Headline Sorotan   2020/12/11 12:24 WIB

Dilema Pemilih Ditengah Pandemi, 'Karyawan Dapat Upah Lembur Kalau Tetap Masuk'

Dilema Pemilih Ditengah Pandemi, 'Karyawan Dapat Upah Lembur Kalau Tetap Masuk'

"Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak dilaksanakan Rabu 9 Desember 2020 telah ditetapkan sebagai hari libur nasional, selain tingkat pemilih diprediksi menurun juga menyisakan intrik politik"

ilkada serentak diberlakukan libur nasional, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri yang memutuskan hal tersebut melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2020 yang diteken Jokowi pada 27 November 2020 lalu. Setelah itu, terbitlah Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor M/14/HK.04/XII/2020 tentang Hari Libur Bagi Pekerja/Buruh Pada Hari Pemungutan Suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2020.

Ada 3 fakta yang perlu diketahui dari SE itu, salah satunya hak memperoleh upah lembur jika tetap masuk pada libur Pilkada:

1. Karyawan Berhak Upah Lembur Jika Tetap Masuk di Libur Pilkada

Menaker Ida Fauziyah mengatakan dalam SE tersebut, jika ada pegawai yang harus masuk pada hari Pilkada, maka berhak mendapatkan upah lembur.

"Begitupun dengan pekerja/buruh yang daerahnya tidak melaksanakan Pilkada dan tetap harus masuk kerja, maka pelaksanaan hak-haknya sama, yakni berhak atas upah kerja lembur dan hak-hak lainnya," tegas Ida dalam keterangan resminya, Senin 7 Desember 2020.

2. Libur Pilkada Berlaku di Semua Daerah

Ida menekankan, libur Pilkada 9 Desember 2020 berlaku di seluruh Indonesia, termasuk di daerah-daerah yang tidak melaksanakan pemilihan serentak itu. Ida memperingatkan kepada pengusaha agar memberikan kesempatan kepada pekerja/buruh untuk menggunakan hak suaranya pada Pilkada. "Bagi pekerja/buruh yang daerahnya melaksanakan Pilkada dan harus bekerja pada hari pemungutan suara, maka pengusaha mengatur waktu kerja sedemikian rupa agar pekerja/buruh dapat menggunakan hak pilihnya," pungkas Ida.

'Mau coblos tapi tidak tahu kapan dan bagaimana' 

Pemilihan kepala daerah serentak tahun 2020 sudah dilaksanakan, namun dalam perjalanannya masih ada kalangan masyarakat yang tidak tahu kapan dan cara memilih calon pemimpin mereka di tengah wabah virus corona di Indonesia.

Selain tidak tahu pelaksanaan dan tata cara pemilihan, sebagian warga juga tidak menerima visi dan misi kandidat melalui media daring. Hal itu dialami sejumlah warga di Riau, selain itu ada beberapa perusahaan karyawannya tidak ikut menceblos, ada juga warga yang kekurangan akses internet.  Dampaknya, kerap terjadi kerumunan massa melampaui 50 orang yang tak sesuai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 13 Tahun 2020. 

Imbas lain akibat minim sosialisasi, tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada 2020 diprediksi menurun—sebagaimana disebutkan beberapa survei. Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Riau mengatakan telah melakukan upaya maksimal untuk meningkatkan partisipasi pemilih - walaupun hasilnya sulit diprediksi akibat kewajiban melaksanakan protokol kesehatan. Namun, KPU Pusat menargetkan partisipasi mencapai 77% - lebih besar dari pilkada sebelumnya yang dilakukan saat tidak ada pagebluk Covid-19.

'Sosialisasi terbatas dan tidak tahu cara memilih'

"Kami tidak tahu kapan dan bagaimana cara mencoblos di masa pandemi ini," kata Wiwit [32] warga Kecamatan Batang Gansal, Kabupaten Indragiri Hulu [Inhu] kepada riaupagi.com yang meliput ditengah masyarakat disana.

Bupati Indragiri Hulu H Yopi Ariyanto bersama istri menyalurkan suara di TPS 06, Rabu (9/12/2020). 

Padahal waktu menyalurkan pilihan politik tinggal menghitung hari, pada 9 Desember 2020. Kabupaten Inhu melaksanakan pilkada dengan 5 pasangan calon [Paslon Nurhadi-Toni Sutianto/Nurani nomor urut 1. Paslon Rezita Meylani Yopi -Junaidi Rachmat/Rajut nomor urut 2, Paslon Siti Aisyah-Agus Rianto/Syi'ar nomor urut 3, Paslon Wahyu Adi-Supriati/BWS nomor urut 4 dan Paslon Rizal Zamzami-Yoghi Susilo/Ridho nomor urut 5]. "Saya ingin mencoblos sebagai warga negara, tapi tidak ada sosialisasi," katanya - juga tidak ada sosialisasi protokol kesehatan dari pemerintah.

Wiwit menambahkan, selain tidak ada sosialisasi pelaksanaan pilkada di tengah pandemi, di wilayahnya yang mayoritas warga bekerja sebagai petani juga tidak ada kampanye dari calon baik melalui tatap muka maupun daring. "DI sini juga tidak bisa pakai virtual. Banyak tidak tahu teknologi," ujarnya.

Warga lain di Kecamatan Batang Gansal, Rahmat, Fendi juga menyebut tidak tahu kapan pencoblosan berlangsung. "Kalau dari baliho jalan sih katanya 9 Desember, tidak tahu betul atau tidak. Tidak pernah ikut kampanye dan tidak tahu programnya," tambah Rahmat yang menjual makanan dan minuman ringan di kios.

Golput: takut dosa dan capek dibohongi

Rahmat juga mengungkapkan tidak memilih pada Pilkada Inhu. "Kalau itu 100% tidak mungkin, bahkan 1000%. Capek dibohongi, ditambah lagi karena virus corona," kata Rahmat yang memiliki 4 anak ini.

Masih di Kecamatan Batang Gansal, penjual sayur bernama Ngatemi juga tidak tahu apa-apa tentang pilkada. "Saya tidak tahu kapan pencoblosan, kampanye, sosialisasi," kata Ngatemi asal Jawa Timur yang telah tinggal menetap di Inhu lebih dari 20 tahun dan beranak cucu di daerah kedondong itu. Salah satu juru kampanye Paslon Siti Aisyah-Agus Rianto/Syi'ar, Edi mengakui pasangannya sedikit melakukan kampanye virtual serta kampanye tatap muka akibat wabah Covid-19.

"Memang ini situasi sulit. Kita juga kedepankan keselamatan masyarakat. tapi kita tetap usaha berikan informasi program. Tapi kita perlu hati-hati. Jangan sampai saat kampanye muncul klaster baru. Itu kita antisipasi," katanya.

"Kalau kita kampanye virtual tidak semua ada HP, mau tidak mau pakai brosur dibagikan, media sosial, semua bisa tahu. Tapi kami tidak bisa jangkau semua karena bagi kami kesehatan yang utama," ujar Edi.

'Sulit sosialisasi di tengah pandemi'

Para Kepala Desa di Kecamatan Batang Gansal juga mengaku sulit melakukan sosialisasi di tengah pandemi akibat pembatasan kegiatan. "Jadi jarang kita kumpul dan ketemu banyak orang, jadi wajar kalau banyak warga yang tidak tahu informasi baik tentang pilkada maupun Covid-19," kata salah satu Kades yang tak mau disebutkan namnya.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Komisioner KPU Inhu, Risman SP didepan media menyebut, "sosialisasi pilkada ke masyarakat memang agak sulit di tengah pandemi. Makanya kami berdayakan teman-teman PPK untuk berkreasi sendiri. Kami juga mengajak dan meminta peserta untuk mengajak orang lain," kata Risman.

Ia juga menyebut tantangan terbesar Pilkada 2020 adalah mendongkrak partisipasi di tengah target nasional 77%. "Mau adakan kegiatan yang sifat kreasi pun susah. Sementara yang diterima masyarakat itu hal-hal yang hiburan. Sementara hiburan butuh kerumunan. Jadi tidak bisa," katanya.

Risman  juga menjelaskan di wilayahnya kebanyakan dilakukan kampanye tatap muka. "Jarang pakai virtual, selain kendala HP, juga jaringan internet," katanya. 

'Hampir 90% melanggar protokol'

Seperti disebutkan Rusidi Rusdan, Ketua Badan Pengawas Pemilu Riau mengatakan saat tahap pencalonan masih banyak warga di daerah melanggar protokol Covid-19. "Terutama jaga jarak. Di tahap kampanye, kami belum lihat secara signifikan pelanggaranya dan spesifik melanggar protokol Covid," kata Rusidi.

Pengamat politik Universitas Islam Riau, Sofyan MSi, menyebut kualitas pilkada dan partisipasi pemilih akan baik jika penyelenggara dan pemilih serius. "Masyarakat kadang-kadang urusan bantuan-bantuan aktif, tapi giliran urusan politik mereka abai. Kalau masyarakat ingin ada perubahan maka harus terlibat menggunakan hak pilih, tapi prediksinya partisipasi akan menurun," katanya.

Tentang internet terbatas dan kampanye terbuka libatkan 'ribuan' orang, Sofyan menilai, "tidak bisa seperti [pilkada] yang dulu, atur massa ke dusun lain, desa lain kita bisa kumpul bersama pakai kendaraan untuk kampanye. Sekarang jadi terbatas," kata dia.

'Takut corona' atau 'politik tertentu'

Di Kecamatan Batang Gansal, Inhu selain banyak warga yang tak ikut menceblos di Pilkada serentak sekalipun karena ditengah virus corona ada indikasi permainan-permainan tertentu [politik tertentu].

Rekapitulasi suara pemilih.

Tengoklah seperti terjadi nasib ribuan buruh perkebunan sawit dipaksa tetap kerja saat pencoblosan. Sekitar 2000 karyawan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Palma Satu dan PT Palma Dua di Kecamatan Batang Gansal, tidak menggunakan hak pilihnya. Sebab, dua perusahaan Duta Palma Group tersebut tidak meliburkan karyawannya pada Pilkada Inhu, Rabu (9/12). Beberapa orang karyawan PT Palma Satu mendatangi kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Inhu, Rabu (9/12), guna mempertanyakan perihal libur nasional Pilkada serentak.

"Kami ingin mempertanyakan apakah benar ada imbauan Presiden RI tentang libur nasional ketika Pilkada serentak. Sebab, pimpinan tempat kami bekerja menyuruh kami tetap bekerja sehingga kami tidak dapat memilih calon bupati," ujar Binsar Simangunsong, salah seorang karyawan PT Palma Satu.

Binsar mengatakan, instruksi tetap bekerja pada libur nasional Pilkada serentak disampaikan oleh asisten kebun tempatnya bekerja. "Kami semua dipaksa bekerja hari ini, artinya sama saja menghalangi kami untuk memilih," ungkap Binsar.

Menanggapi keluhan karyawan PT Palma Satu ini, Ketua KPU Inhu M Amin menyatakan, bahwa pihaknya telah menyampaikan hal tersebut kepada Penjabat Bupati Inhu H Kasiarudin saat meninjau pelaksanaan Pilkada di kantor KPU Inhu. "Saya sudah menyampaikannya kepada Pj Bupati dan sebelumnya sudah saya pastikan kepada PPK bahwa surat edaran dari Bupati Inhu terkait libur nasional juga sudah disampaikan kepada pihak perusahaan tersebut," ujar Amin.

Kepala Bidang Humas dan Pemerintahan DPP Serikat Buruh Riau Independen, Rafael Simbolon mengatakan, atas kejadian ini pihaknya akan melaporkan PT Palma Satu dan PT Palma Dua ke Dinas Sosial Tenaga kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Inhu. "Ada 2000 lebih anggota kami yang bekerja di PT Palma Satu dan PT Palma Dua tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena dipaksa harus bekerja, kami mendesak pemerintah melalui Dinsosnakertrans Inhu menindak perusahaan ini," jelas Rafael. 

Menanggapi ini, Ketua Lembaga Melayu Riau [LMR], H Darmawi Aris SE menyayangkan sikap perusahaan yang tak memberi karyawan kebebasan untuk memilih di pesta demokrasi lima tahunan itu, Ia dari semula sudah memprediksi tingkat partisipasi pemilih di Inhu kemungkinan akan menurun, padahal partisipasi adalah salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan demokrasi. Namun, yang Darmawi takutkan akibat virus corona adalah masifnya politik uang di pilkada. "Dampak pandemi ekonomi masyarakat menurun, situasi ini menjadi lahan calon dan timses membeli suara," kata dia yang berharap penyelenggara dan pengawas pilkada bisa mengantisipasi ini.

Paslon: massa tidak bisa dibendung

Calon Wakil Bupati Inhu Agus Rianto sebelumnya juga mengomentari Pilkada serentak kali ini, Ia mengatakan di setiap kampanye terbuka selalu menjalankan peraturan KPU dan protokol kesehatan. "Setiap kampanye, kursi tetap jumlahnya, pakai protap jaga jarak, dibagikan masker, dan dikasih peringatan sama pembawa acara tentang protap," kata Agus.

Buruh karyawan Palma satu dan dua bekerja saat hari penceblosan.

Begitu juga dengan kerumunan yang diprediksi mencapai ribuan pada kampanye Rabu [25/11] kemarin - yang dihadiri Paslon Siti Aisyah-Agus Rianto/Syi'ar dengan nomor urut 3 ini. "Mengatur masyarakat dengan tingkat euforia tinggi tidak segampang itu. Lihat model kemarin, saya langsung turun dan berbaur dengan masyarkat," kata Agus. 

"Kampanye manusia tidak bisa dibendung, itu di luar kendali kami. Yang tidak bisa kami bendung, karena semangat itu tadi, semangat masyarakat untuk perubahan," kata Agus.

Agus menambahkan, kampanye terbuka menjadi pilihan satu-satunya akibat tiadanya jaringan internet. "Jadi pilihannya adalah menggunakan kampanye tatap muka, pintu ke pintu, desa ke desa," kata Agus.

Paslon Siti Aisyah-Agus Rianto/Syi'ar ini mengklaim telah mematuhi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 13 Tahun 2020 tentang kampanye - seperti tidak melebih 50 orang, dan menjalankan protokol kesehatan.

Ketua KPU Kabupaten Inhu M Amin juga mengatakan pelaksanaan kampanye terbuka dan bertatap langsung dengan warga diambil akibat kendala jaringan internet yang terbatas. M Amin  juga mengklaim telah melakukan sosialisasi pelaksanaan pilkada termasuk bagaimana cara memilih. "Kami intensif sosialisasi, kemarin diproses simulasi pemungutan, penghitungan hingga rekapitulasi, respon masyarakat bagus dan sudah paham," kata M Amin.

Mengenai dugaan adanya pelanggaran protokol kesehatan dalam proses kampanye - seperti tidak jaga jarak dan menggunakan masker - M Amin tidak mau menjawab. "Kalau teknis terkait itu [kerumunan], pasangan calon yang punya gawe untuk memobilisasi orang menghadiri kesempatan pasangan calon menyampaikan visi misi, tanya di situ saja," kata M Amin, Ia pun tidak mau berkomentar mengenai upaya KPUD untuk meningkatkan partisipasi pemilih yang diprediksi menurun. (*)

Tags : Pilkada Inhu, Pemilihan Ditengah Pandemi, Pemilih Menurun, Pelanggaran Protokol Kesehatan,