Korupsi   2022/08/01 15:5 WIB

Dewan Pengawas Didesak Usut Kaburnya Tiga Tersangka Korupsi, 'Evaluasi Besar-besaran Ditubuh KPK Perlu Dilakukan'

Dewan Pengawas Didesak Usut Kaburnya Tiga Tersangka Korupsi, 'Evaluasi Besar-besaran Ditubuh KPK Perlu Dilakukan'

JAKARTA - Dewan Pengawas KPK didesak mengusut dugaan kebocoran informasi di internal lembaga anti-rasuah tersebut menyusul kaburnya tiga tersangka korupsi di masa kepemimpinan Firli Bahuri.

Dari tiga buronan yang kabur, baru satu yang telah menyerahkan diri dan telah ditahan yakni mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Mardani Maming.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, memastikan pihaknya akan tetap mencari para tersangka yang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO).

Kaburnya tiga tersangka korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di era kepemimpinan Firli Bahuri menjadi sorotan tajam publik. Ketiganya adalah politisi PDI Perjuangan Harun Masiku, mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani Maming serta Ricky Ham Pagawak yang merupakan Bupati Mamberamo Tengah, Papua. 

 Peneliti dari Transparency International Indonesia (TII), Alvin Nicola, menduga hal itu terjadi karena adanya kebocoran informasi di internal lembaga tersebut.

Kebocoran informasi itu, dikarenakan lemahnya independensi dan pengawasan di lingkup penyelidik dan penyidik -yang pasca revisi Undang-Undang KPK para penyidik itu berasal dari luar KPK yakni kepolisian, kejaksaan, dan instansi pemerintah lainnya.

Karena itulah, Alvin menilai Dewan Pengawas KPK harus melakukan evaluasi besar-besaran terkait proses penindakan di KPK. Sebab jika para tersangka korupsi melarikan diri, itu mengindikasikan bahwa kinerja penindakan "mengecewakan".

"Salah satu indikator serius keberhasilan penegakan hukum adalah lancarnya proses penyidikan sampai di pengadilan. Kalau baru tahap awal sudah kesulitan dan tidak proper, ini sinyal KPK tidak efektif dalam bekerja," kata Alvin Nicola kepada kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Kamis (28/7).

Sejalan dengan Alvin, peneliti dari ICW, Kurnia Ramadhana, menyebut penindakan di KPK "bobrok". Apalagi penyidik KPK pernah gagal mengamankan barang bukti kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial penanganan Covid-19 di wilayah Jabodetabek tahun anggaran 2020.

Dengan serentetan kejadian itu, dia meminta Dewan Pengawas agar lebih ketat mengawasi kerja-kerja KPK terutama saat mengusut perkara korupsi kelas kakap.

"Ini memperlihatkan penindakan KPK bobrok, setidaknya sejak tahun 2019 tatkala ada perubahan Undang-Undang KPK dan masuknya komisioner-komisioner bermasalah di antaranya Firli Bahuri dan Lili Pintauli," ujar Kurnia Ramadhana seperti dirilis BBC News Indonesia, Kamis (28/7).

Sementara terkait kaburnya tiga tersangka korupsi KPK, ICW mendesak kepada Dewan Pengawas supaya mengusut dugaan adanya kebocoran informasi di internal lembaga anti-rasuah tersebut.

"Pengusutan itu bisa kepada penyidik dan pimpinan. Karena fungsi mengawasi melekat pada tiap insan KPK yaitu pegawai dan pimpinan. Maka Dewas harus berani dan profesional dalam mengawasi kerja-kerja KPK mendatang."

Siapa saja buronan KPK?

Di era kepemimpinan KPK Firli Bahuri, setidaknya ada tiga tersangka korupsi yang melarikan diri dan masuk Daftar Pencarian Orang (DPO).

1. Harun Masiku yang tersangkut kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI periode 2019-2024.

Harun Masiku ditetapkan sebagai buronan sejak Januari tahun 2020 setelah disebut berada di luar negeri. Ia melarikan diri di saat KPK akan melakukan operasi tangkap tangan.

Politisi PDI Perjuangan ini diduga merupakan saksi kunci penting yang mengetahui dugaan keterlibatan Sekretaris Jenderal PDI P Hasto Kristiyanto dalam menyuap komisioner Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan sebesar Rp850 juta.

2. Ricky Ham Pagawak adalah Bupati Mamberamo Tengah, Papua. Dia masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 15 Juli 2022.

Politisi Demokrat ini sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi pelaksanaan berbagai proyek di Kabupaten Mamberamo Tengah.

Namun Ricky menghilang saat hendak dijemput paksa oleh KPK dan Polda Papua. Hingga kini beradaan Ricky masih belum diketahui, tapi kepolisian menduga ia bersembunyi di Papua Nugini.

3. Mardani Maming merupakan mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Dia ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap izin usaha pertambangan di Tanah Bumbu pada akhir Juni 2022.

Politisi PDI Perjuangan ini sempat mangkir dari dua panggilan pemeriksaan KPK pada 14 dan 21 Juli 2022. Ketika KPK ingin melakukan upaya penjemputan paksa dan menggeledah apartemen Maming di Jakarta, keberadaannya tak diketahui. Kemudian pada 26 Juli 2022, KPK menetapkannya sebagai buronan.

Akan tetapi penerbitan DPO atas nama Mardani Maming diprotes pengacaranya yang mengeklaim kliennya tidak kabur dan berjanji datang ke KPK pada 28 Juli 2022.

Pada Kamis (28/7) Bendara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini menyerahkan diri ke gedung KPK. Ia tiba pukul 14.00 WIB didampingi pihak pengacara dan langsung ditahan. 

4. Suryadi Darmadi ditetapkan sebagai tersangka sekaligus berstatus buronan sejak 2019 atas kasus dugaan suap revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau. Suryadi diduga menyuap gubernur Riau periode 2014, Annas Maamun.

Penangkapan Suryadi terhalang perjanjian ekstradisi lantaran ia berada di Singapura dan telah berpindah warga negara.

5. Izil Azhar merupakan tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi pembangunan dermaga Sabang yang dibiayai APBN tahun 2006-2011.

Izil menjadi buronan KPK sejak Desember 2018 dan diduga masih berada di Indonesia.

6. Kirana Kotama ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menyuap Kepala Divisi Perbendaharaan PT PAL Indonesia (Persero) Arif Cahyana pada tahun 2017
Penangkapan buronan KPK tidak butuh waktu lama

Peneliti dari ICW, Kurnia Ramadhana, mengatakan dari daftar buronan KPK saat ini, kejadian 'anomali' ada pada perburuan tersangka Harun Masiku.

Menurut dia, KPK bukan tidak mampu menangkap politisi PDI Perjuangan tersebut, tapi tidak mau meringkusnya. Sebab jika merujuk pada kepemimpinan KPK periode sebelumnya, penangkapan buronan tidak membutuhkan waktu lama.

"Lebih dari 900 hari Harun Masiku buron dan ini anomali dibanding KPK periode lalu mengingat kualitas sumber daya manusia dan alat-alat untuk mendeteksi keberadaan seseorang," ujarnya.

Kurnia mencontohkan penangkapan buronan KPK, Samin Tan. Tersangka dugaan penyuapan yang melibatkan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Saragih ini masuk Daftar Pencarian Orang pada Maret 2020 dan berhasil ditangkap pada April 2021. 

Begitu pula dengan buronan Nurhadi Abdurachman yang merupakan tersangka suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung tahun 2011-2016. Sekretaris MA ini dinyatakan buron pada Desember 2019 tapi mampu diringkus pada Juni 2020.

Buronan lainnya adalah Nazaruddin yang merupakan Bendara Umum Partai Demokrat. Dia dijerat sebagai tersangka oleh KPK pada Juni 2011 karena kasus korupsi Wisma Atlet SEA Games di Palembang.

Tapi belum sempat diproses hukum, Nazaruddin kabur keluar negeri. Pelariannya berakhir dalam tiga bulan atau Agustus 2011 di Kolombia.

"KPK hari ini tidak bisa diharapkan setelah penyidik-penyidik handalnya diberhentikan melalui tes wawasan kebangsaan. Apalagi kalau melihat empat komisioner saat ini, tentu sudah tidak realistis menaruh harapan pada mereka."

Apa kata KPK?

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, memastikan pihaknya akan tetap mencari para tersangka yang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO).

Untuk pengejaran Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak, Alexander mengatakan KPK telah berkoordinasi dengan Polda Papua dan Kementerian Luar Negeri untuk melacak kebenaran informasi keberadaannya di Papua Nugini.

"Kalau dia benar lari ke Papua Nugini supaya dia bisa dideportasi atau kalau memang ditangkap oleh aparat Papua Nugini kita bisa minta dikembalikan ke Indonesia sehingga KPK bisa segera memprosesnya," imbuh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kamis (28/7).

Sementara itu terkait Harun Masiku, Alexander juga menambahkan KPK telah bekerjasama dengan Interpol dan Polri.

"Karena kami juga keterbatasan SDM dan keterbatasan informasi dimana keberadaan yang bersangkutan. Dengan kerjasama Polri dan Interpol jadi lebih mudah informasi keberadaan bsia dilacak dan posisinya diketahui akan kami jemput," sambungnya.

Mantan penyidik KPK: Penangkapan buronan bisa diukur

Adapun mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, mengatakan penangkapan buronan tersangka korupsi sangat bergantung pada kerja keras penyidik.

Tapi pengalamannya selama menjadi penyidik di tahun 2013 sampai 2021, rata-rata bisa menangkap buronan dalam waktu satu tahun. Salah satunya yang berhasil diringkus adalah tersangka suap Samin Tan.

"Dan (menangkap buronan) itu bisa diukur. Misalnya buronan A bisa dilihat berapa kali penyidik menggeledah tempat persembunyiannya, berapa banyak nomor yang disadap, kemudian bagaimana koordinasi internal," jelas Yudi Purnomo, Kamis (28/7).

Itu mengapa, kata dia, agar penyidik tidak 'kecolongan' seperti kasus Harun Masiku dan lainnya, maka penyidik harus bertindak cepat. Begitu kasus naik ke tahap penyidikan, penyidik sebaiknya segera melakukan pencekalan terhadap para tersangka, lalu memblokir seluruh rekening yang terkait tindak pidana, dan jika mungkin segera menahan agar tidak berlarut-larut.

"Sebab kalau tersangka kabur, kerja penyidik jadi lebih berat. Selain harus menyelesaikan kasusnya juga mencari orangnya."

Yudi juga mengatakan, para buronan tersebut biasanya berpindah-pindah tempat persembunyian. Karenanya mereka memiliki uang yang cukup banyak.

Mereka juga biasanya masih berhubungan dengan sesama pelaku atau orang terdekat.

"Jadi itulah kenapa untuk mengejar buronan, penyidik harus menggeledah tempat-tempat persembunyian, memeriksa orang-orang yang diduga tahu dan membuntuti kalau perlu". (*)

Tags : Dewan Pengawas, Tiga Tersangka Korupsi Kabur, Evaluasi Besar-besaran di KPK,