Headline Sorotan   2023/04/26 21:42 WIB

Petani Keluhkan 'Panas Luar Biasa' Mulai Melanda Tanah Air, Pengamat: Kekeringan Bisa Terjadi April Hingga Juni

Petani Keluhkan 'Panas Luar Biasa' Mulai Melanda Tanah Air, Pengamat: Kekeringan Bisa Terjadi April Hingga Juni
Gelombang panas akhir-akhir ini sepertinya sudah mengarah cukup mengancam.

"Petani mengeluhkan gelombang panas akhir-akhir ini melanda tanah air yang panasnya luar biasa sudah terjadi setiap tahunnya"

elombang panas terjadi membuat sejumlah petani dan pengamat pertanian mempersoalkan kekeringan bisa terjadi mulai April hingga Juni, tetapi bagaimana untuk mengantisipasi kekeringan yang akan melanda.

Apakah Indonesia terkena gelombang panas?' 

“Semester kedua akan ada El Nino. El Nino itu adalah kondisi kemarau yang di luar kemarau biasa."

“Bulan April-Mei pun sudah bisa terjadi kemarau biasa dan itu sudah setiap tahun. Tapi mungkin tahun ini, suhunya mungkin bisa lebih tinggi dari biasanya,” kata Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr Muhammad Firdaus.

Sementara, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Dwikorita Karnawati, mengatakan sejumlah Badan Meteorologi di sejumlah negara di kawasan Asia Selatan telah melaporkan suhu panas lebih dari 40°C.

”Lonjakan panas di wilayah sub-kontinen Asia Selatan, kawasan Indochina dan Asia Timur pada tahun 2023 ini termasuk yang paling signifikan lonjakannya,” ungkap Dwikorita lewat keterangan resmi pada Selasa (25/4).

Saat ini, suhu terpanas terekam di Kumarkhali, Bangladesh dengan suhu maksimum harian sebesar 51,2°C sejak Senin 17 April lalu.

Di Indonesia, suhu harian tertinggi masih berada di angka 37,2॰C di stasiun pengamatan BMKG di Ciputat pada pekan lalu.

Secara umum suhu tertinggi yang tercatat di beberapa lokasi berada pada kisaran 34॰C - 36॰C hingga saat ini.

Meski begitu, masyarakat diminta agar tidak panik dan tetap waspada.

Sebab, sambung Dwikorita, para pakar iklim menyimpulkan pemanasan global dan perubahan iklim membuat gelombang panas berpeluang semakin sering terjadi.

Apa itu gelombang panas?

Menurut BMKG, heat wave alias gelombang panas merupakan sebuah periode cuaca di mana terjadi kenaikan suhu panas yang tidak biasa berlangsung selama setidaknya lima hari berturut-turut atau lebih.

Hal tersebut merupakan batasan yang ditentukan oleh Badan Meteorologi Dunia atau WMO.

Agar suatu fenomena cuaca dapat dikategorikan sebagai gelombang panas, lokasi tersebut harus mencatat suhu maksimum harian melebihi ambang batas statistik - misalnya 5 ॰C lebih panas - dari rata-rata klimatologis suhu maksimum.

Jika suhu maksimum tersebut masih berada dalam rentang yang wajar dan tidak berlangsung lama maka kondisi tersebut tidak bisa dikategorikan sebagai gelombang panas.

Secara karakteristik fenomena, gelombang panas pada umumnya terjadi pada wilayah geografis yang memiliki atau berdekatan dengan daratan dengan luasan yang besar, atau wilayah kontinental atau sub-kontinental.

Sementara, Indonesia terletak di wilayah ekuator, dengan kondisi geografis kepulauan yang dikelilingi perairan yang luas.

Gelombang panas pada umumnya terjadi akibat pola cuaca system tekanan atmosfer tinggi di suatu wilayah dengan luas daratan besar yang terjadi secara berturut-turut setiap harinya.

Dalam sistem tekanan tinggi tersebut, pergerakan udara dari atmosfer bagian atas menekan udara permukaan sehingga menjadi mampat dan suhu permukaan meningkat karena umpan balik positif antara massa daratan dan atmosfer.

Pusat tekanan atmosfer tinggi ini menyulitkan aliran udara dari daerah lain mengalir masuk ke area tersebut.

Semakin lama sistem tekanan tinggi berkembang di suatu area akibat umpan balik tersebut, maka semakin panas suhu di area tersebut.

Apakah Indonesia berpotensi mengalami gelombang panas?

Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Dodo Gunawan mengatakan bahwa Indonesia tidak berpotensi mengalami gelombang panas. Hal tersebut karena kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan membantu meredam panas matahari.

“Kekhawatiran kita terhadap gelombang panas ini, tidak begitu khawatir lah. Karena memang secara potensi posisi geografis itu yang menyebabkan kita kecil kemungkinan untuk dilanda gelombang panas,” kata Dodo Gunawan.

Petani mengeluhkan gelombang panas akhir-akhir ini melanda tanah air.

Ia mengatakan bahwa saat ini, gelombang panas yang melanda Eropa, kemudian Asia Selatan, merupakan dampak langsung dari pemanasan global dan perubahan iklim yang terjadi.

“Bumi semakin panas, pola cuaca semakin menjadi. Jadi enginenya itu sudah semakin cepat panas karena mesinnya sudah mulai trennya memanas. Ibaratnya cuaca mesinnya itu sudah semakin panas,” ujarnya.

Ia mengatakan bahwa memang benar musim kemarau tahun ini akan dipengaruhi oleh fenomena El Nino.

Namun, hal tersebut tidak bisa disebut sebagai musim kemarau yang ‘berkepanjangan’. Hanya saja, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang masih masuk ke dalam kategori La Nina.

“Kita tiga tahun terakhir ada fenomena La Nina, banyak hujan, di musim kemaraunya pun. Sekarang ini yang namanya fenomena La Nina ini akan selesai dan menuju ke kondisi normalnya,” kata Dodo Gunawan.

Lebih lanjut, ia mengatakan perubahan iklim yang ekstrem seperti El Nino serta gelombang panas akan lebih sering terjadi seiring waktu.

Bahkan, fenomena alam seperti siklon tropis pun bisa saja muncul, padahal dulu itu sangat jarang terjadi di Indonesia.

“Jadi termasuk gelombang panas, kemudian kalau di kita yang dinamakan ekstrem itu adanya El Nino-La Nina atau mungkin nanti kalau suatu saat ada tropical cyclone.

"Itu indikasi-indikasi ekstrem, yang menyertai kondisi cuaca yang terjadi sebagai dampak iklim yang sudah semakin berubah,” ungkapnya.

Warganet mengeluh cuaca di luar sangat panas

Meskipun Indonesia saat ini tidak mengalami gelombang panas, sejumlah warganet mengaku kepanasan saat keluar rumah, khususnya dalam beberapa hari terakhir.

Akun @V4MFIELD menanggapi cuitan dari akun lain bernama @Jogja_Uncover yang menunjukkan sebaran peta suhu di berbagai daerah di Indonesia.

Ia merasa bahwa meski suhu masih berada di angka 33॰C, yakni belum separah negara lain yang suhunya sampai 54॰C, udara sudah terasa sangat panas.

“Gila suhu 33 aja rasanya panas banget apalagi 54,” cuit akun itu.

Ada pula akun @tanyakanrl yang mengunggah keluhan seorang pengguna yang bertanya-tanya kapan cuaca panas itu akan berakhir.

“Kira-kira kapan ya suhu yang sangat panas ini akan berakhir? Aku kayak udah gak betah gerah, baru keluar dr kamar mandi setelah mandi, udah gerah banget,” tulisnya.

Kemudian, akun @OmarWR17 mengatakan bahwa suhu panas yang ia rasakan beda dari yang biasanya. Terutama di daerah tempat ia tinggal.

“Pada ngerasain suhu panas ga kaya biasanya ga sih.. panas banget mana di karawang lagi. Masyaallah." tulis akun itu.

Meski Indonesia sedang tidak mengalami gelombang panas, Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Dodo Gunawan, menjelaskan bahwa wajar jika saat ini cuaca terasa panas sekali.

Salah satu faktor yang membuat suhu udara di berbagai belahan dunia semakin panas, katanya, adalah tren perubahan iklim yang disebabkan oleh pemanasan global.

Selain itu, ada pula pancaran energi matahari yang bervariasi serta siklus pergerakan matahari yang menuju selatan.

“Saat ini wajar juga [suhu] tinggi karena posisi matahari di April masih dekat sekitar wilayah Indonesia. Sambil bergerak ke Utara, nanti setelah itu kembali lagi ke Selatan,” kata Dodo Gunawan pada media.

Petani mengantisipasi musim kemarau yang lebih panas 

Joko Prianto merupakan seorang petani yang sudah mulai menanam bawah merah di Rembang, Jawa Tengah. Ia mengaku dalam tiga sampai empat hari terakhir cuaca terasa lebih panas dari biasanya.

“Panasnya luar biasa, panasnya luar biasa. Beda. Kita itu kalau di sawah itu kan, sampai jam 11, setengah 12 itu baru pulang, itu masih kuat. Tapi tiga-empat hari terakhir ini beda, panasnya beda,” kata Joko, Selasa (25/4).

Walaupun begitu, ia mengatakan bahwa panennya masih aman dan belum ada perubahan signifikan akibat cuaca tersebut. Namun, ia mulai khawatir saat mendengar kabar tentang gelombang panas yang melanda di Asia Selatan.

“Kalau memang kejadian, ya kita harus siap-siap. Kan seperti itu. Kita harus siap-siap. Karena kemungkinan besar kalau memang itu terjadi kan kemungkinan terburuk untuk petani gagal panen,“ ungkap Joko.

Untuk mengantisipasi semakin panasnya cuaca serta musim kemarau yang akan datang, Joko selalu memastikan ketersediaan air yang ia butuhkan untuk memanen mencukupi untuk beberapa bulan ke depan.

Guru Besar IPB, Dr Muhammad Firdaus, mengatakan bahwa sejak tahun lalu, sudah ada ramalan dari National Center for Environmental Predicition (NCEP) bahwa tahun ini akan terjadi fenomena El Nino.

El Nino merupakan fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah. Hal tersebut dapat memicu terjadinya kondisi kekeringan untuk wilayah Indonesia secara umum.

Firdaus mengatakan El Nino dapat menyebabkan terjadinya musim kemarau yang luar biasa panas dan lebih lama jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

“Artinya bulan April-Mei pun sudah bisa terjadi kemarau biasa dan itu sudah setiap tahun. Nah tapi mungkin tahun ini, suhunya mungkin bisa lebih tinggi dari biasanya,“ kata Muhammad Firdaus seperti dirilis BBC News Indonesia.

Ia menyarankan agar petani dan pemerintah bersiap-siap menghadapi musim kemarau tersebut. Sebab, sambungnya, asuransi pertanian tidak menanggung kerugian karena cuaca ekstrem.

Salah satu caranya adalah dengan membangun rumah kaca sederhana, yakni menggunakan bambu atau dan layar plastik tipis untuk screening tanaman.

“Jadi kalau kemaraunya itu sangat panjang ya kita bisa defisit, kalau misalnya dunia itu mengamankan cadangan, berarti harga kan naik udah pasti. Itu yang terjadi di 2008. Harga naik sampai dua kali lipat,“ ujarnya.

Nurkila, seorang petani penghitung curah hujan di Indramayu, Jawa Barat, mengatakan ia dan para petani lainnya sedang bingung melihat kondisi iklim yang tengah terjadi.

Ia mengatakan bahwa meski sekarang seharusnya mereka memasuki musim kekeringan – seperti yang ia dengar dari petani-petani lain yang tinggal di daerah-daerah lain – hujan lebat masih terjadi beberapa kali di Indramayu.

“Di Indramayu atau di Jawa Barat khususnya, ternyata masih banyak hujan. Nah itu tadi, dipengaruhi oleh menghangatnya permukaan laut. Sehingga ini, yang berlaku itu bukan dari prediksi iklimnya,“ jelas Nurkila.

Setiap hari, Nurkila dan para petani lainnya mengumpulkan data dari analisa mereka dengan menghitung curah hujan untuk mencoba memprediksi kondisi iklim untuk panen mereka ke depan.

“Nanti kita evaluasi benar enggak nih? Akan terjadi kemarau panjang. Seperti itu prediksinya. Kita bisanya mencocokan dari informasi kemarau musiman yang telah dikirim ke kami dengan data yang kami miliki,” katanya.

Namun, berdasarkan data mereka sampai dengan bulan April, mereka tidak bisa mengatakan pasti akan seperti apa kondisi iklimnya.

“Jadi data yang terkumpul kalau menurut data yang kita miliki, ini memang benar ada pengaruh dari menghangatnya permukaan air laut. Karena hujannya tidak bisa diprediksi. Karena kita masih mendapatkan banyak hujan besar.

“Kalau melihat dari presentasenya 99%, itu sudah pasti [El Nino]. Tapi masih ada hujan itu. Dan kalau prediksi netralnya itu 50% itu bisa terjadi dan bisa tidak terjadi,” ungkapnya.

"Orang yang sudah pakai tabir surya merasa kebal"

Dokter Spesialis Kulit, Dr I Gusti Nyoman Darmaputra, mengatakan di tengah suhu udara yang panas serta radiasi matahari yang meningkat, masyarakat perlu waspada akan penyakit kulit yang dapat timbul dari paparan matahari.

Gelombang panas akhir-akhir ini melanda bisa mengancam kekeringan.

Secara jangka pendek, jika seseorang terlalu lama berpanas-panasan tanpa pelindung apapun, kulit dapat terbakar sinar matahari alias terkena sunburn.

“Ini sering kejadian apabila orang berkulit putih berjemur di pantai. Itu yang paling sering. Tapi dengan panas matahari yang kayak sekarang, artinya bisa saja kalau kita enggak pakai tabir surya,“ kata I Gusti Nyoman Darmaputra.

Pencetus DNI Skincare itu juga mengatakan bahwa dampak jangka panjang yang dapat timbul adalah berubahnya warna kulit menjadi lebih gelap dan terjadinya penuaan dini.

“Penuaan dini artinya kulitnya akan lebih mudah keriput, lebih cepat kering, lebih cepat tipis. Itu karena radikal bebas atau paparan sinar matahari ini merusak kulit kita,” jelasnya.

Selain itu, risiko kesehatan paling fatal jika terlalu sering terpapar sinar matahari dengan radiasi tinggi adalah meningkatnya risiko terkena kanker kulit.

Walau itu tidak berlaku bagi semua orang, I Gusti Nyoman Darmaputra menekankan pentingnya deteksi dini. Biasanya tanda-tanda kanker kulit adalah muncul karsinoma sel basal yang paling sering muncul di bagian muka.

“ Tandanya itu ada bercak kehitaman di wajah yang sering terkelupas sendiri, seperti tahi lalat tapi dia lebih ke- sering kelupas sendiri, seperti luka-luka sendiri. Tanpa ada gesekan tapi dia ada luka. Yang engga sembuh-sembuh,” kata I Gusti Nyoman Darmaputra.

Untuk melindungi kulit dalam keadaan cuaca yang sangat panas, ia menyarankan agar masyarakat menggunakan pelindung fisik seperti topi, payung atau lengan panjang selain penggunaan tabir surya.

“Karena kadang orang salah persepsi. Orang yang sudah pakai tabir surya, merasa kebal. Padahal, secanggih atau setinggi-tinggi apapun tabir surya itu, dia hanya perlindungannya maksimal 90% dan itu masih banyak yang lolos,” jelasnya.

Selain itu, ia juga menambahkan bahwa sebaiknya tabir surya dioles ulang pada kulit setiap dua sampai tiga jam. Lebih lagi jika panas matahari membuat kulit lebih sering mengeluarkan keringat.

“Apalagi orangnya makin panas kan berkeringat. Kalau makin berkeringat itu semakin cepat tabir suryanya berkurang efeknya. Sedangkan dia udah merasa aman pakai tabir surya". (*)

Tags : petani keluhkan panas luar biasa, panas terik mulai melanda, gelombang panas melanda, panas terik timbulkan kekeringan, pertanian, perubahan iklim, bencana alam, kekeringan,