Headline Sorotan   2021/05/19 15:55 WIB

Vaksin Gotong Royong Dinilai 'Kemahalan' dan Ada Kekhawatiran Potong Gaji Karyawan

Vaksin Gotong Royong Dinilai 'Kemahalan' dan Ada Kekhawatiran Potong Gaji Karyawan

"Vaksinasi Gotong Royong yang harganya melejit dibebankan biayanya ke perusahaan dianggap terlalu mahal"

JAKARTA - Para pelaku usaha mikro kecil menengah hingga industri hotel dan restoran mengeluhkan vaksinasi gotong royong yang harganya dipatok hampir Rp900 ribu per orang dan dibebankan biayanya ke perusahaan dianggap terlalu mahal sehingga tidak semua pengusaha bisa berpartisipasi dalam skema tersebut.

Padahal, dalam pelaksanaan vaksinasi perdana, Selasa (18/05), Presiden Joko Widodo berharap pemberian vaksin bagi para pekerja perusahaan swasta itu dapat berkontribusi dalam mempercepat target vaksinasi nasional sebanyak lebih dari 181 juta orang. Di sisi lain, serikat buruh juga mengkhawatirkan jika ternyata biaya tersebut dalam pelaksanaannya akan dibebankan ke para pekerja mulai dari pemotongan upah hingga pengurangan hak lain yang digunakan untuk membayar vaksin.

Namun, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) yang menggelar program Vaksinasi Gotong Royong menegaskan bahwa biaya tersebut akan ditanggung oleh para perusahaan dan bukan pekerja.

'Vaksin Gotong Royong Kemahalan'

Pemerintah telah menetapkan harga tertinggi vaksin Covid-19 melalui skema gotong royong sebesar Rp439.570 per dosis untuk satu orang, sehingga untuk dua kali suntik totalnya Rp879.140. Namun harga tersebut bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah terlalu mahal. "Kemahalan, tidak mampu usaha UMKM. Mereka akhirnya lebih pada melaksanakan protokol kesehatan saja," kata Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia, Ikhsan Ingratubun dirilis BBC News Indonesia, Selasa (18/05).

Padahal, menurut Ikhsan, UMKM berkontribusi besar dalam perekonomian nasional. Menurut data Kementerian Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (UMKM) tahun 2018, jumlah pelaku UMKM sebesar 64,2 juta orang atau 99,9% dari jumlah pelaku usaha di Indonesia dengan daya serap tenaga kerja mencapai 117 juta pekerja atau 97% dari total pekerja.

UMKM berkontribusi 61,1% bagi perekonomian nasional (PDB) dan sisanya disumbangkan oleh pelaku usaha besar yang jumlahnya hanya 0,01% dari jumlah pelaku usaha. Keluhan senada juga dirasakan oleh industri hotel dan restoran yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada publik. "Sebagian hotel dan restoran yang besar memang sudah divaksin, tapi bagaimana dengan hotel dan restoran yang kecil? Kasihan kalau dibebankan biaya segitu, tidak akan mampu," kata Ketua Badan Pimpinan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta, Sutrisno Iwanton. Sutrisno berharap agar pemerintah memberikan subsidi bahkan mengratiskan vaksin bagi dunia perhotelan dan restoran yang hingga kini masih tertekan akibat pandemi Covid-19.

'Kekhawatiran potong gaji'

Selain di kalangan pengusaha, vaksinasi gotong royong juga menimbulkan kegelisahaan di para pekerja berupa kemungkinan terjadinya pemotongan upah. "Dengan biaya di angka hampir Rp1 juta, keuangan perusahaan akan berdampak, apalagi jika karyawannya banyak. Itu ujung-ujungnya bisa terjadi pemotongan upah," kata Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Logam Kabupaten Karawang Rengga Pria Hutama.

Jikapun tidak terjadi pemotongan gaji, pembiayaan tersebut diduga akan diambil dari pos anggaran lain yang ujungnya berdampak pada pengurangan hak buruh. "Di Bekasi, ada perusahaan yang karyawannya 13 ribu. Kalau divaksin semua bisa miliaran Rupiah itu, lalu uang dari mana yang akan diambil? Pasti dari pos lain yang menjadi hak buruh. Jadi, lagi-lagi buruh yang akan selalu dikorbankan," kata Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Riden Hatam Aziz. Untuk itu Riden berharap agar pemerintah juga turut berpartisipasi memberikan subsidi untuk meringankan beban vaksin khususnya terhadap perusahaan kecil dan menengah atau dengan melakukan pengawasan yang ketat sehingga hak-hak buruh tidak dikorbankan.

Dua 'ketimpangan' vaksin Gotong Royong

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira menyebut vaksin gotong royong menimbulkan dua celah ketimpangan. Pertama, adalah ketimpangan antara perusahaan besar dan usaha kecil. "Pengusaha UMKM jangankan beli vaksin, buat mempertahankan karyawan dengan tetap mengaji dan bayar THR saja kesulitan," kata Bhima.

"Lalu untuk usaha padat karya dengan karyawan banyak, apa iya akan digratiskan juga? Lalu pengawasannya bagaimana kalau sampai dipotong dari gaji atau tunjangan? Karena yang paling sulit adalah mengawasi potongan gaji karyawan," tambah Bhima.

Bhima mencontohkan, untuk iuran BPJS saja tingkat kepatuhan perusaah rendah - gaji karyawan dipotong tapi tidak distor ke BPJS - apaagi vaksin. Ketimpangan kedua adalah, vaksin cenderung hanya akan diberikan kepada manajemen, direksi, dan staf senior perusahaan - tidak bagi para pekerja level bawah. "Jadi malah membuat komersialisasi karena hanya sedikit saja yang bisa menikmati," kata Bhima.

Lantas bagaimana solusinya? Bhima menyarakan pemerintah untuk mengatur ulang harga untuk pengusaha kecil dan menengah - subsidi dari pemerintah atau subsidi dari perusahaan besar ke perusahaan kecil. "Terakhir, pengawasan harus ketat dari pemerintah, jangan nanti gaji karyawan dipotong," katanya.

Kadin: Biaya ditanggung perusahaan

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) yang menggelar program vaksinasi Gotong Royong menegaskan bahwa biaya vaksin akan ditanggung oleh perusahaan, bukan karyawan. "Vaksinasi Gotong Royong ditujukan untuk perusahaan yang mau membeli vaksin untuk karyawannya. Jadi biaya tidak bisa dilimpahkan ke karyawan, tapi harus dibayar perusahaan," kata Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani.

Kemudian, Shinta menyadari bahwa banyak perusahaan yang terdampak Covid—19 dan tidak mampu membeli vaksin sehingga harus menunggu program pemerintah. "Tapi ada juga banyak perusahaan besar, makanya didahulukan yang seperti industri manufaktur besar, karena kalau mereka menunggu vaksin gratis satu per satu itu kan jumlahnya sangat sedikit. Jadi mereka membeli untuk membantu pemerintah supaya anggaran pemerintah bisa terbantu dengan adanya biaya yang keluar dari perusahaan untuk membiayai vaksin," kata Shinta.

Shinta menambahkan, target vaksin Gotong Royong diberikan kepada 20 juta pekerja, namun semua itu tergantung dari jumlah vaksin yang didapat. Hingga kini, berdasarkan data Kadin, terdapat 22.736 perusahaan yang terdaftar dengan lebih dari 10 juta pekerja.

Jokowi: Percepat target vaksinasi nasional

Presiden Joko Widodo menghadiri pemberian perdana vaksin gotong royong di Cikarang, Jawa Barat, Selasa (18/05) - terdapat 18 perusahaan yang telah memulai vaksinasi Gotong Royong. Dalam kesempatan itu, Jokowi berharap agar vaksinasi Gotong Royong dapat mempercepat proses vaksinasi pemerintah di tengah sulit mencari bahkan membeli vaksin karena diperebutkan 215 negara. "Untuk vaksin gotong royong tahap pertama kita sudah mendapatkan 420 vaksin dan diharapkan akan mendapatkan supply yang lebih banyak sehingga vaksinasi Gotong Royong bisa mempercepat target vaksinasi nasional yaitu 181,5 juta orang," katanya.

Ditargetkan, maksimal akhir September 2021, sekitar 70 juta orang sudah divaksin sehingga kurva penularan covid sudah di bawah dan industri dapat berproduksi kembali dalam suasana yang normal. "Vaksinasi ini juga diharapkan bisa memulihkan ekonomi kita, kuartal pertama 2021 minus 0,74%. Kita semua berharap dengan kerja keras di kuartal kedua sesuai dengan target kurang lebih 7% bisa kita capai karena produksi di semua lini perusahaan bisa begerak normal kembali," kata Jokowi.

Vaksinasi Gotong Royong yang diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021 adalah vaksinasi yang diberikan kepada karyawan/karyawati swasta, keluarga dan individu lain dalam keluarga yang pembiayaannya dibebankan kepada badan hukum atau badan usaha. Pemerintah telah menetapkan harga tertinggi vaksin Covid-19 yang disalurkan melalui skema gotong royong sebesar Rp439.570 per dosis - terdiri dari pembelian vaksin sebesar Rp321.660 dan layanan vaksinasi Rp117.910. Sehingga total vaksinasi untuk satu orang (dua kali suntik) sebesar Rp879.140.

Pelaksanaan vaksinasi dilakukan di fasilitas kesehatan non-pemerintah agar tidak menganggu jalannya program vaksinasi pemerintah. Kemudian, vaksin yang digunakan pada tahap awal adalah vaksin Sinopharm, dan selanjutnya yaitu vaksin CanSino yang berasal dari China. Vaksin Sinopharm telah mendapatkan sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia dan lolos uji tes Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Untuk perusahaan yang ingin mendaftarkan karyawannya mengikuti program vaksinasi Gotong Royong dapat mendaftarkn melalu Kadin di https://vaksin.kadin.id. (*)

Tags : Vaksin Gotong Royong , Vaksin Dinilai Kemahalan, Kekhawatiran Potong Gaji Karyawan,