Headline Nasional   2021/06/09 12:21 WIB

Tuntutan Audit Dana Haji Rp135 Triliun Makin Meluas, Mungkinkah Pemerintah Akan Mengauditnya?

Tuntutan Audit Dana Haji Rp135 Triliun Makin Meluas, Mungkinkah Pemerintah Akan Mengauditnya?

JAKARTA - Isu pengelolaan dana haji mencuat usai pemerintah Indonesia memutuskan meniadakan pemberangkatan jemaah haji tahun 2021. Dugaan penggunaan dana haji yang tidak sesuai prinsip syariah menjadi isu yang paling diperbincangkan dalam beberapa hari terakhir.

Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Anggito Abimanyu, sudah menyangkal sejumlah kabar yang menurutnya tidak benar, tapi tagar #AuditDanaHaji masih bergaung di Twitter. Selama keterbukaan informasi soal dana haji belum bergulir, disinformasi terkait dana ratusan triliun rupiah itu berpotensi menyebar di masyarakat, kata seorang pakar syariah. Per Mei 2020, dana haji yang dikelola BPKH mencapai Rp135 triliun.

Bantahan soal beragam isu negatif soal dana haji sudah diutarakan Anggito, 3 Juni lalu, saat Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengumumkan tidak akan ada pemberangkatan jemaah haji tahun 2021. Dalam sesi khusus yang digelar BPKH, Senin (07/08), Anggito kembali membantah beberapa isu terkait dana haji. Yang ditepis Anggito, antara lain soal tuduhan BPKH memiliki utang pada penyedia jasa ibadah haji di Arab Saudi dan dugaan kegagalan investasi dana haji.

Anggito berkata, investasi dana haji dilindungi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Artinya, kata dia, investasi itu terlindungi dari kegagalan lembaga keuangan membayar investasi BPKH. Anggito berkata pula bahwa BPKH diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) setiap tahun. Adapun laporan keuangan lembaganya tahun 2020 masih dikaji BPK.

Pertanyaannya, walau BPKH sudah angkat bicara soal pengelolaan dana haji, mengapa kinerja lembaga ini terus-menerus dipertanyakan? Ini dipicu BPKH yang tidak menginformasikan bagaimana mereka mengelola dana haji, kata dosen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Mustolih Siradj.

Jemaah haji berhak tahu

Sejak 2019, BPKH sudah memberi virtual account atau rekening virtual pada calon jemaah haji yang masuk daftar tunggu. Tujuannya agar mereka dapat memantau imbal hasil pengelolaan dana haji. "Karena isu ini lagi ramai, beberapa jam lalu saya cek virtual account saya, tapi ternyata error. Jadi BPKH juga berkontribusi menimbulkan disinformasi soal dana haji," kata Mustolih dirilis BBC News Indonesia.

Mustolih berkata, BPKH juga belum pernah menjabarkan ke lembaga keuangan mana saja mereka menginvestasikan dana haji. "Karena jemaah haji berkontribusi besar terhadap berbagai aspek penyelenggaraan haji, mereka patut diberi hak mendapatkan informasi.  "Kalau BPKH berkomitmen memberikan transparansi, kontroversi dan kecurigaan publik itu tidak akan terjadi," kata Mustolih.

"BPKH bilang laporan keuangan mereka dapat status Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK. Tapi dokumen itu tidak ada di website BPKH," ujarnya.

Selain transparansi, muncul dugaan bahwa dana haji digunakan untuk membiayai proyek infrastruktur. Isu ini sudah mencuat sejak tahun 2017. Pemantiknya adalah pernyataan Jokowi usai melantik pimpinan BPKH tanggal 26 Juli 2017. Jokowi kala itu berkata, daripada mengendap, dana haji semestinya diinvestasikan ke hal-hal yang tak berisiko tinggi tapi memberi keuntungan besar. Proyek infrastruktur, menurut Jokowi, masuk dalam kriteria tersebut.

Kriteria penggunaan dana haji

Berdasarkan UU 34/2014, BPKH berwenang menginvestasikan dana haji. Syaratnya, investasi itu harus berdasarkan prinsip syariah dan dilakukan secara hati-hati, aman serta memberi nilai manfaat. Anggito merujuk keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV Tahun 2012 tentang Status Kepemilikan Dana Setoran BPIH yang Masuk Daftar Tunggu.

Anggito berkata, selama ini BPKH menempatkan dana haji ke deposito di bank syariah. Dana itu juga diinvestasikan dalam bentuk sukuk alias surat utang negara yang diterbitkan dengan prinsip syariah. Menurut Mustolih Siradj, pemerintah bebas memanfaatkan sukuk, termasuk untuk membiayai pengeluaran negara seperti proyek infrastruktur. "Pemerintah berhak menggunakan dana yang mereka himpun dari sukuk. Logikanya sama seperti deposito BPKH yang didistribusikan bank syariah kepada debitur mereka," ujarnya.

Yang tidak diperbolehkan secara hukum, kata Mustolih, adalah jika BPKH menggelontorkan dana haji secara langsung ke pemerintah untuk membiayai infrastruktur. UU 19/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara menyebut bahwa sukuk negara diterbitkan untuk menanggulangi defisit APBN dan membiayai proyek infrastruktur. Kementerian Keuangan September lalu merilis sejumlah proyek infrastruktur yang dibiayai sukuk selama periode tahun 2013 hingga 2020.

Proyek itu antara lain pendirian Jembatan Youtefa di Jayapura, pembangunan tujuh taman nasional, proyek Tol Solo-Ngawi-Colomandu, Jawa Tengah, dan jalur ganda kereta lintas selatan Jawa. Bagaimanapun, Mustolih menyebut kecemasan calon haji terkait dana mereka merupakan suatu kewajaran. Ini dipicu juga, kata dia, oleh kasus hukum yang menjerat sejumlah biro perjalanan umroh. "Keterbukaan informasi yang diinginkan adalah soal keamanan pengelolaannya. Jangan-jangan seperti biro umroh yang dulu-dulu. Publik punya trauma itu. Pimpinan BPKH punya rekam jejak kredibel, tapi pengelolaan dana publik harus profesional," ucapnya. (*)

Tags : Isu Pengelolaan Dana Haji, Audit Dana Haji Rp135 Triliun Makin Meluas, Pemerintah Didesak Aaudit Dana Haji,