Entertaiment   2022/08/11 14:43 WIB

Sania Khan Mengunggah Soal Perceraiannya di TikTok, Kemudian Sang Mantan Suami Membunuhnya

Sania Khan Mengunggah Soal Perceraiannya di TikTok, Kemudian Sang Mantan Suami Membunuhnya

ENTERTAINMENT - Ketika akhirnya Sania Khan meninggalkan pernikahannya yang buruk, dia mengatakan sejumlah anggota komunitasnya, yakni Muslim Asia Selatan, membuatnya merasa bahwa dia “telah gagal dalam hidup”.

Melalui TikTok, Sania menemukan dukungan dan kenyamanan dari orang-orang asing – sampai mantan suaminya menemukannya lalu membunuhnya. 

"Peringatan: Artikel ini mengandung detail-detail yang mungkin dapat membuat Anda merasa tidak nyaman".

Tas-tasnya telah dikemas rapi. Dia siap untuk melangkah pergi. 

Tanggal 21 Juli seharusnya menjadi hari di mana Sania Khan, 29 tahun, meninggalkan Chicago, Illionis, Amerika Serikat – dan meninggalkan trauma dari pernikahan yang retak – untuk memulai kehidupan mandiri di kota kelahirannya, Chattanooga. 

Namun hari itu, dia justru dipulangkan ke rumahnya di Tennessee di dalam peti. 

Tiga hari sebelumnya, petugas keamanan menemukan tubuhnya yang tak responsif di dekat pintu masuk kondominiumnya di Chicago, yang dulu merupakan tempat tinggalnya bersama suaminya, Raheel Ahmad, 36 tahun. 

Di bagian belakang kepalanya terdapat luka tembak dan dia dinyatakan meninggal dunia di tempat kejadian. 

Ketika polisi tiba di lokasi, Ahmed telah mengarahkan pistol ke dirinya sendiri, dan menarik pelatuk. Dia juga dinyatakan tewas. 

Menurut laporan polisi yang dibagikan kepada Chicago Sun-Times, pasangan ini “sedang menjalani proses perceraian”, dan Ahmad, yang telah pindah ke negara bagian lain setelah berpisah dengan Khan, melakukan perjalanan sejauh 1.120km kembali ke rumah mereka untuk “menyelamatkan pernikahan”. 

Peristiwa pembunuhan-bunuh diri ini adalah babak terakhir yang tragis dari hidup Khan, fotografer muda berdarah Pakistan-Amerika yang baru saja menemukan suaranya di platform media sosial TikTok sebagai perempuan muda yang melawan trauma pernikahan dan stigma perceraian di komunitas Asia Selatan. 

Kematiannya telah membuat teman-teman Khan terguncang, dan perasaan ini bergema pada pengikut-pengikutnya di TikTok, juga perempuan-perempuan Asia Selatan lainnya yang berkata mereka merasakan tekanan untuk tetap berada dalam pernikahan yang tak sehat demi menjaga nama baik keluarga besar. 

“Dia berkata, 29 akan menjadi tahunnya dan ini akan menjadi awal yang baru,” ujar BriAnna Williams, teman kuliah Khan. “Dia sangat menunggu-nunggu momen ini.” 

Bagi teman-temannya, Khan adalah sahabat yang selalu membawa keceriaan – dia otentik, positif, dan tak pernah mementingkan diri sendiri. 

“Dia seseorang yang akan memberi Anda pakaian yang dikenakannya bila Anda butuh,” kata Mehru Sheikh, 31 tahun, sahabat Khan. 

“Bahkan ketika dia melalui saat-saat terberat dalam hidupnya, dia selalu yang pertama menelepon dan bertanya pada teman-temannya bagaimana keadaan mereka.” 

Di Instagram, di mana Khan pertama kali membangun platform publiknya, dia menjabarkan kecintaannya pada fotografi dengan kalimat: “Saya membantu orang-orang jatuh cinta dengan diri mereka sendiri dan satu sama lain di depan kamera.” 

Khan mengabadikan acara pernikahan, foto kehamilan, baby shower, dan acara-acara lain, baik untuk klien besar maupun teman-temannya. 

“Dia paling merasa hidup bila berada di belakang kamera,” ujar Sheikh.

“Kelebihannya adalah membuat orang yang difoto merasa nyaman di depan kamera, sehingga dia bisa menangkap emosi dan kebahagiaan yang tak dibuat-buat.” 

Di saat yang sama, Khan juga menginginkan kebahagiaan yang sama untuk hidupnya. Setelah berpacaran dengan Ahmad selama lima tahun, mereka menikah pada Juni 2021 dan pindah ke Chicago. 

“Mereka menggelar pernikahan ala Pakistan yang besar dan mewah,” kenang seorang teman kecil Khan. “Tapi pernikahan itu dibangun di atas kebohongan dan manipulasi.” 

Teman-teman Khan mengeklaim Ahmad telah lama memiliki masalah kesehatan mental.

Pasangan ini juga lebih banyak menjalani hubungan jarak jauh sebelum menikah, yang menurut teman-temannya, menutupi ketidakcocokan keduanya. 

Masalah mulai muncul pada Desember lalu ketika, menurut temannya, Khan berkata Ahmad mengalami krisis mental dan dia merasa tidak aman.

Hingga kini keluarga Ahmad tidak dapat dihubungi untuk berkomentar. 

Sementara itu, keluarga Khan melalui teman-temannya menolak berbicara untuk artikel ini. 

Belasan kasus pembunuhan-bunuh diri terjadi di Amerika setiap minggu, sekitar dua per tiga di antaranya melibatkan pasangan, menurut Violence Policy Center. 

Penyakit mental dan permasalahan dalam hubungan kerap diidentifikasi sebagai faktor terbesar yang membuat perempuan menghadapi kekerasan dari pasangannya.  

Ahli kekerasan dalam ruang tangga mengatakan perempuan menghadapi risiko terbesar untuk dibunuh pasangannya ketika mereka meninggalkan hubungan. 

Peristiwa pada Desember itu memicu Khan – yang sebelumnya selalu menyimpan permasalahan rumah tangganya – untuk terbuka akan pernikahannya yang tidak bahagia, ujar teman-temannya. 

Mereka mengatakan Khan mendiskusikan pernikahannya, bercerita bahwa suaminya tidak tidur dan kerap berlaku aneh, menolak permohonannya untuk menjalani terapi, dan dia merasa bahwa penyakit mental suaminya telah menjadi beban untuknya. 

Namun teman-temannya menduga, walaupun mereka semua menasihati Khan untuk meninggalkan suaminya, orang-orang lain dalam hidup Khan memintanya untuk tetap mempertahankan pernikahannya. 

Williams, 26 tahun, berkisah temannya itu menangis saat mereka bertemu di Chicago pada Mei. 

“Dia berkata perceraian dianggap memalukan dan dia merasa sangat kesepian.” 

Khan, menurutnya, berulang kali berkata ‘log kya kahenge’, yang dalam bahasa Urdu dan Hindi berarti ‘apa kata orang nanti’. 

Sebagai anak yang orang tuanya bercerai, Khan mengaku merasakan sendiri bagaimana stigma dari sejumlah komunitas Asia Selatan terhadap perempuan yang meninggalkan pernikahan. 

“Ada banyak tekanan secara budaya kepada keluarga besar dan bagaimana mereka dilihat oleh orang lain,” kata Neha Gill, direktur eksekutif Apna Ghar, organisasi di Chicago yang memberikan pendampingan kepada perempuan-perempuan keturunan Asia Selatan yang mengalami KDRT. 

Banyak komunitas Asia Selatan yang masih memandang perempuan sebagai inferior dan harus dikendalikan, ujar Gill. 

Dia menambahkan, “Budaya [Asia Selatan] sangat komunal, jadi mereka akan memprioritaskan keluarga atau komunitas dibandingkan keselamatan dan kenyamanan orang per orang.” 

Namun dengan dukungan dari teman-temannya, Khan akhirnya mengajukan perceraian dan pada Agustus secara sah berpisah dari suaminya. 

Dia juga mengajukan perintah menjaga jarak dan mengganti semua kunci pintu apartemennya, kata teman-teman Khan. 

Dan dia mulai membagikan kisahnya di TikTok, menyebut dirinya sebagai “kambing hitam” dalam komunitasnya. 

Dalam salah satu unggahannya, dia berkata, “Menjalani perceraian sebagai perempuan Asia Selatan membuat Anda kadang merasa gagal dalam hidup.”  

“Anggota keluarga saya berkata, jika saya meninggalkan suami saya berarti saya membiarkan Syaitan ‘menang’, bahwa saya berpakaian seperti perempuan nakal dan bila saya kembali ke kampung halaman, mereka akan membunuh saya sendiri,” ia berkata dalam unggahan yang lain.  

Naty, 28 tahun, teman kampus Khan yang lain, mengingat momen pertama kali unggahan Khan viral di TikTok.  

“Dia membombardir saya dengan pesan pendek dan berkata ini yang seharusnya dia lakukan: Menyebarkan kisah pernikahannya dan menjadi panutan bagi perempuan yang ingin meninggalkan pernikahan mereka yang toksik.” 

Dengan setiap unggahan, Khan menemukan pelipur lara dan kekuatan, meskipun dia juga “menerima reaksi negatif” karena menyebarluaskan perpecahan rumah tangganya, menurut Naty. 

Di saat kematiannya, lebih dari 20.000 orang mengikuti Khan di TikTok. Bisma Parvez, seorang perempuan Muslim Pakistan-Amerika, salah satunya. 

“Saya ingat, setelah saya menonton salah satu videonya, saya mendoakannya,” ujar Parvez. “Perempuan di situasi ini dinasihati untuk bersabar, dan dalam hubungan KDRT, sabar bukan jawabannya.”  

“Kita selalu mengatakan pada anak perempuan untuk menjaga diri mereka, tapi penting juga untuk membesarkan anak laki-laki yang menghormati perempuan. Ini dimulai dari rumah dan setiap rumah harus membuat perubahan itu,” kata Parvez seperti dirilis BBC.

Tags : Sania Khan, Mengunggah Soal Perceraiannya di TikTok, Sang Mantan Suami Bunuh Sania Khan, Hak perempuan,