Seni Budaya   2023/06/05 11:47 WIB

Ponorogo jadi Tempat Bersejarah Bagi Agama Buddha, 'yang Mencerminkan Keberagaman Budaya' 

Ponorogo jadi Tempat Bersejarah Bagi Agama Buddha, 'yang Mencerminkan Keberagaman Budaya' 
Ponorogo jadi tempat bersejarah bagi agama Buddha.

DESA SODONG di Ponorogo, Jawa Timur, telah menjadi tempat bersejarah bagi agama Buddha di wilayah tersebut.

"Ponorogo jadi tempat bersejarah bagi Agama Buddha yang mencerminkan keberagaman budaya dan sejarah."

"Kita dapat melihat sejarah panjang dan perkembangan agama Buddha di daerah ini. Sejarah desa Sodong dimulai pada masa ketika wilayah tersebut masih merupakan pedalaman yang belum seperti sekarang," kata Suwandi, tokoh masyarakat yang juga Ketua Vihara seperti dirilis suara.com.

Suwandi menyatakan, pada waktu itu, hanya sedikit penduduk yang tinggal di sana. Namun, pada tahun 50-an, seorang tokoh bernama Mbah Saimin mulai menyebarkan ajaran Buddha di daerah ini dengan tekad yang kuat.

Pada tahun 1969, dibangunlah sebuah vihara sederhana sebagai tempat ibadah bagi umat Buddha di daerah tersebut. Sejak itu, agama Buddha terus berkembang dan bertahan hingga saat ini.

Mbah Saimin, adalah seorang penduduk asli daerah tersebut. Beliau lahir di Sodong, tetapi sempat bermukim di Wonogiri, Jawa Tengah. Setelah diarahkan oleh seorang biksu dari Wonogiri, Mbah Saimin mulai menyebarkan ajaran Buddha di desa Sodong.

Pada saat itu, agama Buddha masih belum begitu jelas bagi sebagian masyarakat setempat. Namun, seiring berjalannya waktu, agama Buddha semakin berkembang dan menjadi mayoritas di desa tersebut.

Namun, beberapa dekade kemudian, terjadi perubahan dalam tingkat kepercayaan dan keberagaman agama di desa Sodong. Faktor-faktor seperti perkawinan antaragama dan kebebasan beragama individu menjadi penyebab pergeseran ini. Pada tahun 1980-an, jumlah penganut agama Buddha mulai berkurang seiring dengan faktor perkawinan.

Namun, perkembangan ini tidak harus dianggap sebagai kemunduran. Dalam wawancara tersebut, Suwandi menyatakan bahwa perkawinan dan perubahan agama dapat membawa pencerahan baru bagi individu. 

Saat ini, agama di desa Sodong lebih relatif dan dipandang sebagai pilihan pribadi masing-masing individu. Banyak yang memilih untuk keluar dari agama Buddha dan memeluk agama lain seperti Islam, dan mereka menikah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.

Meskipun kebanyakan penduduk desa Sodong adalah etnis Jawa, agama Buddha telah menjadi bagian dari kehidupan mereka selama beberapa dekade. 

Mbah Saimin sendiri telah memulai pembangunan vihara sejak tahun 1965, dan sejak itu, desa Sodong telah memiliki altar Buddha yang menjadi tempat beribadah bagi umat Buddha.

Desa Buddha di Ponorogo ini mencerminkan keberagaman dan sejarah yang kaya. Meskipun terjadi pergeseran dalam penganut agama, desa Sodong tetap menjadi tempat yang penting dalam sejarah perkembangan agama Buddha di Bumi Reog.

Dengan adanya perubahan ini, desa Sodong mengajarkan kita pentingnya penghormatan terhadap pilihan agama dan kebebasan beragama individu dalam masyarakat yang majemuk.

Sebelumnya, 32 biksu dari Thailand telah menyelesaikan perjalanan ritual thudong mereka dengan berjalan kaki ribuan kilometer menuju Candi Borobudur.

Kedatangan mereka yang penuh sukacita di Candi Borobudur ternyata berbeda dengan keadaan kaki mereka yang telah terkoyak oleh perjalanan yang jauh dari Nakhon Si Thammarat, Thailand, hingga Candi Borobudur, Magelang.

Sedikit yang mengetahui tentang kondisi kaki para biksu asal Thailand ini. Masyarakat hanya menyaksikan senyuman di wajah mereka ketika menyambut kedatangan ritual thudong di sepanjang jalan.

Namun, sebuah video mengungkapkan dengan jelas kondisi kaki-kaki mereka yang sungguh memprihatinkan.

Melalui media sosial, kita bisa melihat betapa parahnya kondisi kaki para biksu ini. Lecet-lecet dan kulit yang terkelupas menghiasi kaki-kaki mereka yang telah digunakan untuk berjalan begitu jauh.

Bahkan, tampak seorang biksu lainnya dengan penuh kebaikan hati membantu menjahit kulit kaki biksu lain agar tidak semakin terluka saat mereka melangkah.

Namun, yang mengagumkan adalah, dalam potret dan video yang dibagikan oleh akun tiktok @bkm_cloth, terlihat dengan jelas senyuman dan semangat tak tergoyahkan yang tetap memancar dari para biksu ini.

Mereka berusaha agar perjalanan spiritual mereka tetap berlanjut meskipun kaki-kaki mereka terluka.

Sebuah akun tiktok @ssaa3253 mengungkapkan, "semoga lekas pulih dan semakin kuat untuk para Banthe" Ungkapan ini dikutip oleh ponorogo.suara.com pada Sabtu (3/5/23)

Dalam video lainnya, di tengah teriknya matahari, tampak seorang biksu bahkan harus segera dibawa ke klinik setempat di perbatasan antara Thailand dan Malaysia karena kakinya mengalami luka bakar parah.

Kisah yang luar biasa ini membuat banyak netizen terharu sekaligus terkagum-kagum akan kegigihan dan kesungguhan para biksu ini dalam menjalani perjalanan rohani mereka.

Banyak yang menuliskan pesan positif di kolom komentar, memberikan dukungan dan apresiasi atas perjuangan mereka.

"ya Allah Tuhan sehat2 ya Banthe . Tuhan melindungi mu selalu" ungkap @sitir3107741842417

"semoga selalu dalam lindungan NyaAamiin" ujar @watik

" Ya Allah.. sehat selalu banthe @ berkah ibadahmu Amiin " tambah @Jasmine21

Tags : waisak di ponorogo, desa sodong, desa buddha di ponorogo, ponorogo, biksu thailand, suara ponorogo, ponorogo,