Linkungan   2020/09/20 04:22:00 PM WIB

Hutan Dirusak: Tim Yustisi Bentukan Gubri Belum Bertindak, Dirut Roy Chandra Masih 'Puasa Ngomong'

Hutan Dirusak: Tim Yustisi Bentukan Gubri Belum Bertindak, Dirut Roy Chandra Masih 'Puasa Ngomong'
Gubernur Riau, Drs H Syamsuar MSi melalui bentukan tim yutisi penertiban lahan dan kebun sawit ilegal belum menindak lahan IUPHHK-HT yang dinilai menyalahi prosedur milik PT DRT

LINGKUNGAN - Sampai kini Roy Chandra, Direktur PT Diamond Raya Timber (DRT) dikonfirmasi melalui ponselnya dan sarana WhatsApp [WA} tak juga bisa menanggapi alias masih puasa ngomong [bungkam] terkait lahan yang dikuasai melalui Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK-HT) di Kabupaten Rokan Hilir dan Dumai, Riau seluas 90.956 hektar [Ha] yang kini hancur tanpa ada yang bisa bertanggung jawab.

Hutan sudah dirusak di lahan IUPHHK-HT sudah lama terjadi, sementara disebutkan Gubernur Riau Syamsuar tetap komit menertibkan penggunaan lahan atau kebun sawit ilegal melalui tim yustisi yang dibentuk bertujuan untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), namun harapan para aktivis tim yustisi bisa benar-benar berjalan. 

Izin IUPHHK-HT yang dikantongi PT DRT secara depenitif belum ditandatangani oleh Menteri Kehutanan RI. "PT DRT baru hanya mengantongi SK 5910/Menhut-VI/BUHA/2014 yang diberikan 24 September 2014 dan berlaku dari tgl 27 Juni 2019 sampai 26 Juni 2074, hanya sebatas Dirjen melalui program Bina Usaha Kehutanan [BUHA]. Tapi perusahaan sudah merusak isi hutan dan kayu-kayunya diambil," kata Pemerhati Lingkungan, Tommy Fredy Simanungkalit yang juga minta Wakil Gubernur Edy Natar Nasution, selaku Ketua Tim Yustisi Penertiban lahan dan kebun sawit bisa menertibkan PT DRT itu.

Perusahaan ini juga disoal tentang Analisa Dampak Lingkungan [Amdal] nya yang juga belum ada, sementara lahan belum ditata batas temu gelang seluas 90.956 ha sesuai Peraturan Menhut Nomor 43 Tahun 2013 tentang penataan batas areal kerja yang harus ada tanda tangan Lurah atau Kades dan Camat dalam berita acara sudah jelas melanggar hukum dan KemenLHK bisa memberikan sanksi di Pasal 27 [Pemberhentian pelayanan administrasi], karena telah melanggar tata batas areal kerja, sebut Tommy menambahkan perusahaan itu belum mengantongi SK perpanjangan dari Menhut yang depenitif.

Sederetan tudingan kepada PT DRT mengemuka diantaranya disebutkan tidak melakukan program hutan lestari dibekas blok RKT yang ditebang. Konsep Tebang Pilih Indonesia (TPI) juga tak dilakukan di lapangan sehingga terjadi lahan terbuka. Sosialisasi izin tak dilakukan kepada masyarakat. SK IUPHHK-HT PT DRT yang tak diperpanjang karena perusahaan secara administrasi tak bisa melengkapi dan memenuhi prosedur pengurusan perpanjangan izin IUPHHK-HT. "Roy Chandera selayaknya ditangkap, Saya minta Pemerintah dalam hal ini Menteri Kehutanan mencabut izin PT DRT," pinta Tommy.

Ia juga mengemukakan lahan Desa Sungai Tawar Kecamatan Batu Teritip, Dumai Riau baru-baru ini menjadi masalah yang berakhir masyarakat desa mengalami kerugian karena kebun sawit dan tanaman keladi/talas yang siap panen di buldozer, dirusak pihak perusahaan. Sementara dua warga tewas terpanggang di barak PT DRT di Sungai Tawar. Dia minta aparat penegak hukum (gakkum) untuk segera menangkap, mengamankan, menyegel kayu alam yang sudah ditumbang oleh PT DRT karena PT DRT belum mengantongi IUPHHK-HT depenitif yang diteken oleh Menteri Kehutanan RI.

Terakhir Tommy juga menyebutkan masyarakat 10 Desa [Lenggadai Hulu, Lenggadai Hilir, Bantaian, Bantaian Hilir, Bantaian Baru, Sungai Sialang Hulu, Sungai Sialang Hilir, Labuhan Tangga Besar, Labuhan Tangga Kecil dan Labuhan Tangga Baru] di empat kecamatan Kabupaten Rokan Hilir Riau keberatan terhadap sertifikasi yang diberikan oleh Lembaga Ekolebel Indonesia kepada PT DRT [anak perusahaan Panca Eka Bina Plywood/PEBPI]. "10 Desa itu berada di sekitar kawasan IUPPHK-HA milik DRT. Mereka keberatan terhadap sertifikasi yang diberikan oleh Lembaga Ekolebel Indonesia terhadap IUPHHK-HA yang dimilik DRT," ujarnya.

Gubernur Riau komit tertibkan lahan ilegal

Seperti disebutkan Gubernur Riau [Gubri] Syamsuar yang tetap komit menertibkan perusahaan-perusahaan yang menguasai lahan ilegal di Riau, melalui tim penertiban penggunaan lahan atau kebun ilegal untuk  mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Tim dibentuk karena adanya desakan dari Komisi Pemberantasan Korupsi [KPK] yang menilai ada seluas 1,2 juta hektar lahan ilegal yang dikuasai dan berakhir merugikan negara dari sektor pajak yang tak terpungut.

Syamsuar membentuk tim diketuai Wakil Gubernur Edy Natar Nasution berdasarkan SK Gubernur Riau nomor Kpts.911/VIII/2019, akan berfokus menindak pelaku dalam skala besar seperti perusahaan, cukong, dan toke-toke yang menguasai lahan secara ilegal dengan mengatasnamakan rakyat. 

Kriteria ilegal menurut Syamsuar tidak mengantongi izin dalam maupun luar kawasan hutan ataupun secara sembunyi-sembunyi berdiri di dalam kawasan hutan dan tim akan fokus menindak lahan-lahan yang dikuasai perusahaan besar dengan mengatasnamakan rakyat kecil, kata Syamsuar memaparkan bahwa kinerja tim berdampak jangka panjang dalam penyelamatan ekologis, sosial, dan ekonomis serta mencegah terulangnya bencana kabut asap dari Karhutla. 

Lalu bagaimana kinerja PT Diamond Raya Timber [DRT] yang berpijak dengan memegang izin IUPHHK-HT untuk wilayah lahan yang ada di Kabupaten Rokan Hilir dan Dumai seluas 90.956 hektar yang disebutkan sudah melabrak aturan dan telah merusak lingkungan itu?, agaknya tim yustisi tak berani memberi sanksi, kata pemerhati lingkungan. (*)

Tags : PT Diamond Raya Timber, DRT, Rusak Hutan, Dumai dan Rohil,