Sorotan   2023/02/10 13:14 WIB

Pengelolaan Tambang Minyak BSP di Taman Nasional Zamrud Mirip 'Bengkel Otomotif', 'jadi Disegel karena Mengabaikan Lingkungan'

Pengelolaan Tambang Minyak BSP di Taman Nasional Zamrud Mirip 'Bengkel Otomotif', 'jadi Disegel karena Mengabaikan Lingkungan'
Taman Nasional Zamrud, Siak, Riau

"Pengelolaan tambang minyak dan gas (Migas) tetap saja bertanggungjawab baik bagi produsen dan lingkungan dalam keperluan produksinya"

asalahnya pada perusahaan Migas yang dikelola Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) melalui PT Bumi Siak Pusako (BSP) masih direndung isu; sumur minyak yang disegel, kecelakaan kerja karena lebih disebabkan kelalaian dan tak berstandar K3, bahkan juga isu masih terjadinya nepotisme perekrutan pegawai.

Bagaimana negara menjamin bahwa kegiatan hulu migas tidak berdampak buruk pada lingkungan?

Pemerhati Sosial menilai, perlindungan lingkungan memang menjadi salah satu isu yang menjadi perhatian utama dalam industri hulu migas.

"Tata kelola yang buruk dalam proses eksplorasi dan produksi tidak hanya menyebabkan kerugian finansial, tetapi juga akan merusak lingkungan sekitar."

"Lihat saja seperti industri hulu minyak dan gas bumi (migas) pada Wilayah Kerja (WK) Coastal Plain Pekanbaru (CPP) yang dikelola BUMD BSP itu kerap dituding merusak lingkungan," kata Wawan Sudarwanto, Pemerhati Sosial dalam padangannya saat bincang-bincang ngopi bersama, Kamis (9/2/2023).

"Kalau tak salah kan, sektor hulu migas sepenuhnya dikontrol oleh negara," sambungnya.

Menurut Wawan lagi, seluruh pelaksanaan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup dalam kegiatan usaha hulu migas diawasi oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sejak tahap eksplorasi hingga produksi, sebutnya mengingatkan.

Tetapi kenyatannya, kata Wawan menilai, WK CPP dikelola BUMD BSP itu mirip bagaikan industri otomotif (bengkel motor).

Mulai waktu menyusun rencana kerja dan anggaran (work program and budget/WP&B) hingga tahap pelaksanaan di lapangan terkesan rusuh dan tak profesional.

"Kalau saya lihat, SKK Migas sepertinya tidak melakukan pengawasan pada kontraktor kontrak kerja sama (kontraktor KKS) BUMD BSP dalam pelaksanaan eksploitasi di lapangan," sebut Wawan.

Zonasi Taman Nasional Zamrud.

Pada hal, kata Wawan, SKK Migas sudah mewajibkan kontraktor KKS sejak melakukan kajian awal saat akan mengoperasikan sebuah wilayah kerja baik melalui penyusunan Rona Lingkungan Awal (Environmental Baseline Assessment/EBA), "tapi dilapangan kondisinya malah terbalik, areal penambangan penuh minyak tumpah berceceran disana sini, malah petugas karyawan tidak dibekali sefti dalam keselamatan kerja," katanya.

"Kalau saya lihat, ada juga karyawan yang memotong rumput, tapi sambil merokok. Artinya, karyawan itu dari awal tidak diberitahu soal keamanan bekerja di pertambangan minyak yang rawan terbakar ini," kata dia. 

"Seperti dalam studi EBA sudah menginformasikan daya dukung lingkungan permukaan untuk kegiatan eksplorasi dan produksi migas."

"Malah dalam melakukan pengelolaan limbah baik sisa operasi dan sisa produksi, SKK Migas mendorong kontraktor KKS agar tetap menerapkan prinsip 5RTD, yakni reduce, reuse, recycle, replace, return to supplier, treatment, serta disposal," katanya.

Sepertinya KKS BUMD BSP mengabaikan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER).

"Kalau wilayah kerja itu dulunya ditangani PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) tetap mematuhi program dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dalam; kegiatan pengawasan dan pembinaan terhadap penanggung jawab baik usaha ataupun kegiatan di bidang pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup serta pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) bahkan tetap menjadi perhatian serius oleh perusahaan asing ini," ungkapnya.

"Jadi saya sendiri tak heran dibawah kendali Direktur Utama Iskandar, berbagai persoalan yang diderita BUMD BSP ini terus mencuat, karena salah satu penyebabnya dalam penempatannya saja sudah terjadi nepotisme bahkan dicurigai tak memiliki basic keilmuan dibidang perminyakan ini," kata Wawan meramalnya.  

Sejak tahun 2002 resmi kelola 100 persen

Mengingat kembali perjuangan perusahaan migas daerah ini, sejak terhitung mulai tanggal 9 Agustus 2022, Wilayah Kerja (WK) Coastal Plain Pekanbaru (CPP) resmi dikelola 100% oleh BUMD PT Bumi Siak Pusako (BSP).

Setelah 20 tahun dikelola secara bersama-sama oleh Pertamina Hulu dalam bentuk Badan Operasi Bersama (BOB) Bumi Siak Pusako-Pertamina Hulu. Kementerian ESDM mengapresiasi kegigihan dan semangat BUMD BSP untuk mengelola sendiri blok migas di daerahnya.

“Pemerintah memberikan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada BSP yang merupakan BUMD Riau yang telah gigih dan sangat bersemangat mengelola sendiri WK CPP ini. Diharapkan BUMD-BUMD lain juga dapat mengikuti yang telah dilakukan BSP dengan mengelola sendiri secara keseluruhan potensi migas di daerah masing-masing,” kata Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Mirza Mahendra pada acara Seremoni Serah Terima Operator WK CPP, Senin 8 Agustus 2022 lalu.

Mirza juga menyampaikan terima kasih kepada PT Pertamina Hulu CPP atas kerja sama yang telah dibangun selama ini dengan Pemerintah dan para mitra dalam mengelola WK CPP.

Mirza juga mengingatkan agar BSP terus memenuhi komitmen yang tertuang pada kontrak kerja sama dan bekerja lebih keras lagi dalam mengelola WK CPP, serta tetap membudayakan keselamatan migas.

Kontrak Kerja Sama Perpanjangan WK CPP telah ditandatangani pada tanggal 29 November 2018 dengan skema Gross Split dan berlaku selama 20 tahun atau hingga 8 Agustus 2042. Dalam kontrak tersebut, total nilai Komitmen Kerja Pasti (KKP) sebesar US$130,4 juta yang meliputi Study G&G, Seismik 3D & 2D, pemboran sumur eksplorasi, serta EOR.

PT BSP merupakan BUMD dengan kepemilikan saham dari Pemerintah Provinsi Riau sebesar 18,07%, Pemerintah Kabupaten Siak 72,29%, Pemerintah Kabupaten Kampar 6,02%, Pemerintah Kabupaten Pelalawan 2,41% dan Pemerintah Kota Pekanbaru 1,21%.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, keputusan ini didasari dengan harapan masyarakat Riau tidak hanya memperoleh keuntungan dari sisi finansial, tapi juga kemampuan untuk mengelola sumberdaya manusia dan sumber daya alam yang ada di daerahnya.

“Kini tonggak pengelolaan WK CPP telah beralih 100% kepada putra dan putri terbaik Provinsi Riau melalui PT BSP. Kami atas nama manajemen SKK Migas dan industri hulu migas ingin memberikan apresiasi sebesar-besarnya atas kerja sama dan kontribusi Pertamina yang telah mendampingi dan mengelola WK CPP ini,” katanya.

Sejak pengelolaan WK CPP dari Chevron Pacific Indonesia (CPI) ke BOB Bumi Siak Pusako-Pertamina Hulu, sudah lebih dari 250 sumur dibor untuk meningkatkan produksi dan mempertahankan laju penurunan produksi yang cukup tajam.

Sementara, untuk long term plan WK CPP pada tahun 2026, produksi ditargetkan mencapai 21 ribu barel minyak per hari (BOPD).

“Nantinya WK CPP ditargetkan mencapai produksi sebesar 56.000 BOPD pada tahun 2033, sesuai dengan yang ditargetkan oleh PT BSP pada proposal alih kelola. Dengan adanya penambahan aktivitas hulu migas untuk mencapai target produksi tersebut, tentunya akan mampu meningkatkan roda perekonomian di Provinsi Riau,” ujarnya dalam siaran pers. 

Selain itu, Direktur Utama Pertamina Hulu Rokan, Jaffee A. Suardin mengatakan kebersamaan Pertamina dan PT BSP selama 20 tahun terakhir merupakan anugrah yang bermakna.

Kemitraan ini merupakan wujud kerja sama yang harmonis antara BUMN dan BUMD. “Sejak diterima dari PT CPI pada tahun 2002, WK CPP sudah memproduksi 125 juta barel yang menghasilkan revenue sebesar US$1,4 miliar.

Selama 20 tahun dikelola BOB, tidak terjadi kecelakaan kerja yang merenggut jiwa. BOB juga telah mengalirkan dana tanggung jawab sosial dan lingkungan hingga US$70 miliar untuk pembangunan sekolah dan masjid,” kata Jaffe.

Direktur Utama PT BSP Iskandar menambahkan, selama bekerjasama dengan Pertamina, BSP telah mendapatkan transfer ilmu dan pengetahuan. Bekal ini menambah dan memperkuat optimisme BUMD tersebut untuk mampu meningkatkan produksi minyak di WK CPP.

Selama tahun 2022 ini, BSP akan melanjutkan kegiatan pengeboran 15 sumur pengembangan dan 1 sumur eksplorasi. Pengeboran tersebut dilakukan guna menahan laju penurunan produksi secara alamiah. 

Wawan Sudarwanto

Seperti kembali disebutkan Wawan Sudarwanto lagi seakan yang terjadi dilapangan malah terbalik.

Semangat empat lima yang menggebu gebu ditonjolkan perusahaan BUMD BSP untuk mendapatkan pengelolaan 100 persen WK CPP tak terbendungkan.

Tetapi pada pengelolaan eksploitasi di wilayah Taman Nasional Zamrud, Siak yang semula perkiraan sumber minyak berada dibawah dasar danau oleh mesin-mesin ric BSP situasi dan kondisi hutan menjadi 'berantakan' tak terkendali.

Sebaliknya, PT CPI dalam pengelolaannya di sekitar Zamrud justru bisa dilakukan secara profesional dan tak terdengar terjadinya dampak lingkungan.

Malah perusahaan asing itu mendapat penghargaan PROPER dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mendorong perusahaan tetap taat terhadap peraturan lingkungan hidup dan mencapai keunggulan lingkungan (environmental excellency).

"Artinya kan, Kontraktor KKS CPP BUMD BSP seharusnya juga wajib melakukan pemulihan bekas penambangan (site restoration). Area yang sebelumnya menjadi bagian aktivitas usaha hulu migas harus dikembalikan ke kondisi semula seperti saat sebelum kegiatan eksplorasi dimulai," kata dia.

"Kontraktor KKS juga memiliki kewajiban mencadangkan dana ASR (abandonment and site restoration) saat menyusun rencana pengembangan lapangan (plan of development/POD) untuk keperluan restorasi dan rehabilitasi wilayah kerja," sebutnya.

Menurutnya, pencadangan dana ASR tidak hanya menjamin kondisi lingkungan tetap terlindungi pasca kegiatan operasi migas, tetapi juga memberikan efek lingkup berganda (multiplier effect). Tetapi perusahaan itu akan menjadi lebih sehat karena memiliki rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) yang bagus dengan adanya penempatan dana ASR.

"Pada fase ini, SKK Migas bertugas memastikan kontraktor KKS menjalankan proses penutupan dan pemulihan tambang dengan benar, melainkan bekas-bekas galian minyak tak tercecer, juga terus fokus mendorong kreativitas industri hulu migas dalam membuat terobosan terkait pengelolaan lingkungan hidup," sebutnya.

Siapa yang harus menggunakan ISO 14001?

Masa PT Chevron (CPI) megelola industri hulu minyak dan gas bumi (migas) pada Wilayah Kerja (WK) Coastal Plain Pekanbaru (CPP) selama 90 tahun terakhir, perusahaan asing itu berhasil mengantongi ISO 14001 yang dikeluarkan MenLHK.

"Kalau dilihat kinerja KKS BUMD PT BSP sangat jauh untuk mendapatkan ISO 14001 ini, malah kenyataan dilapangan yang ada mengabaikan," sebut Wawan lagi.

ISO 14001 adalah standar internasional yang menentukan persyaratan untuk pendekatan manajemen yang terstruktur untuk perlindungan lingkungan yang menyangkut soal sistem manajemen lingkungan dan merupakan sistem manajemen perusahaan yang berfungsi untuk memastikan bahwa proses yang digunakan dan produk yang dihasilkan telah memenuhi komitmen terhadap lingkungan, terutama dalam upaya pemenuhan terhadap peraturan di bidang lingkungan, pencegahan pencemaran dan komitmen terhadap perbaikan berkelanjutan.

Tujuan ISO 14001 diterbitkan untuk memungkinkan organisasi dari semua jenis atau ukuran untuk mengembangkan dan menerapkan kebijakan yang berkomitmen untuk bertanggung jawab pada lingkungan; seperti keberlanjutan sumber daya, pencegahan polusi, mitigasi perubahan iklim dan minimalisasi dampak lingkungan.

"Untuk mendapatkan sertifikat ISO 14001 ini saja sebelumnya SKK bersangkutan bisa meminimasi potensi konflik antara pekerja dengan pengusaha dalam penyediaan lingkungan kerja yang layak dan sehat dan meningkatkan produktivitas pekerja melalui efisiensi waktu dan biaya," terang Wawan.

Selain itu juga bisa menjembatani pemenuhan peraturan lingkungan dengan lebih terencana dan terstruktur, penggunaan sumber daya alam yang lebih bijaksana menuju terciptanya eko-efisiensi, bisa menjaga citra bisnis industri yang selama ini sering dikaitkan secara negatif dengan pencemaran lingkungan. 

Sementara untuk bisa mendapatkan ISO 14001, bisa mengurangi pencemaran lingkungan melalui penurunan penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya, pengurangan limbah berbahaya dan dapat mengurangi gangguan sosial yang berasal dari keberadaan industri itu sendiri misalnya, mengurangi kebisingan, polusi air, polusi udara, kemacetan, dan social responsibilty.

Jadi setiap organisasi eksploitasi Migas yang ingin mendirikan, memperbaiki, atau mempertahankan sistem manajemen lingkungan agar sesuai dengan kebijakan lingkungan yang telah ditetapkan dan persyaratan melalui ISO 14001, "ini tentunya persyaratan standar yang dapat dimasukkan ke dalam sistem manajemen lingkungan, sejauh mana ditentukan oleh beberapa faktor termasuk industri organisasi, kebijakan lingkungan, produk dan penawaran layanan, dan lokasi," terang Wawan.

Manajemen BSP di PTUN

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru mengabulkan gugatan Yayasan Wasinus terkait keberadaan 66 sumur minyak di Taman Nasional Zamrud, Siak, Riau. PTUN memerintahkan instalasi migas tersebut disegel dan diproses hukum.

Dalam perjalanannya industri hulu minyak dan gas bumi (migas) pada Wilayah Kerja (WK) Coastal Plain Pekanbaru (CPP) yang dikelola BUMD BSP itu yang kerap dituding merusak lingkungan di PTUN soal pengelolaan 66 sumur minyak di Taman Nasional Zamrud, Siak, Riau karena salah satu penyebabnya masuk pada kawasan hutan.

Tetapi pihak manajemen PT BSP masih bungkam soal putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru yang mengabulkan gugatan Yayasan Wahana Sinergi Nusantara, pada Senin 9 Januari 2023 ini.

Kebocoran pipa minyak milik PT Bumi Siak Pusako.

Sebanyak 66 sumur minyak dan fasilitas pendukung migas milik BUMD Pemkab Siak yang berada di Taman Nasional Zamrud, diperintahkan hakim untuk disegel dan diproses secara hukum.

Direktur PT BSP Iskandar dan pejabat humas tak kunjung memberikan respon, sejak gugatan ini didaftarkan Yayasan Wasinus pada 22 Juli lalu.

Sebelumnya Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru mengabulkan gugatan Yayasan Wahana Sinergi Nusantara (Wasinus) terhadap Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dkk terkait keberadaan 66 sumur minyak yang dikelola oleh PT BSP di Taman Nasional (TN) Zamrud, Kabupaten Siak. Ini adalah kekalahan beruntun kali ketiga Menteri LHK dalam dua bulan terakhir menghadapi gugatan organisasi penyelamat lingkungan dan kehutanan di Riau.

Trio majelis hakim PTUN dalam putusannya, Senin (9/1/2023) kemarin memerintahkan agar sumur migas dan infrastruktur pendukung yang berada di TN Zamrud disegel dan diproses secara hukum.

"Mewajibkan Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III secara bersama-sama untuk melakukan tindakan pemerintahan berupa pemulihan terhadap kerusakan lingkungan hidup hutan konservasi kawasan pelestarian alam Taman Nasional Zamrud dengan cara melakukan pengelolaan lingkungan hidup terhadap sumur-sumur minyak dan gas beserta sarana penunjangnya yang masuk dalam hutan konservasi kawasan pelestarian alam Taman Nasional Zamrud, serta melakukan penanaman kembali (reboisasi) dengan jenis tumbuhan yang sesuai dengan fungsi Hutan Konservasi Kawasan Pelestarian Alam Taman Nasional Zamrud," demikian bunyi putusan pengadilan.

Dalam gugatan Yayasan Wasinus ini, Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau menjadi Tergugat I. Sementara, Menteri LHK menjadi Tergugat II dan Dirjen Gakkum KLHK sebagai Tergugat III. Adapun PT Bumi Siak Pusako (BSP) duduk sebagai Tergugat II Intervensi.

Majelis hakim dalam putusannya juga memerintahkan Kepala BBKSDA Riau dan Dirjen Gakkum KLHK untuk menghentikan kegiatan sumur minyak dan melakukan proses penegakan hukum dengan cara melakukan penyegelan, pemasangan plang, penyidikan dan/ atau tindakan penegakan hukum lainnya.

"Mewajibkan Tergugat I dan Tergugat III untuk melakukan penegakan hukum di bidang lingkungan hidup dan kehutanan dengan menghentikan kegiatan pemanfaatan dan menutup Taman Nasional Zamrud khususnya terhadap areal yang terdapat sumur-sumur minyak dan gas beserta sarana penunjangnya dengan cara melakukan penyegelan, pemasangan plang, penyidikan dan/ atau tindakan penegakan hukum lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sampai dengan telah dilakukannya pengelolaan lingkungan hidup," demikian putusan majelis hakim.

Lebih lanjut, PTUN juga menghukum Menteri LHK sebagai Tergugat II dengan mewajibkannya untuk menerbitkan Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Kegiatan Penambangan/ Pengeboran dan Pemeliharaan Sumur Minyak dan Gas Bumi di Kawasan Pelestarian Alam.

"Mewajibkan Tergugat II dan Tergugat II Intervensi melalui Tergugat II untuk menanggung seluruh kerugian lingkungan hidup atas biaya pemulihan, pengelolaan dan/ atau reboisasi terhadap kerusakan lingkungan hidup Hutan Konservasi Kawasan Pelestarian Alam Taman Nasional Zamrud, yang nilainya ditentukan dengan penghitungan riil sesuai dengan tanggungannya masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku," demikian putusan majelis hakim.

Adapun perkara klasifikasi tindakan faktual pemerintahan ini didaftarkan Yayasan Wasinus di PTUN Pekanbaru dengan nomor perkara: 42/ G/ TF/ 2022/ PTUN.PBR pada 22 Juli 2022. Putusan ditetapkan oleh majelis hakim yang diketuai Erick S Sihombing SH, Misbah Hilmy SH dan Endri SH.

Kekalahan beruntun Menteri LHK ini kian memojokkan posisi Kementerian LHK dkk yang dinilai lalai dan gagal dalam melakukan pelestarian dan penyelamatan hutan konservasi di Riau yang telah hancur lebur oleh aktivitas non hutan.

Kekalahan kedua yang dialami oleh Menteri LHK yakni saat menghadapi gugatan Yayasan Menata Nusa Raya (Menara) pada Rabu 14 Desember 2022 lalu, gugatan ini berkaitan dengan keberadaan kebun kelapa sawit, pabrik kelapa sawit (PKS) yang dikelola PT Tengganau Mandiri Lestari dan sumur serta instalasi migas yang dikelola PT Pertamina Hulu Rokan di Suaka Margasatwa Balairaja, Bengkalis.

Uniknya, gugatan yang meng-KO-kan Menteri LHK ini dilakukan oleh tiga yayasan lingkungan yang berbeda dengan menunjuk Dr (C) Surya Darma SAg, SH, MH sebagai ketua tim hukum.

Menanggapi kemenangan pihaknya, Dr (Cd) Surya Darma mengapresiasi putusan majelis hakim PTUN Pekanbaru tersebut.

"Putusan tersebut mencerminkan kebijaksanaan dan kearifan majelis hakim yang pro natura. Ini menjadi nafas dan energi baru bagi para pejuang penyelamatan hutan di Riau dan seluruh wilayah Indonesia," tegas Surya Darma, Senin siang.

Surya menegaskan, upaya gugatan hukum terhadap Menteri LHK dkk dilakukan semata-mata untuk menagih tanggung jawab konstitusional pemerintah yakni Kementerian LHK dalam tugas pelestarian, pengamanan dan penyelamatan hutan, khususnya pada kawasan hutan konservasi. Itu sebabnya, ia meminta Menteri LHK patuh dan segera menjalankan putusan PTUN tersebut.

"Sikap legowo dan hati nurani Menteri LHK serta jajarannya untuk penyelamatan hutan konservasi sangat dinantikan oleh masyarakat. Di tengah gencarnya kampanye penyelamatan hutan dan upaya menahan laju pemanasan global, putusan PTUN ini sangat relevan untuk dipatuhi dan dilaksanakan," tegas Surya.

Yayasan Wasinus menggugat Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) serta Dirjen Penegakan Hukum Kementerian LHK dalam perkara nomor: 42/ G/ TF/ 2022/ PTUN.PBR pada 22 Juli 2022. PT BSP menjadi tergugat intervensi dalam gugatan ini.

Perkara ini telah menempuh sebanyak 15 kali persidangan, termasuk pemeriksaan setempat (sidang lapangan) pada 25 November 2022 lalu. 

Sepanjang persidangan, para pihak baik penggugat maupun tergugat telah menyampaikan sejumlah bukti-bukti. Yayasan Wasinus menilai, salah satu bukti surat yang diajukan Menteri LHK sebagai biang kerok alias penyebab eksploitasi Taman Nasional Zamrud. Surat tersebut dinilai bertentangan dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Adapun surat yang dimaksud bernomor: 1581/ Menhut-VI/ 90 yang terbit pada 11 September 1990 lalu. Surat tersebut diteken oleh Menteri Kehutanan saat dijabat oleh Hasjrul Harahap.

Berdasarkan bukti yang diajukan ke majelis hakim PTUN, surat tersebut menerangkan bahwa PT Caltex Pacific Indonesia (CPI) telah memperoleh persetujuan untuk menggunakan sebagian kawasan Suaka Margasatwa Danau Besar/ Danau Bawah untuk pengembangan lapangan minyak Zamrud yang meliputi kegiatan pemboran, pengembangan fasilitas-fasilitas produksi dan operasi produksi yang ditindak lanjuti dengan membuat Amdal.

Ketua Tim Hukum Yayasan Wasinus, Dr (C) Surya Darma SAg, SH, MH menyatakan, surat Menteri Kehutanan tersebut sebenarnya telah batal demi hukum. Sebab, surat itu diterbitkan setelah diundangkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

"Surat Menhut tersebut seharusnya batal demi hukum dan tidak bisa dipakai untuk memberikan persetujuan penggunaan Suaka Margasatwa Danau Atas/ Danau Bawah untuk kegiatan migas. UU Nomor 5 Tahun 1990 diundangkan sejak tanggal 10 Agustus 1990. Sementara, Surat Menteri Kehutanan tersebut terbit setelah UU itu disahkan yakni pada tanggal 11 September 1990," tegas Surya Darma, Senin (19/12/2022).

Merujuk pada pasal 19 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990, kata Surya Darma, setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam. Suaka Margasatwa Danau Besar/ Danau Bawah merupakan salah satu jenis suaka alam, termasuk cagar alam.

"Jadi sangat jelas sekali, bahwa Surat Menteri Kehutanan yang diterbitkan itu melanggar UU Nomor 5 Tahun 1990. Dengan demikian Surat Menteri itu batal demi hukum dan tidak bisa dipakai sebagai persetujuan SM Danau Atas/ Danau Bawah untuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas," tegas Surya Darma.

Surya Darma menyebutkan, penerbitan surat Menteri Kehutanan tersebut dinilai sebagai pemicu eksploitasi SM Danau Atas/ Danau Bawah yang sejak tahun 2016 lalu telah dijadikan bagian dari Taman Nasional Zamrud. Soalnya, pembangunan fasilitas migas yang dikelola PT BSP telah membuka akses jalan ke Taman Nasional Zamrud.

Selain adanya akses jalan, Surya juga mempertanyakan dampak limbah akibat sumur-sumur minyak yang dibangun di dalam hutan konservasi Taman Nasional Zamrud.

PT BSP sejak 9 Agustus 2022 lalu telah ditunjuk pemerintah (Kementerian ESDM) sebagai pengelola tunggal ladang minyak yang sebelumnya dikenal dengan Coastal Plain Pekanbaru (CPP Blok). Blok minyak warisan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) tersebut, pada 2002 lalu dikelola oleh Badan Operasi Bersama (BOB) yakni PT Pertamina Hulu dan PT BSP. PT BSP merupakan BUMD yang saham terbesarnya dimiliki oleh Pemkab Siak.

Riwayat Taman Nasional Zamrud

Sejak 25 November 1980, kawasan Danau Besar dan Danau Bawah seluas 28.237,95 hektar ditunjuk sebagai kawasan suaka margasatwa (KSM) yang tertutup untuk umum oleh Menteri Pertanian dengan surat nomor: 846/Kpts/Um/II/1980 tanggal 25 November 1980.

Pada tahun 1983 telah dilakukan penataan batas definitif dan temu gelang, diperoleh luas kawasan 28.237,95 hektar.

Kawasan ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 668/Kpts-II/1999 tanggal 26 Agustus 1999 tentang Penetapan Kelompok Hutan Danau Pulau Besar/ Danau Bawah seluas 28.237,95 ha yang terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Bengkalis, Propinsi Daerah Tingkat I Riau sebagai Kawasan Hutan dengan Fungsi Suaka Margasatwa.

Pada tahun 2005, pemerintah Kabupaten Siak mengajukan usulan perubahan fungsi dari suaka margasatwa menjadi taman nasional. Usulan ini diajukan melalui surat Bupati Kabupaten Siak No. 364/Dishut/205/2005 tanggal 9 Juni 2005 lalu.

Bersama usulan tersebut, diusulkan pula penambahan luas kawasan. Alasan penambahan luas dalam usulan ini adalah adanya rencana pembagian zonasi. 

Perubahan fungsi tersebut baru disetujui oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tanggal 4 Mei 2016. Persetujuan ini ditindaklanjuti dengan diterbitkannya surat keputusan Menteri LHK No. 350/Menlhk/Setjen/PLA.2/5/2016.

Dalam surat keputusan ini, kawasan suaka margasatwa digabungkan dengan hutan produksi tetap Tasik Besar Serkap. Gabungan kedua wilayah ini yang kemudian ditetapkan sebagai Taman Nasional Zamrud. Luasnya adalah 31.480 hektar dimana seluas 28.238 hektar berasal dari Suaka Margasatwa Danau Pulau Besar Danau Bawah, sedangkan 3.242 ha sisanya berasal dari hutan produksi tetap Tasik Besar Serkap.

Di kawasan ini, hidup satwa dan tumbuhan langka dan terkenal seperti ikan arwana emas (Schleropages formasus), harimau sumatera (Panthera tigris sumatrensis), beruang merah (Helarctos malayanus) serta berbagai jenis ular. Bahkan di wilayah ini masih bisa anda jumpai burung serindit (Loriculus galgulus) yang merupakan bio-indikator lingkungan. (*)

Tags : PT Bumi Siak Pusako, Pengelolaan Tambang Minyak BSP, Tambang Minyak Mirip Bengkel Otomatif, Tambang Minyak di Taman Nasional Zamrud, PT BSP Digugat di PTUN, Perusahaan Penambang Minyak Abaikan Lingkungan,