pihaknya sudah menjelaskan ke Polda Riau bahwa tidak ada suatu tindakan atau perbuatan apapun yang dikategorikan sebagai dugaan tindak pidana yang dilakukan kliennya, PT BSP.
Dia menambahkan, karena PT BA tidak meninggalkan lokasi, maka pihaknya melakukan laporan polisi ke Polda Riau, dengan tuduhan PT BA menduduki lahan milik PT BSP tanpa izin, dan saat ini laporan itu sedang diproses.
"Para pihak terlapor seperti Direktur PT BA, pun sudah diperiksa. Kami berharap pak Kapolda Riau benar-benar memperhatikan lahan negara yang diduduki PT BA tanpa izin,’’ tukasnya.
PT BSP adalah BUMD milik pemerintah daerah, kalau tidak ada upaya di lapangan untuk mengeluarkan mereka (PT BA), maka bisa jadi preseden tidak baik terhadapa aset-aset Provinsi Riau.
‘’Dalam kesempatan ini, kami berharap Polda Riau untuk menghentikan proses hukum yang menjadikan klien kami sebagai terlapor dalam kasus ini," pungkas Denny. (*)
Tags : Pembangunan Gedung, Riau, PT Bumi Siak Pusako, Pembangunan Gedung PT BSP Terhenti, Kasus Dugaan Korupsi Mengendap,