Headline Sorotan   2020/12/22 12:58 WIB

Demam Berkebun Ditengah Pandemi Covid-19, 'Sekadar Tren Atau Gaya Hidup?'

Demam Berkebun Ditengah Pandemi Covid-19, 'Sekadar Tren Atau Gaya Hidup?'

"Berkebun di rumah menjadi pilihan masyarakat untuk beraktivitas positif di tengah aturan pembatasan selama pandemi Covid-19. Pilihan yang membuat produsen tanaman hias tampaknya panen permintaan pasar"

ren berkebun di rumah [tanaman hias] sebagai bentuk pelarian melepaskan stress di tengah tekanan pandemi dan kemungkinan hanya akan terjadi sesaat karena rutinitas kembali menggilas. Fitri [20] mengaku memiliki halaman perkarangan di halaman rumah. Lahan minimalis itu telah menjadi rumah bagi aneka tanaman pangan dan hias. "Di teras juga ada banyak pot, cabai, tomat ceri, buncis, kacang panjang, bunga matahari, basil, seledri, terong, paprika, beberapa bunga calendula, zinnia, ada monstera," katanya pada suatu hari pagi, Senin (19/12).

"Paling favorit, aku suka banget bunga matahari," sebutnya. Mahasiswi di salah satu kampus swasta di Kota Pekanbaru ini mengaku sudah menyukai berkebun sejak dua tahun terakhir. Tapi makin tekun di masa pandemi. "Karena pas pandemi, lockdown. Aku nggak bisa ke kampus, semua online. Dan itu malah jadi kayak berkebun itu kegiatan di luar ruangan, yang jatuhnya meditasi buat aku. Refreshing-nya aku," kata Fitri.

Selama menekuni berkebun, dua pelajaran yang ia dapat: komitmen dan kesabaran. Komitmen 'bangun pagi, untuk tetap ingat menyiram walaupun ada kegiatan lain', dan kesabaran untuk menuai hasil kebun. "Nggak mungkin kayak tanam satu benih, dalam satu minggu langsung berbunga, itu nggak mungkin banget. Jadi harus sabar, dirawat terus," katanya yang punya mimpi memiliki kebun, dan memenuhi kebutuhan pangannya dari sana.

Bukan hanya Fitri yang memiliki mimpi seperti itu. Desy [25], yang besar di Kota Pekanbaru ini pun punya mimpi mendorong pertanian berkelanjutan itu. Saat ini Desy memiliki kebun seluas 300 meter persegi di belakang rumah dibilangan Jalan Lintas Kulim. Ketika harga kebutuhan memasak di dapur melambung, ia tak merasakannya. "Saya tidak pernah mengalami mahalnya cabe dan mahalnya jahe. Tinggal ambil dari belakang," katanya.

Pemanfaatan lahan minimalis halaman rumah untuk berkebun juga ditekuni Irwan. Ia mengaku sempat mengabaikan lahan kosong di rumahnya. "Sebelum pandemi itu, kita cuma ada tanaman hias hanya sekedar saja. Cuma nggak disiram juga. Karena berangkat pagi, pulang sore-malam [bekerja melakukan les mengajar anak-anak]. Maksudnya memulainya aja nggak sempat," kata dia.

Namun, masa pandemi mengubah kebiasaan Irwan dan isterinya untuk memulai berkebun. "Tadinya kita cuma tanam bunga hias disamping halaman rumah, itu cuma 3x10 meter. 3-4 tanaman. Awalnya kita coba dari kunyit, daun salam, daun jeruk, sama cabai, sama telang. Nah itu yang benar-benar dipakai istriku buat masak," katanya.

Selain bisa mengurangi ketegangan hidup karena pandemi, berkebun juga punya tujuan praktis. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan di dapur juga kayak kalau perlu cabe kalau habis, tinggal ambil aja. Kayak daun salam, daun jeruk, kayak gitu, lumayan membantu juga. Selama masa pademi, 'demam berkebun' ikut melanda warga perkotaan. Hal yang diyakini makin diminati sebagai momentum mendekatkan manusia dengan alam. Irwan mengaku minat masyarakat untuk berkebun makin tinggi di tengah pandemi.

Dia mengatakan minat ini ditunjukkan dari tingginya pesan yang masuk lewat media sosial. Pesan ini terkait dengan teknik mulai bertanam hingga cara memanen. "Lebih interaksi sosial lewat IG atau meningkat juga request webinar online tentang berkebun," katanya.

Kebun Irwan kini sedikit sudah menghasilkan, hingga pesohor untuk melakukan edukasi berkebun lewat media sosial. Saat ini dia lebih banyak berkegiatan melalui online, termasuk membuat konten-konten kreatif untuk edukasi. "Transisi awal dari offline ke online saja (tantangannya), tapi sisanya justru aku melihat positifnya, orang-orang, justru semakin tertarik dan peka untuk berkebun di rumahnya sendiri," katanya.

Permintaan melambung

Irwan mengaku bisnis tanaman hias sambilan ternyata juga kewalahan dengan permintaan tanaman hias di masa pandemi. "Yang siap jual itu tanamannya juga kewalahan, karena permintaan itu," katanya.

Sebagai perbandingan, sebelum pandemi Irwan menjual tanaman jenis begonia polkadot sebanyak 50-100 tanaman dalam waktu sampai dua pekan. "Saat pandemi itu ada seminggu itu sekitar 200-500 pieces permintaan. Sedangkan kapasitas nursery itu nggak cukup untuk memenuhi permintaan pasar," katanya.

Bukan hanya permintaan terhadap tanaman yang melambung tinggi. Keberadaan pot untuk menanam juga langka di pasaran. Sebelum pandemi, harga pot ukuran 20 centimeter Rp12.000 per lusin. Tapi harganya naik hingga 100% di masa pandemi. "Sekarang itu Rp20.000-22.000 per lusin. Naiknya luar biasa," kata dia.

Irwan bercerita, perilaku pasar juga berubah. Membeli tanaman yang sebenarnya belum siap untuk dijual, untuk tanaman hias jenis begonia biasanya baru siap dijual setelah satu bulan setelah dipotong dari induknya. "Tapi ini 1-3 hari supplier sudah ambil, karena takut kehabisan. Padahal akar itu belum muncul, belum apa, sudah diambil," katanya.

Selama masa pandemi, Reza pelaku usaha tanaman hias dibilangan Jalan Arifin Achmad mengaku omsetnya naik lebih dari 100%. Jika di rata-rata Rp2 juta per bulan. "Itu hanya omset di penjualan wholesale-kepada pengecer dalam jumlah besar-saja, belum ditambah penjualan retail baik online maupun yang langsung ke nursery," kata Reza.

Sejumlah tanaman hias yang dipasarkan antara lain paperomia, Raphidophora tetrasperma, pakis, giant veriegata, peperomia raindrop, pictum, philodendron squamiferum, sansevieria, kaktus, gloriosum, monstera adansonii dan lainnya. Reza meyakini berkebun bagi masyarakat perkotaan akan menjadi gaya hidup baru yang berkelanjutan. Dan bisnis ini, kata dia, akan selalu diminati meski diperkirakan akan mengalami 'penurunan yang tidak signifikan'. "Marketplace, media sosial, selama itu masih ada, atau ada perkembangan berikutnya teknologi informasi ini, tanaman hias ini akan eksis," katanya.

Hanya demam sesaat?

Pengamat perkotaan, Drs Lelo Ali Ritonga menilai masa pandemi ini membuat masyarakat terbatasi untuk beraktivitas di luar ruangan. Tidak seperti sebelum pandemi, kebahagiaan itu bisa dicari lewat belanja ke mal, berkantor, berkumpul, berwisata, dan lainnya. "Kalau masyarakat itu dikekang, ada constraint di situ, harus ada ruang. Ada virus, kemudian pemerintah membuat aturan-aturan. Makin ketat aturan itu, makin mengekang, maka orang akan keluar mencari ruang-ruang baru," kata Lelo dalam bincang-bincangnya belum lama ini.

Ia melihat hal ini layaknya demam bersepeda di masa pandemi. Menurutnya, masyarakat kota perlu menyalurkan daya konsumsinya untuk bahagia dan ada. "Bagi mereka itu ketika eksis, kemudian di-upload instagam itu tadi, berkebun pun jadi semacam branding. Sekarang itu bersepeda pun bukan sekadar menyalurkan, tapi menjadi status. Sebetulnya banyak berkebun, dia tidak mendapat buahnya. Tapi mendapat statusnya," katanya.

Lelo menilai demam berkebun ini kemungkinan hanya terjadi di masa pandemi. Sebab, ketika vaksin sudah ditemukan atau masanya sudah lewat, perhatian orang akan dibetot pada rutinitas sehari-hari. "Tren ini suatu saat akan berhenti, ketika suatu saat dia akan menemukan titik-titik lain. Pintu-pintu lain," katanya.

Pekerjaan rumah terbesar bagi pelaku berkebun di rumah adalah konsistensi untuk merawat tanaman. Sukma [30] menyatakan, salah satu pelaku petani kota mengakui setelah masa pandemi, rutinitas sebagai ibu rumah tangga di rumah jadi bertambah. Kesulitannya untuk menjadwal menyiram kebun. Tapi Sukma punya solusi: menggunakan alat penyiram otomatis atau, "Kita juga bisa minta bantuan sama suami untuk siram," katanya.

Tanaman hias tiba-tiba melambung

Tanaman hias memang banyak digandrungi akhir-akhir ini, sehingga banyak yang berbondong-bondong memeliharanya. Beberapa tanaman hias yang populer seperti aglonema, janda bolong atau monstera, hingga keladi menjadi incaran para pecinta tanaman hias. Tak jarang tanaman hias tersebut menjadi melambung harganya lantaran banyak peminatnya.

Sebagian besar dari tanaman hias ini merupakan tanaman yang dinikmati keindahan daunnya. Sukma, salah satu ibu rumah tangga yang termasuk pecinta tanaman hias tak segan untuk merogoh kocek demi mendapatkan tanaman hias incarannya. Penjualan tanaman hias pun ikut terdongkrak, ini juga terkait erat dengan sebentar lagi datang hari Natal.

Banyak yang mencari pohon cemara, tampaknya bukan untuk ditanam. Melainkan untuk dijadikan hiasan pada malam perayaan Natal. Selain pohon cemara yan sudah berukuran besar, banyak juga pembeli yang mencari pohon cemara ukuran kecil ukaran satu meter. Sebagian umat Kristiani, membeli cemara kecil, karena ingin membuat pohon Natal ukuran mini, yang bisa dipajang di atas lemari atau meja. Banyak jenis pohon cemara, namun salah satu yang cukup menarik, yakni cemara sargenti.

Tanaman cemara sargenti jumlah percabangannya pun cukup banyak yang mempengaruhi keindahan bentuknya. Tumbuhan cemara sargenti dapat hidup dengan baik di dataran rendah. Namun belakangan tanaman hias ini harganya tiba-Tiba melambung tinggi. Tanaman ini membutuhkan sinar matahari sepanjang hari. Pecinta tanaman hias bisa menyiraminya sebanyak 2 kali per hari memakai air secukupnya. (Syamsul Bahri)

Tags : Demam Berkebun, Tanaman Hias, Pandemi Covid-19,