Kesehatan   2023/11/04 16:53 WIB

Kutu Busuk di Kasur Kebal dengan Insektisida, 'Sudah jadi Fenomena Global yang Kian Mengkhawatirkan'

Kutu Busuk di Kasur Kebal dengan Insektisida, 'Sudah jadi Fenomena Global yang Kian Mengkhawatirkan'

KESEHATAN - Kutu busuk atau kutu kasur di seluruh dunia mulai kebal terhadap insektisida. Serangan kutu busuk pun kini tengah menjadi pemberitaan di berbagai kota di Eropa. Bagaimana menghadapinya?

Prancis tengah dilanda wabah kutu busuk. Tahun ini, kutu busuk dilaporkan muncul di sekolah-sekolah, kereta, rumah sakit, hingga bioskop di Paris. Namun serangan kutu busuk bukan terjadi baru-baru ini saja.

Pada tahun 2020, salah satu unit di sebuah rumah sakit di Prancis harus ditutup setelah seorang pasien ternyata membawa kutu busuk.

Penyelidikan menggunakan anjing pelacak mengungkap bahwa ada empat ruangan yang telah dihinggapi kutu busuk. Penutupan unit tersebut berlangsung selama 24 hari, dan menghabiskan biaya perawatan mencapai US$400.000 (Rp6,37 miliar).

Apa yang terjadi di Prancis tampaknya merupakan bagian dari fenomena global di mana serangga kecil, berbentuk oval dan lebih kecil dari sebutir beras ini, telah menjadi masalah yang kian mengkhawatirkan di kota-kota di seluruh dunia selama dua dekade terakhir.

Perjalanan internasional, yang memungkinkan serangga ini berpindah benua dengan menyelinap di antara bagasi penumpang pesawat, telah mempermudah penyebarannya.

Namun penelitian baru-baru ini mengungkap bahwa begitu kutu busuk sudah menetap di suatu tempat, mereka akan semakin sulit untuk diatasi.

Pada tahun 2005, Warren Booth masih menjadi seorang peneliti muda pos-doktoral di North Carolina, AS, ketika dia mulai meneliti hal yang dianggap aneh ini.

Dia menghubungi perusahaan-perusahaan pengendali hama, dan meminta mereka mengirimnya kutu busuk yang dikenal sebagai Cimex lectularius.

Dalam kurun 2005-2009, dia berhasil mengumpulkan 161 sampel dari 38 negara bagian AS, yang masing-masing diambil dari infestasi (serangan hama atau parasit dalam jumlah besar) yang terpisah.

Dia bermaksud mempelajarinya, namun penelitiannya terhentik ketika dia diterima sebagai ahli genetika di Universitas Tulsa.

Sekitar 15 tahun kemudian, dia bekerja sama dengan mahasiswa pasca-sarjananya, Cari Lewis, yang telah mengumpulkan 233 kutu busuk dari negara-negara bagian AS pada 2018 hingga 2019.

Dengan sampel yang banyak itu, mereka kemudian mengurutkan DNA kutu busuk tersebut.

Mereka mencari mutasi di genom serangga tersebut yang memberi kode untuk saluran natrium.

Saluran ini penting bagi fungsi saraf pada kutu busuk dan manusia. Saluran tersebut terletak di dalam membran sel setiap neuron di tubuh.

Ketika terbuka, dia membiarkan atom atau ion natrium bermuatan positif mengalir dari luar neuron ke dalam.

Hal ini menyebabkan neuron “meningkat”, sehingga bisa mengirimkan sinyal ke seluruh tubuh.

Saluran natrium sangat penting untuk kelangsungan hidup kutu busuk, namun beberapa obat dapat menghentikan fungsinya.

Salah satunya pestisida DDT yang dilarang, dan insektisida piretroid yang merupakan obat bebas untuk mengatasi serangan kutu busuk.

Keduanya mengikat saluran natrium dan menghentikannya agar tidak menutup.

“Sarafnya terus menerus bekerja sehingga hewan tersebut mati karena lumpuh,” kata Booth yang kini menjabat sebagai professor entomologi perkotaan di Virginia Tech University di Blacksburg, AS.

Selama bertahun-tahun, kutu busuk telah mengalami tiga mutasi berbeda pada gen yang mengkode saluran natrium, dan mencegah insektisida mengikatnya.

Tidak diketahui secara pasti sejak kapan mutasi tersebut berkembang, namun setidaknya telah terjadi sejak 1950-an setelah DDT kerap digunakan pada Perang Dunia II.

Namun sampai saat ini, tingkat mutasi pada populasi kutu busuk masih sulit diukur.

Penelitian Booth dan Lewis menunjukkan bahwa 36% kutu busuk tua yang mereka kumpulkan di AS pada 2005-2009 mengalami satu mutasi pada gen saluran natriumnya, sedangkan 50% di antaranya mengalami dua mutasi. 

Hanya 2,5% dari populasi yang tidak bermutasi, sehingga masih rentan terhadap insektisida.

“Setiap mengalami satu mutasi, mereka akan lebih resisten hingga ratusan kali lipat terhadap insektisida piretroid,” kata Booth.

“Kalau mereka mengalami kedua mutasi, maka mereka menjadi 16.000 kali lipat lebih resisten. Itu berarti Anda tidak akan bisa membunuh mereka. Anda bisa menuang satu ember penuh insektisida kepada mereka, tapi itu tidak akan memberi efek apa-apa.”

Dalam sampel kutu busuk yang lebih modern, yakni yang dikumpulkan pada 2018-2019, sebanyak 84% mengalami dua mutasi pada gen saluran natriumnya,.

Itu membuat kutu busuk memiliki perlindungan total. Tidak ada satu pun kutu busuk dari sampel terbaru di AS yang rentan terhadap insektisida.

“Kami melihat perubahan frekuensinya bukan karena mutasi tunggal, karena mutasi tunggal selalu ada, namun karena dua mutasi sehingga resistensi mereka menjadi lebih tinggi,” kata Booth.

“Hampir setiap populasi kutu busuk yang Anda lihat saat ini memiliki kedua mutasi tersebut, yang berarti sangat buruk karena Anda tidak akan bisa membunuh mereka. Ini berarti Anda tidak bisa pergi ke toko perkakas terdekat dan membeli insektisida yang dijual bebas dan berharap itu ada efeknya. Anda perlu bantuan pengendali hama profesional.”

Menurut Booth dan Lewis, kondisi ini dipicu oleh meluasnya penggunaan insektisida yang dijual bebas.

“Orang-orang tidak mau menghabiskan ratusan atau ribuan dollar untuk mengatasi kutu busuk kalau mereka merasa bisa ke toko perkakas dan membeli insektisida seharga $5,99 [Rp95.000] untuk membunuhnya,” kata Booth.

“Sayangnya, apa yang mereka lakukan hanya memilah mana kutu busuk yang bermutasi dengan membunuh yang rentan, namun membiarkan kutu busuk yang resisten untuk berkembang biak.”

Ini berarti kutu busuk yang rentan tidak bisa meneruskan DNA mereka, sedangkan kutu busuk yang resisten akan berkembang biak dan meneruskan DNA mereka sehingga kian sulit dibasmi dengan cepat.

Jadi, apakah hal serupa juga terjadi di negara-negara lain?

Pada 2018, Booth bekerja dengan ahli ekologi di Universitas Ilmu Hayati Ceko di Praha, Ondrej Balvín.

Mereka bersama-sama mengurutkan gen dari 393 kutu busuk yang diambil dari 131 lokasi di seluruh Eropa, seperti dari Inggris, Prancis, Jerman, Swiss, Italia, Polandia, Swedia, dan lain-lain.

Mereka menemukan bahwa hanya 3,8% kutu busuk yang rentan terhadap insektisida piretroid, sedangkan 93,5% kutu busuk mengalami mutasi tunggal. Berbeda dengan AS, tidak ada satu pun kutu busuk yang mengalami dua mutasi.

Dia menduga ada sesuatu yang terjadi pada populasi kutu busuk di AS sehingga mendorong tingkat mutasi yang lebih tinggi. Ada kemungkinan bahwa di masa lalu, kutu busuk betina dengan satu mutasi secara acak mengadopsi mutasi kedua. Karena hal itu pada dasarnya menyebabkan kutu busuk kebal terhadap insektisida yang dijual bebas, mereka pun menyebar dengan cepat.

Penelitian lain juga menunjukkan bahwa sebagian besar kutu busuk di Australia dan Asia mengalami mutasi tunggal.

Sementara itu, penelitian baru-baru ini mengonfirmasi bahwa mutasi juga tersebar luas pada kutu busuk tropis – spesies terpisah yang dikenal sebagai Cimex hemipterus – di Iran.

“Di Eropa, Asia, dan Australia, kami menemukan bahwa kutu busuk cenderung hanya mengalami salah satu mutasi tersebut dibandingkan mengalami kedua mutasi tersebut,” kata Booth.

"Namun situasi ini tetap buruk. Serangga ini masih ratusan kali lipat kebal terhadap piretroid, jadi Anda tidak akan bisa pergi ke toko terdekat dan mengobatinya sendiri."

Baru-baru ini, para peneliti juga menemukan mutasi saluran natrium ganda pada populasi kutu busuk di Paris.

Sebuah analisis terhadap 156 spesimen kutu busuk yang dikumpulkan dari bangunan-bangunan di sekitar Paris pada 2019 menunjukkan bahwa 73% di antaranya membawa mutasi ganda, yang mungkin menjadi penyebab mengapa serangga ini mewabah belakangan ini.

Namun semua studi tersebut hanya fokus pada satu jenis resistensi, yang berkaitan dengan saluran natrium. Penelitian menunjukkan bahwa kutu busuk juga resisten terhadap jenis insektisida lain karena beradaptasi dengan cara lain.

Dalam sebuah penelitian pada tahun 2016, para ilmuwan di Universitas Sydney Australia menemukan bukti bahwa kutu busuk telah mengembangkan kerangka tubuh bagian luar yang lebih tebal, sehingga dapat menghentikan penyerapan pestisida ke dalam tubuh mereka.

Semakin tinggi resistensi kutu busuk terhadap insektisida piretroid, maka semakin tebal pula kulir terluar atau kutikulanya.

Serangga dengan ketebalan kutikula sekitar 10 mikrometer (sekitar sepersepuluh ketebalan rambut manusia) secara efektif resisten terhadap insektisida.

Menurut Booth, kutu busuk juga mengubah perilakunya agar tidak diracuni.

“Jika Anda melihat kutu busuk, mereka rata dengan tanah,” kata Booth.

“Namun, saat ini kami melihat ada beberapa yang dapat berdiri dan menjauhkan tubuh mereka dari permukaan, sehingga mereka dapat meminimalkan bagian tubuh mereka yang bersentuhan dengan insektisida.”

Perilaku kutu busuk juga membuat mereka sulit diatasi dengan cara lain.

Kutu busuk cenderung berpindah dari satu tempat ke tempat lain, bersembunyi di celah-celah kecil, di balik kertas dinding, di bawah karpet, dan di antara barang-barang rumah tangga. Oleh karena itu, mereka mungkin bisa bertahan lama tanpa terkena residu insektisida.

Hal itu diperkuat oleh penelitian pada tahun 2020, di mana ahli entomologi Stephen dan Alice Kells memaparkan klorfenapyr pada kutu busuk dan kecoak. Ini adalah pestisida yang relatif baru, dan kutu busuk belum sepenuhnya resisten terhadap klorfenapyr.

Mereka menggunakan dua produk berbeda, yakni semprotan cair dan aerosol, lalu menghitung berapa banyak klorfenapyr yang sebenarnya diserap ke dalam tubuh serangga.

Hasilnya menunjukkan bahwa jumlah insektisida yang masuk ke dalam tubuh kutu busuk jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kecoa.

“Paparan kutu busuk terhadap insektisida sangat bergantung pada waktu dan dosis,” kata Stephen Kells.

“Kutu busuk harus bersentuhan dengan residu cukup lama agar dosisnya terakumulasi. Jadi, jika kutu busuk tidak dipaparkan di tempat atau konsentrasi yang tepat, kemungkinan besar kutu busuk akan menghindari paparan sepenuhnya, atau tidak cukup terpapar dosis yang mematikan.”

Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasi kutu busuk?

Salah satu pilihannya adalah memberikan paparan panas, misalnya memanaskan ruangan menggunakan suhu tinggi.

Menurut sebuah penelitian pada tahun ini, para peneliti mengambil sampel 5.400 kutu busuk dewasa dari 17 lokasi di Paris.

Mereka memisahkan kutu busuk tersebut menjadi lima kelompok, lalu menempatkan masing-masing kelompok di tangki yang berbeda-beda untuk mensimulasikan lingkungan alami mereka.

Beberapa dibiarkan di antara furnitur, kasur atau selimut, sedangkan yang lainnya dibiarkan di udara terbuka.

Para peneliti kemudian memanaskan area tersebut. Semua kutu busuk terbunuh setelah dipanaskan hingga suhu 60 derajat Celcius selama satu jam.

Namun, sebuah penelitian pada tahun 2021 menemukan bahwa kutu busuk cenderung kabur begitu saja saat cuaca terlalu panas. Hal ini bisa menjadi masalah, terutama di gedung apartemen di mana kutu busuk bisa berpindah dari satu apartemen ke apartemen lainnya.

Cara memanaskan rumah ini juga bukan sesuatu yang harus Anda lakukan sendiri.

“Jangan pernah mencoba memanaskan sendiri,” kata Booth.

"Saya pernah mendengar cerita tentang orang-orang yang menggunakan pemanas propana dan malah membakar rumah mereka. Itu tidak berhasil. Itu lebih seperti bunuh diri dibanding membunuh kutu busuk,” sambungnya.

Beberapa peneliti menemukan cara untuk memancing kutu busuk keluar dari tempat persembunyiannya sehingga mereka lebih rentan terhadap pestisida.

Mahasiswa di Royal Institute of Technology Stockholm baru-baru ini menciptakan mesin yang dapat mensimulasikan pernapasan manusia.

Idenya adalah bahwa mesin tersebut menjadi umpan untuk memancing kutu busuk keluar dari sarangnya, sebab penelitian menunjukkan bahwa kutu busuk tertarik pada karbon dioksida (CO2) yang dikeluarkan manusia.

Para peneliti juga mengembangkan biopestisida berbahan dasar alami yang membuat berkurangnya kemampuan kutu busuk mengembangkan resistensi.

Pada tahun 2012, ahli entomologi di Pennsylvania State University AS, Nina Jenkins, mengembangkan formulasi yang mengandung Beauveria bassiana, yakni jamur alami yang memicu penyakit pada serangga, namun tidak berbahaya bagi manusia.

Berbeda dengan pestisida kimia yang memerlukan paparan langsung dan jangka panjang untuk bisa mematikan, spora jamur terserap oleh kutu busuk ketika mereka melintasi area yang disemprot.

Setelah terselubung oleh spora, kutu busuk akan menyebarkannya di tempat perlindungan mereka, dan dalam waktu 20 jam setelah terpapar, spora tersebut akan menyebar di dalam tubuh mereka. Jenkins kini tengah dalam proses untuk memasarkan produknya.

“Kutu busuk hanya perlu menyentuh permukaan yang disemprot untuk terinfeksi,” kata Jenkins.

“Kutu busuk yang terpapar juga membawa spora kembali ke tempat perlindungannya yang tersembunyi dan menginfeksi kutu busuk lainnya. Strategi ini berhasil karena kutu busuk adalah ‘pengumpan darah’ yang harus keluar dari tempat perlindungan tersembunyinya untuk mencari makan darah.”

Meski demikian, pemberitaan yang menyebut bahwa kota-kota lain di Eropa dan AS mungkin telah “tertular” kutu busuk dari Perancis tidak lah tepat.

“Apakah serangan kutu busuk tiba-tiba muncul di seluruh Prancis dan London, atau selama ini tidak dilaporkan?” kata Booth.

“Saya rasa tidak dilaporkan. Mereka selalu ada, tapi relatif tidak diketahui. Mereka sangat samar, dan dengan demikian, banyak serangan pada tingkat rendah yang tidak diketahui.”

Ada harapan bahwa infeksi kutu busuk dapat dikendalikan dengan kebijakan yang tepat.

Sebuah studi pada tahun 2022 menemukan bahwa jumlah keluhan kutu busuk di New York berkurang secara signifikan antara tahun 2014 dan 2020, setelah kota tersebut memperkenalkan undang-undang yang mewajibkan pemilik properti untuk melaporkan serangan kutu busuk dan memberi tahu semua penghuni gedung.

Pemilik properti juga wajib mengatasi serangan kutu busuk dalam waktu 30 hari.

Menurut penelitian ini, wilayah berpendapatan tinggi seperti Manhattan dan Brooklyn menunjukkan penurunan keluhan yang lebih signifikan dibandingkan wilayah berpendapatan rendah seperti Queens dan Staten Island.

Di banyak wilayah berpendapatan rendah, laporan mengenai infestasi masih terus terjadi. Pola serupa juga terlihat di kota-kota lain di AS, seperti Chicago.

“Mirisnya, kami menemukan bahwa di permukiman masyarakat berpendapatan rendah, kutu busuk dianggap sebagai gangguan tapi dibiarkan karena mereka tidak mampu membasminya,” kata Booth.

“Ini mungkin merupakan populasi reservoir yang dapat menjadi sumber serangan di masa depan.”

Membasmi kutu busuk di rumah-rumah atau gedung-gedung adalah satu hal. Tetapi, akankah manusia bisa mengatasi gangguan yang terus-menerus terjadi ini untuk selamanya?

“Kalau Anda berpikir bisa menyingkirkannya, jawabannya tentu tidak,” kata Booth.

Sayangnya, kutu busuk akan hidup bersama kita sampai kita menghilang dari planet ini.

Tags : kutu busuk, kutu di kasur, kutu kebal insektisida, kutu busuk jadi fenomena global, kutu busuk mengkhawatirkan, hewan-hewan, kesehatan,