Headline Linkungan   2023/07/09 16:29 WIB

Antraks Menular Cukup Cepat Sudah 'Makan Korban', 'karena Ada yang Sembelih Hewan Sakit di Atas Permukaan Tanah'

Antraks Menular Cukup Cepat Sudah 'Makan Korban', 'karena Ada yang Sembelih Hewan Sakit di Atas Permukaan Tanah'

LINGKUNGAN - Masyarakat diimbau untuk tidak menyembelih hewan ternak yang mati karena sakit setelah muncul wabah antraks yang mematikan di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

"Bakteri antraks dapat bertahan hidup puluhan tahun di dalam tanah."

"Luka di tangan dan bengkak, kemudian mungkin gejala lain juga sehingga perlu dirawat, intinya masih dalam perawatan karena perlu ditangani di RSUD Wonosari, yang bersangkutan laki-laki dan usianya sudah sepuh (tua),” kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gunung Kidul Dewi Irawaty dalam jumpa pers, Kamis (06/07).

Tiga orang meninggal dunia di Dusun Jati, Desa Candirejo dengan riwayat menyembelih daging sapi yang sudah mati.

Salah satu dari mereka, yang meninggal pada tanggal 4 Juni lalu, dites positif untuk antraks.

Sampai Rabu 5 Juli 2023, Kementerian Pertanian mencatat 12 ekor hewan ternak mati – enam sapi dan enam kambing – sementara 85 warga positif antraks berdasarkan hasil tes serologi yang dilakukan Kementerian Kesehatan.

Tradisi Mbrandu atau purak, di mana masyarakat menyembelih hewan yang mati atau kelihatan sakit dan membagi-bagikannya, disebut menjadi faktor yang paling meningkatkan risiko terjadinya kasus antraks.

Apa gejala orang yang terpapar antraks?

Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pertanian telah meluncurkan penyelidikan epidemiologi yang dilaksanakan oleh satuan tugas One Health Kapanewon Semanu.

Kementerian Pertanian juga akan menggencarkan upaya komunikasi, informasi, dan edukasi kepada masyarakat termasuk dengan merekrut kader untuk memantau dan merespons cepat kasus penyakit zoonosis.

Saat ini satu warga Desa Candirejo yang positif antraks masih menjalani perawatan di RSUD Wonosari. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gunung Kidul Dewi Irawaty mengatakan, pasien yang sudah lansia tersebut menjalani perawatan sejak pekan lalu.

Dia menambahkan pria tersebut ikut mengonsumsi daging ternak yang terkontaminasi antraks. "Iya (yang masuk rumah sakit) ikut mbrandu, jadi dia ikut (mengonsumsi).”

Seperti apa penularan antraks?

Antraks adalah penyakit yang bersifat zoonosis, ditularkan dari hewan ke manusia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis yang biasa menyerang hewan herbivora.

“Bila berkontak dengan udara, bakteri antraks akan membentuk spora yang resisten terhadap kondisi lingkungan dan bahan kimia tertentu, serta dapat bertahan selama puluhan tahun di dalam tanah,” kata Imran Pambudi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan.

Spora antraks dapat masuk ke dalam kulit melalui sayatan atau luka, mengakibatkan benjolan-benjolan di kulit seperti melepuh. Kasus inilah yang paling banyak terjadi di Indonesia, menurut Imran.

Spora juga dapat masuk ke saluran pencernaan melalui daging dari hewan yang tertular, ke paru-paru bila terhisap (kasus paling mematikan), dan lewat injeksi.

Kementerian Kesehatan mengatakan hewan ternak yang terjangkit antraks harus dibakar atau dikubur, dan tidak boleh disembelih.

'Ternak mati karena sakit lalu disembelih dan dibagikan' - penyebab penyebaran antraks

Imran menjelaskan wabah antraks di Gunung Kidul ditandai dengan kematian sejumlah sapi dan kambing pada bulan Mei. Sebagian hewan ternak yang mati karena sakit itu disembelih dan dibagi-bagikan kepada warga untuk dikonsumsi.

“Ini yang menjadi salah satu penyebab penyebarannya,” kata Imran dalam konferensi pers virtual yang diselenggarakan Kemenkes, Kamis (06/07).

Salah satu korban yang meninggal, warga berusia 72 tahun berinisial WP, diketahui sempat membantu penyembelihan sapi yang sakit. Ia masuk rumah sakit pada tanggal 1 Juni dengan keluhan gatal-gatal, bengkak, dan luka.

WP dirujuk ke RS Sardjito pada tanggal 3 Juni kemudian diambil sampel darahnya dan didiagnosis suspek antraks. Keesokan harinya, dia meninggal dunia.

Belakangan, tim dari Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates mendapatkan hasil tes positif antraks pada sampel tanah dari lokasi kematian hewan ternak.

Gunung Kidul, kawasan endemis antraks

Direktur Kesehatan Hewan di Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Nuryani Zainuddin menerangkan Kabupaten Gunung Kidul adalah salah satu kawasan endemis antraks.

Sudah lima kali terjadi wabah di wilayah tersebut yaitu pada Mei 2019, Desember 2019, Januari 2020, Januari 2022, dan yang terbaru Mei-Juni 2023.

Nuryani mengatakan penyakit antraks tidak dapat dimusnahkan, hanya dapat dikendalikan. Kementerian Pertanian menyalurkan 96.000 vaksin antraks ke provinsi-provinsi dan vaksinasi dilakukan setiap tahun oleh pemerintah daerah pada hewan-hewan yang rentan.

“Tapi karena terbentuk spora di tanah, dan adanya faktor risiko purak di Yogya ini ... sehingga menimbulkan faktor risiko kejadian antraks yang munculnya cukup cepat di manusia,” ujarnya.

Untuk kasus terbaru di Gunung Kidul, Nuryani mengatakan kematian hewan ternak sudah terjadi pada November 2022, lalu pada April dan Mei 2023 , namun baru dilaporkan pada dinas terkait pada awal Juni.

Satu warga yang punya riwayat memotong daging sapi yang mati menunjukkan tanda klinis antraks dan meninggal pada 25 Mei dengan diagnosis radang selaput otak (meningitis).

Dua warga lainnya yang juga ikut menyembelih sapi mati menunjukkan gejala klinis kulit gatal bengkak dan mual; mereka meninggal pada tanggal 29 Mei dan 4 Juni.

Apa itu tradisi 'Mbradu'?

Kepala Desa Candirejo, David Warisman, mengatakan kematian hewan ternak dilaporkan belakangan karena “banyak pertimbangan”.

“Sebenarnya sebelum Idul Adha itu sudah ada, cuma kami mempertimbangkan ketika ini nanti mencuat ke publik, otomatis kasihan warga kami, peternak kami yang akan menjual hewan kurban karena kan tidak keseluruhannya antraks.

"Jadi banyak hal yang kami pertimbangkan,” kata David.

Tentang tradisi Mbradu, dia sendiri tidak tahu sejak kapan tradisi tersebut dilakukan, tetapi menilai itu sebagai perwujudan sifat peduli, keinginan membantu tetangga dengan cara membeli daging hewan yang sudah mati atau yang sakit.

“Mudah-mudahan ada hikmahnya dari kejadian ini. masyarakat jadi lebih selektif, lebih hati-hati untuk mengonsumsi hewan yang sudah mati atau yang sakit,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa warga desanya akan mendukung langkah-langkah yang dilakukan oleh dinas setempat. (*)

Tags : bakteri antraks, bakteri cepat menular, dilarang sembelih hewan sakit, hewan sakit timbulkan bakteri antraks, bakteri dapat bertahan hidup puluhan tahun dalam tanah, hewan-hewan, lingkungan,