Headline Linkungan   2021/11/09 14:38 WIB

Sengatan Matahari yang 'Menggerahkan Tubuh, Kemungkinan 'Suhu Bumi Naik Berdampak pada Manusia'

Sengatan Matahari yang 'Menggerahkan Tubuh, Kemungkinan 'Suhu Bumi Naik Berdampak pada Manusia'
Seorang anak mencoba mendinginkan kepalanya saat gelombang panas (Foto. Getty Images).

"Kenaikan suhu global dunia membuat suhu bumi kemungkinan naik lebih dari 1,5 derajat Celcius, apa dampaknya bagi kita?"

rganisasi Meteorologi Dunia (WMO) mengatakan ada peluang yang berkembang bahwa suhu global akan naik lebih dari 1,5 derajat Celcius selama lima tahun ke depan. Padahal sejumlah negara di dunia menyetujui target untuk menjaga kenaikan suhu global dunia agar tetap di bawah 1,5 derajat Celcius abad ini. Hal itu diatur dalam Persetujuan Paris pada tahun 2015. 

WMO mengatakan ada peluang sebesar 20% ambang batas itu akan terlewati satu tahun sebelum 2024. Ada peluang juga 70% batas itu akan terlewati dalam sebulan atau lebih dalam kurun waktu lima tahun tersebut.

Para ilmuwan mengatakan studi ini bermakna tugas berat mengendalikan tingkat perubahan iklim. Penilaian baru ini, yang dilakukan oleh Kantor Met untuk Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) Inggris, mengatakan ada peluang yang semakin besar bahwa ambang 1,5 derajat Celcius ini akan dilanggar.

Para peneliti mengatakan suhu tahunan rata-rata Bumi sudah lebih dari 1 derajat Celcius lebih tinggi dari pada tahun 1850-an - dan angkanya mungkin akan tetap di sekitaran itu selama lima tahun ke depan. Studi sebelumnya menyebutkan peluang melewati ambang 1,5C derajat Celcius adalah sekitar 10% - yang sekarang berlipat ganda dan meningkat seiring waktu.

Apa dampaknya bagi kita?

Beberapa bagian dunia akan merasakan peningkatan suhu panas lebih dari yang lain, dan para ilmuwan mengatakan bahwa Arktik mungkin akan menghangat dua kali lipat dari rata-rata global tahun ini.

Mereka juga memperkirakan bahwa selama lima tahun ke depan akan ada lebih banyak badai di Eropa Barat akibat kenaikan permukaan laut.

Studi itu mempertimbangkan variabilitas alami serta dampak emisi karbon dari aktivitas manusia - namun model itu tidak memperhitungkan penurunan emisi CO2 yang disebabkan oleh pandemi virus corona.

WMO mengatakan penurunan emisi itu tidak mungkin mempengaruhi suhu pada awal 2020-an. "WMO telah berulang kali menekankan bahwa perlambatan industri dan ekonomi akibat Covid-19 bukan merupakan pengganti tindakan iklim yang berkelanjutan dan terkoordinasi," kata Prof Petteri Taalas, sekretaris jenderal WMO.

"Karena CO2 yang bisa bertahan lama di atmosfer, dampak penurunan emisi tahun ini diperkirakan tidak akan menyebabkan pengurangan konsentrasi atmosfer CO2, yang mendorong kenaikan suhu global.

"Sementara Covid-19 telah menyebabkan krisis kesehatan dan ekonomi internasional yang parah, kegagalan untuk mengatasi perubahan iklim dapat mengancam kesejahteraan manusia, ekosistem dan ekonomi selama berabad-abad. Pemerintah harus menggunakan kesempatan ini untuk melakukan aksi iklim sebagai bagian dari program pemulihan dan memastikan bahwa kita bertindak lebih baik," katanya.

Di Eropa juga akan mengalami lebih banyak badai jika suhu meningkat.

Jika ambang batas 1,5 derajat Celcius terlewati di tahun-tahun mendatang para ahli menekankan itu tidak berarti target tidak valid.

Namun, sekali lagi, hal itu akan menggarisbawahi urgensi pengurangan emisi yang signifikan untuk mencegah dunia mengarah ke situasi yang berbahaya, di mana suhu menjadi lebih hangat. 

Pemred Aznil Fajri ikut kegerahan

Sengatan matahari diduga karena gelombang panas selama periode cuaca terpanas dalam sepekan terakhir ini di Kota Pekanbaru juga dikeluhkan Pemimpin Redaksi DetakIndonesia yang menurutnya juga menimbulkan berbagai macam kerugian yang tak bisa terduga.

Selama sepekan terakhir, sengatan matahari di kota penghasil minyak dan gas [Migas] di Riau itu cukup menggerahkan yang bisa saja kalangan lanjut usia (lansia) kebanyakan tak tahan menangkis dari serangan  terpanas secara tiba-tiba ini. "Sepertinya ada kesalahan yang terjadi pada lingkungan kita," kataAznil Fajri. 

Aznil Fajri, Pemred detakindonesia ikut kegerahan

Di sebuah daerah yang mulai padat penduduk gelombang panas tercatat hampir menembus 35 derajat Celcius. Kepolisian di wilayah kota itu belum mengambil sikap terhadap sebagian besar dari warga kota umumnya kaum lansia atau orang-orang dengan riwayat penyakit bawaan yang menderita saat gelombang panas melanda.

Rekor suhu panas di kota Pekanbaru dipecahkan selama sepekan terakhir yang beruntun pada suhu mulai memuncak. Yang terkini adalah pada Sabtu ini 25 September 2021 mulai pukul 8.00 wib pagi hingga menjelang sore ini, ketika temperatur diperkirakan mencapai 35 derajat Celcius menyebar disentaro kota, yang cukup begitu lama. 

"Sebelumnya saya tidak pernah melihat sengatan matahari yang diperkirakan sudah melampaui 35 derajat Celcius. Perubahan iklim ini diperkirakan meningkatkan jumlah kejadian cuaca ekstrem, semisal gelombang panas terus melanda kota ini," kata Aznil yang juga assesor dan arsitektur lanskep ini.

Akan tetapi menghubungkan satu kejadian dengan pemanasan global cukup pelik. Menurutnya, pekan terpanas di kawasan kota itu bisa saja menimbulkan "konsekuensi malapetaka bagi banyak keluarga dan komunitas". Jumlah korban akibat cuaca panas memang menurut dia belum diketahui, tetapi kata dia pemerintah setempat belum menghimpun data.

Gelombang panas diyakini menjadi faktornya karena kurangnya ruang terbuka hijau [RTH] yang kurang menyebar di penjuru kota. Pemerintah setempat hanya merealisasikan RTH 6 persen yang tidak merata, pada hal "30 persen seharusnya sudah terealisasi ditengah padat penduduk," sebutnya.

"Saya sudah menempat tinggal di kota ini selama 40 tahun dan saya belum pernah mengalami cuaca se extrim seperti ini  yang bisa membuat kematian mendadak dalam kurun waktu yang singkat karena tak mampu menahan kegerahan akan terjadi khususnya pada lansia," kata dia.

Menurutnya, beberapa orang tiba di rumah saudara dan "menemukan [saudara] mereka pada menggerutu kegerahan".  Penduduk kota, sekitar 5 kilometer sebelah timur Panam, juga mengeluhkan sengatan matahari yang begitu aneh terjadi. Azni berkata; banyak warga mengaku "hampir mustahil" pergi ke luar rumah.

"[Panasnya] tidak bisa ditolerir. Kami berupaya berada di dalam ruangan selama mungkin. Kami tak terbiasa dengan panas dan panas yang kering, namun 35 [derajat celcius] jauh berbeda kali ini," tuturnya.

Saban malam sangat terasa gelombang panas ini, "udara dimalam hari terasa tak begitu mengenakkan ditubuh dan tidur malampun terganggu karena temperatur udara yang tak bersahabat," sebutnya. 

Namun sebagian warga di kota itu melakukan penangkisan sengatan matahari berendam untuk menyejukkan tubuh di tengah gelombang panas ini di kediaman. Bahkan dari mereka menghidupkan AC untuk menghindari sengatan matahari. Banyak keluarga di Kota itu tidak punya AC karena dihadapkan faktor ekonomi dan mengkhawatirkan meningkatnya tagihan listrik, kata seorang warga kota Elfi Yandera.

Dia mengungkap beberapa toko elektronik semakin diserbu oleh warga setempat untuk berbondong-bondong ke sana demi AC. "Saya tidak pernah melihat keadaan seperti ini. Saya harap jangan ada lagi yang begini," katanya.

Apa imbas cuaca panas terhadap tubuh?

Seperti disebutkan dr Sabaruddin, salah satu dokter umum di Rumah Sakit [RSUD] Arifin Achmad Pekanbaru menilai bahwa tubuh kita akan berupaya menjaga suhu baku sekitar 35 derakat Celcius, terlepas apakah itu dalam kondisi badai hujan lebat atau gelombang panas seperti saat ini.

"Selagi suhu luar semakin panas, tubuh bekerja keras untuk menurunkan temperatur. Tubuh kemudian membuka lebih banyak pembuluh darah dekat kulit untuk melepas panas di sekujur badan sehingga badan mulai berkeringat," jelasnya saat bincang-bincang diruang parktiknya di jalan Adi Sucipto Pekanbaru.

Ketika keringat menguap, kata Sabaruddin lagi, suhu panas dari kulit akan terlepas. Cuaca panas menaruh tekanan pada tubuh—semakin tinggi suhunya, semakin besar tekanannya.

Pembuluh darah yang terbuka membuat tekanan darah menurun dan jantung bekerja lebih keras serta memompa lebih cepat guna mengalirkan darah di sekujur tubuh. Hal ini menimbulkan beragam gejala, seperti gatal-gatal pada kulit atau kaki membengkak karena pembuluh darah ada yang bocor.

Jika tekanan turun terlalu rendah, jumlah darah ke organ-organ tubuh yang memerlukannya tidak cukup sehingga risiko serangan jantung meningkat. Pada saat bersamaan, berkeringat membuat tubuh kekurangan cairan, garam, dan keseimbangan keduanya pada tubuh.

Gabungan berkeringat dan penurunan tekanan darah bisa menyebabkan keletihan akibat panas. Gejala-gejalanya mencakup pusing, pingsan, linglung, mual, keram otot, sakit kepala, keringat berlebihan, dan letih.

Apakah cuaca panas bisa membunuh manusia?

Kembali disebutkan Aznil, rumput-rumput di tepi jalan baik di Taman bisa kering kerontang karena gelombang panas. Sebagian besar individu yang meninggal menderita serangan jantung dan stroke yang disebabkan ketegangan karena tubuh mereka berupaya menjaga suhu tubuh stabil. 

"Ini bisa terjadi pada orang-orang lansia yang pada ketahanan tubuh mereka ketika tak lagi mampu menahan kegerahan akibat gelombang panas. Kekhawatiran kita pada berbagai gelombang panas ini adalah memungkinkan terjadinya banyak kerugian pada sekitar lingkungan kita, tetapi cukup sederhana—sejukkan tubuh dan minum air secara cukup. Pertimbangkan aktivitas yang bisa dilakukan di tengah cuaca panas ini," ajaknya. 

Musim panas 'terlalu panas untuk manusia'

Jutaan orang di berbagai negara berpotensi terpapar tekanan panas (heat stress) berkadar tinggi. Kondisi berbahaya itu dapat membuat organ tubuh manusia berhenti beroperasi.

Mayoritas orang yang diprediksi terdampak tekanan panas itu tinggal di negara berkembang. Mereka disebut bekerja dalam kondisi yang membahayakan keselamatan nyawa.

Ancaman tekanan panas itu bakal dihadapi mereka yang bekerja di luar ruang, seperti sektor perkebunan, maupun yang beraktivitas di dalam ruang seperti pabrik dan rumah sakit.

Pemanasan global meningkatkan peluang musim panas yang bakal terlalu panas untuk manusia. Pada situasi itu, manusia diprediksi bakal sulit bekerja.

Ketika kami bertemu Jimmy Lee, kacamatanya berembun. Keringat juga meluncur dari lehernya.

Lee adalah dokter di bangsal kegawatdaruratan. Dia merawat pasien Covid-19 dalam iklim tropis Singapura yang panas.

Rumah sakit tidak memasang pendingin udara di ruangan Lee. Itu adalah keputusan yang secara sadar diambil, untuk mencegah penyebaran virus corona.

Dalam kondisi ruang kerja itu, Lee dan teman sejawatnya sadar bahwa mereka menjadi lebih sensitif dan mudah mengeluarkan kata-kata kasar kepada orang lain.

Alat pelindung diri (APD) yang dipakainya untuk berlindung dari virus justru membuat kondisi semakin buruk. Lapisan-lapisan plastik di pakaian itu menciptakan suhu yang sangat panas.

"Anda akan sangat terkejut ketika pertama kali bertugas di sana. Sangat tidak nyaman bekerja selama delapan jam dalam situasi itu. Semangat kerja begitu terdampak," ujarnya seperti dirilis BBC.

Lee berkata ada bahaya yang mengintainya dalam situasi kerja seperti itu. Suhu panas yang tinggi dapat memperlambatnya mengambil tindakan yang vital untuk pasien.

Sebagian besar pekerja medis, kata dia, bakal mengabaikan dampak tekanan panas seperti pingsan maupun mual. Dia berkata akan tetap bekerja sampai kolaps.

Seorang anak mencoba mendinginkan kepalanya saat gelombang panas. (Foto. Getty Images)

Apa itu tekanan panas?

Itu adalah kondisi saat tubuh manusia tidak dapat menurunkan suhu badan. Akibatnya, temperatur tubuh terus meningkat hingga titik bahaya yang dapat membuat organ tubuh berhenti beroperasi.

Situasi itu muncul ketika penguapan keringat di atas kulit tidak terjadi akibat udara yang sangat lembab. Penguapan keringat merupakan proses utama untuk mengatasi suhu panas yang berlebihan.

Dokter Lee dan ahli medis lainnya menemukan fakta bahwa, lapisan APD yang tidak dapat ditembus menghambat proses penguapan keringat.

Menurut Rebecca Lucas, peneliti isu fisiologi di Universitas Birmingham, dalam kondisi itu seseorang bisa pingsan, kehilangan orientasi, kram, sampai persoalan ginjal.

"Akan ada dampak yang serius saat Anda mengalami suhu panas berlebihan, dan itu akan terjadi di berbagai bagian tubuh," kata Lucas.

Bagaimana mengetahui tekanan panas yang berbahaya itu?

Sistem bernama Wet Bulb Globe Temperature (WBGT) mengukur panas, kelembapan serta faktor lainnya yang memberi deksripsi realistis tentang tekanan panas.

Pada dekade 1950-an, militer Amerika Serikat memanfaatkan sistem itu untuk keselamatan prajurit.

Ketika WBGT mencapai suhu 29 derajat Celsius, misalnya, rekomendasi yang muncul adalah menghentikan pelatihan fisik untuk setiap orang yang tidak menyesuaikan aklimatisasi.

Namun suhu itu dihadapi setiap hari oleh dokter Lee dan para koleganya di Rumah Sakit Umum Ng Teng Fong di Singapura.

Dan pada puncak skala ukuran itu, yaitu 32 derajat Celsius, menurut perhitungan pemerintah AS, latihan fisik berat harus dihentikan untuk mencegah dampak parah.

Namun berdasarkan catatan Profesor Vidhya Venugopal dari University Sri Ramachandra, suhu tinggi itu belakangan terjadi di dalam rumah sakit di kota Chennai, India.

Venugopal juga menemukan bahwa para pekerja di sentra pembuatan garam menghadapi suhu hingga 33 derajat Celsius pada siang hari — temperatur yang semestinya mengharuskan mereka berteduh.

Di pabrik baja, suhu ekstrem yang pernah tercatat mencapai 41,7 derajat Celsius. Para pekerja di kawasan itu termasuk yang paling rentan menghadapi panas tinggi.

"Jika situasi itu terjadi setiap hari, orang-orang akan mengalami dehidrasi, persoalan kardiovaskular, batu ginjal, hingga kelelahan akibat suhu panas," ujar Venugopal.

Apa efek perubahan iklim?

Saat temperatur dunia naik, kelembapan tinggi juga mungkin terjadi. Artinya, lebih banyak orang akan menghadapi hari-hari berbahaya akibat panas dan kelembapan.

Profesor Richard Betts dari badan meteorologi Inggris menjalankan program komputer yang memperkirakan bahwa akan semakin banyak hari-hari dengan suhu di atas 32 derajat Celcius. Fenomena itu akan sangat bergantung apakah komitmen meniminalkan emisi gas rumah kaca.

Betts menjabarkan risiko jutaan orang yang harus bekerja dalam situasi menantang, antara panas ekstrem dan kelembaban tinggi.

"Manusia berevolusi untuk hidup dalam kisaran suhu tertentu. Jadi jelas, jika kita terus menjadi penyebab kenaikan suhu di dunia, cepat atau lambat, sebagian wilayah di dunia akan mencapai titik terpanas. Dan dari situ kita dapat melihat apakah temperatur itu terlalu panas bagi kita," ujarnya.

Adapun penelitian lainnya, yang diterbitkan awal tahun 2020, menyebut bahwa tekanan panas dapat memengaruhi setidaknya 1,2 miliar orang di seluruh dunia pada tahun 2100. Jumlah orang terdampak itu empat kali lebih banyak dari sekarang.

Apa solusinya?

Menurut Jimmy Lee, solusinya bukanlah hal yang sulit. Setiap orang perlu minum banyak cairan sebelum mulai bekerja. Mereka perlu istirahat secara teratur dan minum lagi saat jam rehat tersebut.

Rumah sakit tempat Lee bekerja di Singapura mulai menyediakan minuman semi-beku untuk membantu karyawan mendinginkan diri.

Namun Lee berkata, menghindari tekanan panas lebih mudah diucapkan daripada dilakukan.

Bagi Lee dan rekan-rekannya, beristirahat harus melalui proses yang melelahkan, yaitu melepaskan APD, lalu kembali ke mengenakan APD baru.

Dan sebenarnya terdapat masalah praktis. "Beberapa orang tidak mau minum supaya tidak perlu pergi ke toilet," kata Lee.

Ada dorongan profesional untuk terus bekerja, apa pun kesulitannya, agar tidak mengecewakan sejawat dan pasien yang mengalami kondisi kritis.

Orang-orang bermotivasi tinggi itu berisiko terbesar terdampak suhu panas, kata Jason Lee, seorang profesor ilmu fisiologi di National University of Singapore.

Jason Lee merupakan anggota terkemuka di kelompok ahli yang meneliti bahaya panas berlebihan, Global Heat Health Information Network. Lee menyusun pedoman untuk membantu pekerja medis mengatasi Covid-19.

Imbas dari suhu panas memungkinkan lahan dan hutan terbakar. 

Pedoman itu dipelopori oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) dan badan cuaca dan iklim AS (NOAA).

Lee berkata, selain langkah seperti istirahat, minum banyak cairan, serta berteduh untuk mereka yang berada di luar ruangan, cara melawan tekanan panas harus sesuai dengan kondisi masing-masing orang.

"Dengan menjaga diri tetap bugar, Anda juga meningkatkan toleransi terhadap suhu panas tubuh. Dan ada banyak manfaat lainnya juga," ujarnya.

Lee menganggap tantangan para petugas medis, yaitu berkeringat di dalam APD, seperti gladi resik menghadapi kenaikan suhu bumi pada masa depan.

"Perubahan iklim ini akan menjadi monster yang lebih besar dan kita sungguh membutuhkan upaya terkoordinasi di seluruh negara untuk mempersiapkan diri."

"Jika tidak," kata Lee, "akan ada harga yang harus dibayar". (*)

Tags : Perubahan iklim, Alam, Sains, Suhu Panas, Sorotan ,