Seni Budaya   2023/09/27 15:23 WIB

Cerita 'Keajaiban dan Ketangguhan' Tanaman Indonesia, 'Walaupun Tak Sanggup Hasilkan Daun, Tapi Tetap Bisa Berbunga'

 Cerita 'Keajaiban dan Ketangguhan' Tanaman Indonesia, 'Walaupun Tak Sanggup Hasilkan Daun, Tapi Tetap Bisa Berbunga'
Tak sanggup menghasilkan daun, hidup seefisien mungkin dan tetap bisa berbunga.

SENI BUDAYA - Hasil karya seorang pelukis botani asal Yogyakarta, Eunike Nugroho yang mengangkat cerita keajaiban hoya, tanaman hias asal Indonesia, saat ini dijadikan koleksi Lindley Library, Royal Horticultural Society, perpustakaan hortikultura terbesar dunia di London.

Eunike, menjadi seniman pertama dari Indonesia — dan juga Asia Tenggara — yang meraih medali emas untuk enam lukisan hoyanya, karya yang dipamerkan dalam ekshibisi botani bergengsi dunia di Saatchi Gallery Juli lalu.

Enam lukisan cat air karya Eunike ini terpilih melalui proses pra-seleksi sangat ketat, termasuk akurasi secara ilmiah dan kemampuan teknis lukisan, kata Charlotte Brooks, kurator Royal Horticultural Society, lembaga hortikultura terkemuka Inggris yang dibentuk pada 1804.

Karya dengan judul "Hoyas of Indonesia" (Hoya-hoya asal Indonesia) lolos seleksi ketat dan dipamerkan bersama karya 21 seniman dan satu kelompok seni, terpilih dari Australia, Britania Raya, Jepang, Kanada, Korea Selatan, Norwegia, dan Yunani.

Bagi Eunike, cerita "keajaiban, ketangguhan dan keragaman" tanaman-tanaman ini yang membuatnya memutuskan mengangkat enam tanaman hias ini dalam olesan cat air.

Lukisan hoya yang saat ini disimpan di Perpustakaan Lindley diberi judul "Leafness, Not lifeless", tak berdaun tapi tetap hidup.

Sekilas tanaman hias ini tampak biasa, walau tak memiliki daun. Hoya ini memiliki tangkai-tangkai menyerupai lidi, tapi tetap bisa berbunga.

Di sinilah "keajaibannya", kata Eunike.

Tanaman ini memang tak sanggup menghasilkan daun, elemen terpenting tumbuhan untuk melangsungkan hidup dan tempat berfotosintesis (menghasilkan makanan dengan bantuan Matahari).

Lingkungannya sangat terbatas dan miskin hara (makanan/zat penting untuk pertumbuhan tanaman). Tetapi "dalam kondisi yang sulit, tumbuhan ini menunjukkan keajaiban dengan hidup seefektif, seefisien mungkin".

"Padahal tumbuhan cirinya daun. Daun itu tempat tumbuhan berfotosintesis dan menghasilkan makanan. Ternyata bisa diganti, karena daun mudah rontok dan diganti dengan tangkai bunga yang panjang seperti lidi," cerita Eunike.

Nama latin tanaman asal Kalimantan ini adalah "Hoya spartioides". 

Dengan kondisi serba terbatas, hoya ini tetap bisa berbunga, menebar harum serupa kenanga dan melati dan tetap bisa menghasilkan nektar, bahan makanan untuk polinator, termasuk serangga dan burung, tambah Eunike.

Cerita keajaiban ini mengantar Eunike meraih medali emas dan penghargaan botani terbaik dalam pameran seni dan fotografi Royal Horticultural Society/RHS Botanical di galeri seni Saatchi Gallery, London dari pertengahan Juni sampai Juli lalu.

"Leafless, Not Lifeless," adalah salah satu dari enam lukisan hoya yang disiapkan Eunike dalam waktu lima tahun, periode yang memang ditetapkan RHS untuk para seniman yang lolos seleksi ketat untuk menyelesaikan karya-karya mereka.

Keajaiban yang diabaikan

Terkait cerita keajaiban dalam hoya-hoya Indonesia, Eunike menyebut banyak yang sering abai dan tidak memperhatikan apa yang ada di sekeliling.

"Banyak yang ajaib. Benda sekecil ini kok punya kemampuan cerita luar biasa. Hal ini membuat saya tetap mendalami botani. Mahkluk ini ajaib dan punya kehidupan yang luar biasa," katanya.

Raymond Evison, wakil presiden RHS, mengatakan pameran tahun ini "luar biasa bagus dan beragam" dengan enam peraih medali emas, termasuk Eunike.

"Hoya ini sangat mempesona. Saya hanya tahu satu atau dua hoya. Sangat istimewa karena ada beragam hoya dari Indonesia," kata Raymond kepada wartawan BBC News Indonesia, Endang Nurdin di Saatchi Gallery akhir Juni lalu.

"Publik akan sangat menghargai kualitas lukisan ini dan bisa melihat tanaman yang jarang ini," lanjutnya.

Sementara Charlotte Brooks, kurator seni RHS mengatakan persyaratan lolos yang dinilai júri termasuk "kemampuan teknis dan memastikan karya seni botani ini secara ilmiah akurat."

Ia juga mengatakan setelah pameran di London, Eunike diberi kesempatan untuk menyiapkan karya lukisan botani lain dalam lima tahun ini.

Bagi Eunike, lukisan yang dikoleksi lembaga botani termasuk koleksi RHS, lebih bisa dinikmati publik secara lebih luas.

"Saya jelas bersyukur. Saya juga merasa senang karena manfaatnya bisa lebih luas. Jika karya dikoleksi oleh suatu lembaga maka karya itu bisa diakses dan dinikmati publik," katanya.

Salah seorang idolanya yang menurutnya "selalu membuatnya terpana" adalah Pandora Sellars, pelukis botani berpengaruh dalam dua abad ini. Lukisan Pandora Sellars juga menjadi bagian dalam koleksi RHS.

Hoya imbricata, karya Eunike lain, dijadikan koleksi di Kew Gardens, di Gallery Shirley Sherwood, museum seni botani kontemporer terbesar dunia. Shirley Sherwood adalah salah satu figur kunci perkembangan seni botani karena menjadi patron dan kolektor seni botani.

Kecanduan tanam hoya saat pandemi

Bagi Eunike, melukis tanaman tidak hanya mengasah ketrampilan seni lukisnya, tapi ia juga belajar arti kehidupan melalui hoya-hoya yang ia tanam sendiri.

Sebagian besar lukisannya bersumber dari tanaman atau bunga asli. Ia mengatakan memerlukan sekitar dua sampai tiga minggu untuk melukis di luar riset.

"Kalau kita mau menyediakan waktu, kita mengamati langsung tumbuhan, pasti jatuh cinta, karena kita akan belajar banyak hal ajaib."

"Tumbuhan meski tak punya suara, mereka bisa menceritakan banyak keajaiban," cerita Eunike, pendiri Indonesian Society of Botanical Artists (IDSBA).

Selain Eunike, pelukis lain yang mendapat penghargaan khusus dalam pameran RHS di Saatchi Gallery termasuk Nina Mayes dari Inggris untuk Emergent Zone of Britain's Fresh Waters (lukisan tanaman air tawar) serta pelukis Jepang Hiroko Kita untuk Japanese Cultivated Evergreen Azalea, (tumbuhan semua musim Azalea).

Perkenalan dengan macam-macam hoya, kata Eunike, bermula ketika pandemi dan harus banyak berdiam di rumah.

"Saya banyak bertukar cerita tentang tanaman melalui online dan saya mulai menanam beberapa hoya sampai akhirnya punya sekitar 200. Kecanduan jadinya," katanya tergelak.

Namun dari sekian banyak hoya, pilihan dijatuhkan ke spesies yang memiliki keunikan bentuk daun dan bunga serta asal tanaman yang mewakili pulau-pulau besar di Indonesia.

Saat ini di seluruh dunia, diperkirakan terdapat lebih dari 400 spesies hoya, sebagian besar di antaranya tercatat hanya ditemukan di Indonesia.

Namun dari ratusan ini, banyak spesies hoya yang diperkirakan masih belum ditemukan.

Selain hoya, lukisan-lukisan lain Eunike dijadikan koleksi di sejumlah institusi dunia, termasuk di Hunt Institute for Botanical Documentation di Amerika Serikat, Victorian State Botanical Collection, Australia serta Royal Edinburgh Botanic Gardens' Florilegium, Skotlandia.

Karyanya yang lain juga dipesan untuk koleksi perangko Kanada, halaman muka buku penerbit internasional termasuk Penguin Random House serta iklan-iklan produk dari sejumlah negara, termasuk Avon, Shisheido serta iklan festival jazz Istanbul, permintaan dari kementerian Turki.

Cerita ketangguhan enam hoya Indonesia

Tanaman hias yang hidup tanpa daun ini, memanfaatkan tangkai bunga yang menjuntai untuk menggantikan peran daun untuk melakukan fotosintesis.

"Ini adalah cara beradaptasi yang luar biasa untuk bertahan hidup dalam lingkungan miskin hara (zat yang diperlukan tanaman untuk pertumbuhan) dengan tumbuh di lubang-lubang pohon dengan nutrisi terbatas. Ini ajaib, menunjukkan ketangguhan," kata Eunike.

Namun, hoya ini tetap berbunga dengan aroma "seperti kenanga dan melati" dan bisa tercium dalam jarak beberapa meter.

"Meskipun hanya mekar di malam hari, bunga Hoya Spartioides tidak pernah absen, kecil berwarna kuning-jingga sangat harum dan menarik banyak polinator, seperti serangga."

"Sebagai keajaiban botani, hoya tanpa daun ini menggambarkan kecerdasan alam, beradaptasi dengan anggun dalam lingkungan yang sulit," ceritanya lagi.

Tanaman hias ini, kata Eunike, membuatnya berefleksi bahwa "kondisi sulit apapun, kita harus lentur, bisa beradaptasi dengan anggun seperti tumbuhan, dan tangguh dalam segala situasi, kita akan tahan dan bahkan berbunga, menjadi manfaat bagi makhluk-makhluk lain."

Tumbuhnya menempel pada pohon dan setelah ada biji, dibawa semut, bersimbiosis sama semut dibawa ke pohon dan tumbuhlah di tempat-tempat seperti itu.

"Air terbatas, tanah tak ada, dan tanaman ini memanfaatkan apa yang ada di sekitar. Hidupnya seefektif dan seefisien mungkin."

"Saya mewakili Indonesia dalam pameran bergengsi ini. Dan saya ingin tunjukkan karakter Indonesia. Hoya ini bisa beradaptasi lingkungan miskin hara.

Indonesia punya banyak tantangan dan kesulitan, saya melihat dan percaya, orang Indonesia tangguh, dengan kondisi apa saja bisa, dan kreatif juga, saya merasa ada keterkaitan," kata Eunike lagi.

Hoya latifolia

Eunike memilih judul "Bold under (Sun)Stress" untuk lukisan tanaman asal Jawa Barat ini.

Ia mengatakan ketika terpapar sinar matahari berlebihan, daun Hoya latifolia mengalami transformasi yang menakjubkan, mengubah warnanya dari hijau menjadi kuning, kemudian merah muda hingga merah tua. 

Perubahan ini, menurutnya terjadi karena produksi antosianin yang berfungsi seperti tabir surya alami, melindungi klorofil dari radiasi UltraViolet yang berbahaya.

Tanaman hias ini juga berbunga dari banyak tangkai dengan aroma yang ia sebut seperti kue kelapa.

Lukisan ini mengantarnya ke penghargaan botani terbaik dalam pameran RHS di Saatchi Gallery.

Hoya imbricata

Lukisan tanaman hias asal Sulawesi ini diberi judul "Dome" atau kubah.

Hoya ini bersimbiosis dengan koloni semut. Daunnya memberikan tempat berlindung bagi koloni semut, sementara limbah semut menjadi sumber nutrisi bagi tumbuhan itu.

Hoya imperialis

Lukisan tanaman dari Jawa dan Kalimantan yang diberi judul "Regal Bloom" ini, memiliki bunga terbesar dalam genus Hoya, berwarna merah mencolok di antara daun hijau dengan tepi bergelombang.

Hoya clemensiorum

Tanaman dari Sumatra ini sering disebut Hoya Jurassic oleh para penggemar karena daunnya yang sangat bertekstur mirip dengan kulit reptil dan lukisannya diberi judul Draconic.

Hoya sigillatis

Tumbuhan asal Kalimatan ini memiliki daun kecil panjang berbentuk bulat dengan bercak keperakan yang unik, kekhasan Hoya yang sering diburu para penggemar tanaman hias. Lukisannya diberi judul "Splash".

Perkenalannya dengan tanaman dimulai di Inggris pada 2011.

Eunike mengatakan, ia mulai menggunakan waktu senggangnya - ketika mengikuti suami yang tengah studi - dengan mengikuti perkumpulan botani di Sheffield.

Ia memang punya hobi melukis dengan menggunakan cat air, namun ketika itu lebih fokus ke komik Jepang, manga.

"Saat itu, saya diajak keliling di Shefield Botanic Garden sebelum melukis. Mereka perlu lukisan yang belum pernah dilukis…Jadi kegiatan ini gak terencana tapi saya langsung suka melukis tumbuhan dan hewan," ceritanya. Ia juga mulai belajar ilmu botani.

Tetapi sekembalinya ke Indonesia lebih dari 10 tahun lalu, Eunike tak punya teman dengan minat yang sama.

"Saya perlu teman dan kebetulan saya lolos pameran di Amerika tahun 2016 yang diselenggarakan American Society of Botani Arts. Mereka saat itu akan pameran serentak tahun 2018 untuk menampilkan tumbuhan asli setiap negara. Ada peserta dari 25 negara yang ikut."

Dari sinilah, cerita Eunike, ia mulai belajar dan kemudian mengajar seni botani serta bertemu dengan pelukis realis tumbuhan Indonesia lain dan mendirikan Indonesian Society of Botanical Artists (IDSBA), dengan anggota dari belasan sampai lebih dari 150 saat ini.

Hanya dua tahun dari perkenalannya dengan lukisan tanaman, pelukis asal Yogyakarta ini, mendapat tawaran pekerjaan, sebagian besar dari luar negeri, termasuk Inggris, AS, Turki dan Spanyol.

"Yang biasanya punya apresiasi lukisan manual cat air lebih banyak orang asing. Lukisan manual tak gampang direvisi, sementara klien di Indonesia sangat suka revisi," katanya.

Ia mengatakan selalu memesan tanaman atau bunga yang asli sebelum dilukis dengan waktu lukis antara dua sampai tiga minggu.

Bagi Eunike, melalui lukisan tanaman ini, ia ingin "menyentuh hati semua kalangan di Indonesia."

"Bukan hanya anak muda, orang tua perlu tahu. Kita negara dengan kekayaan hayati terbesar di dunia, tapi seringkali kita abai, karena kita merasa sudah sewajarnya ada," tegas Eunike.

Kalau tidak dipelihara, lanjutnya, tanaman itu bisa hilang.

"Hoya ada yang terancam, kalau habitat dirusak atau diambil secara masif, bisa hilang, punah sebelum ditemukan."

"Harapan saya, lewat karya seni, bisa menyentuh hati... Kalau hati sudah tersentuh, saya harap ada aksi. Orang Indonesia sadar dan mau melestarikan dan mau peduli dengan makhluk-makhluk ini," tutupnya. (*)

Tags : Pertanian, Inggris raya, Seni, Lingkungan, Alam, Sains,