Headline Sorotan   2020/05/24 23:31 WIB

Idul Fitri: 'Lebaran di Pandemi Covid-19 Seperti Ada yang Hilang'

Idul Fitri: 'Lebaran di Pandemi Covid-19 Seperti Ada yang Hilang'

Lebaran 1441 Hijriyah tahun 2020 ini terasa sangat berat karena sebagian orang tidak bisa pulang ke kampung halamannya

class=wp-image-20755

ebagian orang memaknai, momen dan kehangatan dari perayaan Idul Fitri tahun ini sepertinya ada yang hilang. Sekarang benar-benar sendiri di perantauan. Merayakan Lebaran sendiri dan rasanya seperti tidak ada Lebaran, seperti hari-hari biasa saja, kata Bayu kepada riaupagi, Minggu (24/05).

Bayu, asal Sumatera Barat melaksanakan salat Idul Fitri sendirian di kamar kosnya. Setelah itu, menghabiskan momen-momen Lebaran dengan bersilaturahmi secara virtual melalui video telepon dengan keluarga.

Ini pengalaman pertama karena tahun sebelumnya pasti pulang kampung dan bareng keluarga salat Id di masjid, lalu silaturahmi ke rumah keluarga. Sedih, sedih banget, ujarnya.

Pemerintah memutuskan melarang masyarakat melakukan salat Idul Fitri di masjid ataupun lapangan secara bersama-sama di ruang publik. Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebelumnya sudah mengeluarkan fatwa yang memperbolehkan salat Idul Fitri di lapangan dan masjid. Syaratnya, salat itu dilakukan di kawasan terkendali atau yang bebas Covid-19.

Salat Idul Fitri, menurut MUI, juga boleh dilaksanakan di rumah secara berjamaah, bersama anggota keluarga atau secara sendiri (munfarid), jika umat berada di kawasan penyebaran Covid-19 yang belum terkendali.

Di Kota Pekanbaru sendiri, masih ada orang yang melaksanakan salat Id secara berjamaah di disebuah lapangan kantor Batre Q, sebuah lapangan terbuka walaupun berada di zona merah atau rawan penyebaran Covid-19.

Salat Id dan Lebaran sendirian

Sebagian orang menghadapi lebaran Tahun 2020 merupakan tahun yang berat seperti dialami Windya, seorang pekerja swasta di Kota Pekanbaru. Perempuan kelahiran Malang, Jawa Timur itu merantau ke Kota Pekanbaru sebelumnya ikut bekerja sebagai salesmen sebuah produk rokok.

Belakangan, virus corona juga membuatnya tidak bisa bertemu dengan keluarganya di Malang, untuk merayakan Lebaran. Windya menghabiskan waktu perayaan Lebaran sendirian di kos. Ia mendengar suara takbir, melaksanakan salat Idul Fitri, dan bersilaturahmi dengan keluarga secara virtual di dalam kamar.

Sedih, merasa sepi. Biasanya berkumpul, makan, saling cerita dengan keluarga, salat bersama-sama. Sekarang kegiatanya seperti biasa saja di kos. Tidak ada perbedaan, seperti tidak merasakan Lebaran, benar-benar sendiri, di perantauan sendiri, ujarnya.

Sementara itu, bagi Anto, pekerja swasta lainnya di Kota Pekanbaru, salat Idul Fitri berjamaah di masjid atau lapangan adalah ritual penting di setiap perayaan Idul Fitri. Namun tahun ini Anto dan keluarganya menjalaninya di rumah di tengah pandemi virus corona.

Seumur hidup saya, melaksanakan salat Id itu di masjid atau lapangan berjamaah. Tapi, kali ini jadi di rumah, sedih banget. Rasanya itu ada satu elemen penting Lebaran yang sakral hilang. Esensi Lebaran jadi sangat berkurang, kata Anto yang tak bisa balik kampung ke Tanjung pinang, Kepulauan Riau.

Anto berkata; di lingkungan tempat tinggalnya di jalan Pakis, Pekanbaru juga melaksanakan salat Id di rumah masing-masing. Rukun tetangga di rumah saya menyepakati untuk salat Id di rumah, dan masjid-masjid semua meniadakan salat Id, katanya.

Pemerintah larang sholat id

Sebelumnya masyarakat Indonesia telah mendengar himbauan secara langsung yang disampaikan Presiden Joko Widodo melalui akun Instagramnya juga turut merasakan beratnya beban yang dihadapi masyarakat dalam merayakan Lebaran.

class=wp-image-23703

Tak ada gelar griya (open house), mudik, atau salat Id di lapangan pada hari Lebaran tahun ini. Memang ini berat, tapi kita alami dan hadapi bersama-sama. Semoga pandemi ini segera berlalu agar kita dapat bertemu dan saling melepas rindu, tulisnya.

Pemerintah melarang pelaksanaan salat Id secara bersama-sama di masjid ataupun lapangan, dengan merujuk Peraturan Menteri Kesehatan 9/2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Wilayah. Kegiatan keagamaan yang mengumpulkan orang banyak (seperti Salat Id) termasuk yang dilarang atau dibatasi, ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD. PP Muhammadiyah, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Dewan Masjid Indonesia (DMI) juga telah meminta masyarakat mematuhi larangan pemerintah tersebut.

Wilayah yang melaksanakan salat Id berjemaah

Terdapat beberapa daerah yang tetap melaksanakan salat Id berjamaah di lapangan, walaupun pemerintah telah berkali-kali menyampaikan larangan tersebut. Seperti warga di dua Kecamatan Tampan dan Marpoyan, Pekanbaru ada yang melaksakana salat Id di lapangan.

Dari pemantauan dilapangan, ratusan jemaah melaksanakan salat Id berjamaah sejak pukul 6.10 WIB dilapangan Batre Q. Terdapat beberapa orang yang tidak mengenakan masker, dan tidak mematuhi aturan jaga jarak. Terdapat beberapa orang yang mengabaikan aturan jaga jarak. Juga tampak beberapa jemaah yang tidak menggunakan masker dan berdiri saling berdempetan dengan jemaah lainnya saat salat Id.

Di wilayah Kota Pekanbaru dan sekitarnya yang juga menjadi pusat penyebaran virus corona, masih ada warga melaksanakan salat Id berjamaah yang mengabaikan protokol kesehatan. Salah satu pengurus masjid di kawasan jalan Soekarno Hatta Pekanbaru yang tidak bersedia disebutkan namanya, mengatakan, masjidnya tidak melaksanakan salat Idul Fitri. Panitia masjid sudah menghimbau jamaah untuk menaati aturan kesehatan yaitu mengenakan masker, membawa sajadah sendiri, tidak berjabat tangan, dan tidak melakukan komunikasi yang berlebihan dengan sesama jamaah.

Saling menjaga dirilah. Kita telah umumkan kalau (jemaah) jika ke masjid bawa masker atau sajadah. Kita saling menghormatilah, ujar pengurus masjid tersebut.

Sementara Tedi, warga di kawasan Jalan Adi Sucipto, mengungkapkan bahwa dirinya dan keluarganya memilih untuk melakukan salat Id di rumah dengan pertimbangan keputusan pemerintah dan anjuran ulama.

class=wp-image-23704

Ya memang kita harus prihatin, mungkin lebaran saat ini tidak sama dengan lebaran-lebaran sebelumnya. Karena sebelumnya tidak ada wabah, tidak ada pandemi Covid-19 ini. Jadi kita bebas salat di luar ya. Itu lebih afdal.

Kan kita juga karena musim pandemi ini, kita menghindari mudarat yang lebih besar. Dan kita juga punya pemimpin yang wajib kita patuh, ujarnya.

Sebelumnya, Wali Kota Pekanbaru Firdaus juga telah mengimbau umat Muslim di Ibu Kota Provinsi Riau itu untuk tidak melaksanakan Shalat Idul Fitri 1441 H secara berjamaah baik di masjid, mushalla maupun di lapangan, tetapi di rumah masing-masing saja. Imbauan itu merupakan tindak lanjut dari imbauan menteri agama dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam rangka memutus mata rantai penyebaran wabah Covid-19, kata Firdaus dalam keterangannya di Pekanbaru, Rabu (20/5).

Menurut dia, terkait Shalat Ied, Kementerian Agama sudah jelas arahannya Kemudian Fatwa MUI juga sudah terang, bahwa bagi daerah-daerah zona merah dan tengah melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar, maka itu jawabannya tetap di rumah, belajar, bekerja dan beribadah di rumah, katanya.

Ia menekankan, sebagai daerah zona merah penyebaran virus corona dan Pekanbaru kini juga tengah melaksanakan PSBB bersama lima kabupaten dan kota di Riau, maka pemerintah kota mesti mengikuti anjuran dari Pemerintah Pusat yang dikeluarkan Kementerian Agama dan juga Fatwa MUI tersebut. Bahwa di zona merah kita jaga, kita lindungi, kita selamatkan nyawa dan jiwa masyarakat dengan cara tetap di rumah, ujarnya.

Untuk itu, katanya lagi Shalat Ied tetap di rumah untuk menyelamatkan jiwa dan nyawa, ini wajib hukumnya. Karena pemerintah wajib melindungi jiwa dan nyawa masyarakat. Menurut wali kota, menyelamatkan jiwa dan nyawa masyarakat lebih utama dan wajib dilakukan pemerintah di tengah pandemi Covid-19 daripada mengizinkan pelaksanaan Shalat Ied secara berjamaah yang hukumnya Sunnah Muakkad.

Shalat Idul Fitri, saya juga pengen sholat, karena saya juga Islam. Tapi hukumnya Sunnah Muakkad. Hukumnya sunnah. Maka itu kita tentu melaksanakan yang wajib daripada yang sunnah, karena kita harus menyelamatkan jiwa dan nyawa masyarakat dari serangan virus corona itu, katanya.

Ia mengatakan, jika pemerintah kota mengizinkan pelaksanaan Shalat Ied secara berjamaah, maka dinilai lebih rawan terjadinya penularan wabah virus corona secara massal. Pekanbaru mempunyai 1.380 masjid dan musholla. Bila saja titik pelaksaanan sholat 1.000 titik baik di lapangan maupun di masjid, dan bila satu titik dihadiri 200 orang saja, ini kita ambil angka kecil saja, berarti di pagi Idul Fitri 1 Syawal itu, ada pertemuan 200 ribu orang, katanya.

Lalu siapa yang bisa menjamin 200 ribu orang itu bertemu dalam tempat yang sama, waktu yang sama, siapa yang bisa jamin kalau semuanya aman, katanya.

Kemudian jika dari 200 ribu itu terdapat satu persen saja orang tanpa gejala (OTG) yang kemudian kontak denga jamaah lain di lokasi pelaksanaan Shalat Ied, maka masyarakat dengan imunitas lemah dapat dipastikan langsung terpapar virus. Bila 10 persen saja tertular dari 200 ribu, maka akan ada 20 ribu orang yang akan terdampak baru. Jadi itulah alasannya kenapa kita harus melaksanakan shalat Id di rumah saja, katanya.

Begitupun juga disebutkan Wakil Ketua DPRD Kota Pekanbaru Tengku Azwendi Fajri berharap, Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru bersama tim gugus tugas Covid-19 dan pihak MUI memberikan sedikit kelonggaran bagi masyarakat untuk bisa melaksanakan shalat Idul Fitri 1441 secara berjamaah baik dilapangan ataupun di masjid lingkungan.

Wabah Covid-19, tentunya suasana bulan suci ramadan dan idul fitri tahun ini tentunya sangat berbeda dengan tahun sebelumnya. Namun besar harapan masyarakat agar ada kelonggaran bagi daerah diluar zona merah untuk tetap bisa melaksanakan shalat ied berjamaah di masjid, kata Tengku Azwandi Fajri.

Menurutnya, lewat surat edaran yang telah dikeluarkan Walikota Pekanbaru, masyarakat dihimbau untuk tetap melaksankan shalat tarawih dan shalat Idul Fitri 1441 di rumah. Namun, kelonggaran pelaksaan shalat Idul Fitri tersebut menurut Azwendi ditujukan bagi daerah yang aman dari penyebaran wabah Covid-19 di Kota Pekanbaru namun tetap harus mendapat rekomendasi dari tim gugus tugas serta memperhatikan protap kesehatan Covid-19.

Menurut Azwendi Pemko, tim Gugus tugas bisa menginvetarisir lokasi atau wilayah mana saja yang dinyatakan zona merah dan zona hijau di Kota Pekanbaru. Dan bagi lokasi yang dinyatakan zona hijau diberikan kelonggaran untuk bisa melaksankan shalat Idul Fitri. Diluar zona merah kita harapkan diberikan kelonggaran, dengan catatan harus ada rekomendasi dari tim gugus tugas dan difasilitasi dengan protokol kesehatan. RT juga RW harus berperan buat yang memastikan yang datang ini warga kita. Sementara untuk zona merah tetap dilakukan pengawasan ekstra, sebut Azwendi.

Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Riau yang dijabat Gubernur Riau (Gubri), Syamsuar juga telah melakukan koordinasi dengan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang juga Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Doni Munardo, dalam upaya percepatan operasi penanganan Pandemi Covid 19 di Provinsi Riau melalui Video Conference (Vidcon) di Balai Serindit Gedung Daerah, Sabtu (2/5/2020) kemarin.

Gubri menyampaikan jumlah Orang Dalam Pemantauan (ODP) di Provinsi Riau hingga saat ini secara keseluruhan berjumlah 53.358 orang, telah selesai pemantauan sebanyak 42.192 orang dan yang masih dalam pantauan sebanyak 11.166 orang. Jumlah ODP banyak di Riau, dari masyarakat Riau yang pulang baik dari luar negeri juga dari daerah terjangkit, itu langsung kami jadikan ODP tujuan untuk tidak terjadi peningkatan jumlah pasien positif Covid-19 ini, jelasnya.

Gubernur Syamsuar menambahkan, untuk Pasien Dalam Pengawasan (PDP) berjumlah 662 orang, yang sudah sehat berjumlah 350 orang dan meninggal dunia sebanyak 88 orang. Sedangkan pasien Positif Covid 19 totalnya berjumlah 42 orang, telah sembuh berjumlah 16 orang, yang masih dalam perawatan 22 orang, serta yang meninggal dunia sebanyak 4 orang. Untuk pasien khusus PDP kami rawat di rumah sakit, tidak boleh keluar kecuali telah keluar hasil swabnya negatif dari labor, dan baru boleh pulang, ujar Gubernur Syamsuar.

Rumah Sakit (RS) rujukan di Riau, Syamsuar menyampaikan awalnya rumah sakit rujukan yang ditunjuk dari kementerian Kesehatan hanya ada 3 RS, untuk itu Pemerintah Provinsi (Pemprov) telah melakukan koordinasi dan kerjasama dengan RS seluruh kabupaten kota di Provinsi Riau, kini Riau mempunyai 48 rumah sakit rujukan. Dari kesemua rumah sakit, kami juga telah menyediakan kapasitas 516 bed untuk seluruh rumah sakit kabupaten kota se-provinsi Riau, ujarnya.

Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Riau ini juga telah menyerukan, Pemerintah Kota Pekanbaru agar dapat bekerja sama dengan TNI-Polri untuk memantau dan mengawasi masjid-mesjid yang melaksanakan Salat Id dalam menjalankan protocol kesehatan. Petugas medis kita tetap di Posko terpadu. Ada tujuh Posko yang siap 24 jam. Personel keamanan, polisi maksimal, TNI juga maksimal, termasuk Satpol PP dan Linmas kita juga maksimal, ujarnya.

Di sisi lain, MUI Riau tidak melarang umat Muslim untuk menyelenggarakan salat Id berjemaah di masjid atau lapangan. Namun MUI memberikan sejumlah catatan. Untuk pelaksanaan salat Idul Fitri bisa kondisional. Apabila diselenggarakan di masjid atau di musala, maka perlu ada satu keseriusan untuk menegakkan disiplin protokol Covid-19, kata Sekretaris MUI Riau, Zulhusni Domo. Kami mengimbau, di satu sisi kita bisa menegakkan syiar Islam, tapi satu sisi kita tetap menjaga diri dari bahaya penyebaran Covid, karena itu juga bagian dari ajaran agama, tuturnya.

Sebelumnya Pemerintah Kota Pekanbaru tidak mengizinkan pelaksanaan salat Idul Fitri berjemah di masjid dan dilapangan. Kota Pekanbaru sendiri hingga saat ini masih memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Salat Id di lapangan berbahaya?

Mengutip seperti disebutka Dokter spesialis paru yang juga guru besar dari Universitas Indonesia, Faisal Yunus mengatakan kegiatan di ruang publik yang melibatkan banyak orang, seperti salat Id, berpotensi besar meningkatkan secara tajam penyebaran virus corona.

Kita tidak tahu orang di sebelah kita terkena virus, kan ada orang tanpa gejala. Walaupun pakai masker, apalagi yang dipakai masker kain, bukan masker bedah yang perlindungan bagus, dan juga maskernya kadang tidak benar dipakainya, tidak efektif.

class=wp-image-23705

Salat Id mungkin bisa diatur jaraknya berjauhan, tapi sebelum dan sesudah Salat kan ada bisa sampai ratusan orang yang mondar-mandir dan pasti bersinggungan. Di situlah penyebaran berpotensi terjadi, kata Faisal.

Jika yang tertular adalah mereka yang masih muda dan memiliki imun kuat, kata Faisal, mungkin tidak akan bermasalah. Namun, ketika virus itu menempel di baju lalu dibawa pulang ke rumah atau bersilaturahmi dengan keluarga yang berusia lanjut atau memiliki penyakit dasar maka akan berbahaya. Proses dia berjalan, bertemu banyak orang, tidak pakai masker dengan benar, atau ada yang bersin, batuk, dan berbicara, lalu virus terhirup atau menempel ke baju yang bisa bertahan lama, dibawa ke rumah lalu menularkan ke orang tua yang selama ini melakukan isolasi mandiri. Itu yang ditakutkan, katanya. (rp. san, ely, jon, muf, sul/*)

Editor: Surya Dharma

Tags : -,