News   2023/02/16 16:17 WIB

Riau Hadapi Fenomena Pengangguran Usia Muda, Pemerhati: 'Bagaikan Bom Waktu yang Siap Meledak'

Riau Hadapi Fenomena Pengangguran Usia Muda, Pemerhati: 'Bagaikan Bom Waktu yang Siap Meledak'
Wawan Sudarwanto

PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Provinsi Riau juga menghadapi fenomena pengangguran usia muda dan terselubung akibat perlambatan ekonomi di tahun 2023 ini.

"Fenomena peningkatan pengangguran terbuka usia muda ini bagaikan 'bom waktu' yang siap meledak kapan saja."

"Ini memang terjadi di Riau, tapi paling parah lima hingga sepuluh tahun kedepan. Ini bisa jadi 'bom waktu' untuk Riau," kata pemerhati sosial, Wawan Sudarwanto, tadi ini Kamis (16/2/2023) dalam bincang-bincangnya ngopi bersama di Pekanbaru.

Ia mengatakan, berapa banyak siswa-siswi tamatan sekolah menengah kejuruan (SMK) maupun lulusan perguruan tinggi (PT) negeri dan swasta yang menelorkan sarjana-sarjana muda saban tahunnya, lalu mereka kemana, tanya Wawan.

"Saya melihat sektor ekonomi yang mampu menyerap ketenagakerjaan saat ini sedang mengalami penurunan," sebutnya.

"Ini juga secara otomatis membuat permintaan tenaga kerja terutama tenaga usia muda menurun," sambungnya.

Menurut dia, sangat penting bagi pemerintah daerah memikirkan jalan keluar untuk penyediaan lapangan pekerjaan terutama bagi mereka yang berusia 15--24 tahun.

"Jika tidak, bonus demografi yang akan didapat pada 2020--2030 akan sia-sia."

"Seharusnya penduduk itu kan jadi aset, ini justru malah jadi liabititas," ujar dia.

Kabarnya, berdasarkan publikasi yang baru dikeluarkan Organisasi Perburuhan Internasional (the International Labour Organization/ILO) Tingkat Pengangguran Terbuka Usia Muda (TPT Usia Muda) yakni usia 15--24 tahun di Indonesia menunjukkan angka tertinggi yakni 19,9 persen dari jumlah penduduk.

Sementara itu berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) hingga Agustus 2012, jika dilihat dari variasi tingkat pengangguran antar provinsi di Indonesia maka jumlah pengangguran tertinggi juga termasuk ada di Provinsi Riau yang mencapai lebih dari 10 persen dari total populasi. Posisi tersebut disusul oleh DKI Jakarta, Aceh, Jawa Barat, dan Kalimantan Timur.

Jadi ini, menurut Wawan, masalah yang lebih buruk adalah terus membengkaknya jumlah pengangguran terselubung yang juga terjadi di Riau.

"Jika Gubernur Riau tidak mewaspadai dan mengantisipasi hal ini, di antaranya dengan mendorong pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), industri padat karya, industri berbasis gaya hidup (lifestyle), industri yang memiliki tren domestik, serta industri yang mengandung unsur-unsur keunikan (uniqueness) akan berakibat fatal," dalam pengamatannya.

"Selain kemudahan investasi, penyediaan infrastruktur, dan menciptakan iklim investasi yang kondusif, dorongan pemerintah bisa diberikan dalam bentuk insentif pajak," terangnya.

Pengangguran terselubung, menurut Wawan, berdasarkan definisinya adalah keadaan menganggur suatu angkatan kerja yang tidak dilaporkan karena mereka tidak giat mencari kerja.

Sedangkan berdasarkan istilah yang berlaku umum, pengangguran terselubung yaitu tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan kemampuannya.

Wawan memperkirakan jumlah penganggur terselubung di Riau saat ini bisa meningkat, "bahkan mereka tersebar di berbagai wilayah dan lapisan masyarakat, dari kota hingga perdesaan," sebutnya.

"Dengan income yang rendah, jam kerja yang sedikit, dan produktivitas yang rendah pula, itu akan menciptakan dua hal sekaligus, yakni rapuhnya tingkat kesejahteraan dan semakin tingginya tingkat kesenjangan. Ini sangat berbahaya dan bisa menjadi ganjalan besar di balik pertumbuhan ekonomi yang sudah baik," kata dia.

Menurutnya, membengkaknya jumlah penganggur terselubung terjadi karena sektor industri bertumbuh rendah, sehingga tenaga kerja "terlempar" ke sektor-sektor informal.

"Hantaman produk-produk luar negeri yang membanjiri pasar di Riau telah membuat industri merana dan 'mati suri'. Tenaga kerjanya pun terlempar keluar," ujar Wawan.

Jadi menurut Wawan, industri berbasis gaya hidup (lifestyle) di dalam negeri, seperti garmen, sepatu, dan elektronik yang selama ini menjadi primadona penyerapan tenaga kerja, kini dirundung persoalan dan diprediksi sulit bersaing.

"Sekarang ini, menciptakan lapangan kerja baru sangat berat. Kalau pun bisa, pemerintah harus menciptakan cash for ward yang melibatkan masyarakat setempat," tutur dia.

Sebabnya, kata Wawan, pemerintah Riau perlu mengakomodasi sektor industri yang memiliki tren domestik dan mengandung unsur-unsur keunikan (uniqueness), seperti UMKM. (*)

Tags : Pengangguran, Riau Hadapi Fenomena Pengangguran Usia Muda, Pengangguran Terselubung, Pengangguran Bagaikan Bom Waktu yang Siap Meledak,