Sorotan   2021/07/24 22:32 WIB

PPKM Darurat Mau Dibuka Bertahap, Epidemiolog: Tingkat Penularan Belum Turun

PPKM Darurat Mau Dibuka Bertahap, Epidemiolog: Tingkat Penularan Belum Turun
Seorang anggota komunitas Aku Badut Indonesia (ABI) melakukan aksi dengan mambawa poster di sebuah sudut di Jakarta, Senin (12/07).

"Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat [PPKM] Darurat akan dibuka secara bertahap  namun kasus penularan maupun angka kasus Covid dan kematian belum turun"

alam pernyataan kepada publik Presiden Joko Widodo menyatakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat akan dibuka secara bertahap pada 26 Juli mendatang jika "tren kasus terus mengalami penurunan". Presiden Jokowi menegaskan PPKM Darurat yang diterapkan sejak 3 Juli lalu merupakan kebijakan yang tidak bisa dihindari.

"Ini dilakukan untuk menurunkan penularan Covid dan mengurangi kebutuhan masyarakat untuk pengobatan di rumah sakit sehinga tidak membuat lumpuhnya RS lantaran overkapasitas pasien Covid serta agar layanan kesehatan pasien dengan penyakit kritis lainnya tidak terganggu dan terancam nyawanya," papar Jokowi, pada Selasa malam (20/07).

Lebih lanjut, Presiden mengeklaim bahwa data menunjukkan penambahan kasus dan kepenuhan bed rumah sakit (BOR) mengalami penurunan setelah dilaksanakan PPKM Darurat. "Karena itu jika tren kasus terus mengalami penurunan, maka pada tanggal 26 Juli 2021, pemerintah akan melakukan pembukaan secara bertahap."

Sedangkan epidemiolog dari Universitas Airlangga, Windhu Purnomo, menilai pemberlakuan PPKM Darurat belum menunjukkan hasil. Menurut Windhu, seperti dikutip Tempo.co, data menunjukkan bahwa pembatasan mobilitas belum optimal dan tingkat penularan Covid-19 belum turun. Pembukaan yang dimaksud Presiden mencakup antara lain, pembukaan pasar tradisional sampai pukul 20.00 dengan kapasitas pengunjung 50%.

Kemudian toko kelontong, pangkas rambut, binatu, pedagang asongan, bengkel, cuci kendaraan, dan usaha kecil dizinkan buka dengan prokes ketat hingga pukul 21.00. Adapun warung makan, pedagang kaki lima, serta lapak jajan yang berada di ruang terbuka diizinkan buka dengan prokes ketat sampai pukul 21.00 dan maksimum waktu makan di tempat selama 30 menit.

Pada 20 Juli 2021, jumlah kasus harian Covid mencapai 38.325, sedangkan angka kematian harian mencapai 1.280 orang. Kasus Covid harian pada Sabtu 17 Juli 2021 mencapai 51.952. Adapun jumlah kematian harian tercatat mencapai 1.092 orang. Angka ini menurun dari dua hari sebelumnya. Pada Kamis 15 Juli 2021, jumlah kasus mencapai rekor 56.757. Jumlah kematian mencapai 982 orang.

Kasus pada Selasa 20 Juli 2021 mencapai 38.325 dalam 24 jam namun jumlah tes yang dilakukan juga menurun sehingga sejumlah epidemiolog mengatakan data itu tidak menunjukkan penurunan kasus. Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, meminta maaf dalam konferensi pers mengenai Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat, pada Sabtu 17 Juli 2021. "Sebagai Koordinator PPKM Jawa dan Bali, dari lubuk hati paling dalam saya ingin meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia, jika dalam penanganan PPKM Jawa dan Bali ini belum optimal," ujarnya.

Ucapan ini berbeda dibanding dengan apa yang dikatakannya pada Senin 12 Juli 2021. Saat itu, Luhut menyatakan bahwa pandemi di Indonesia masih terkendali. Dia menantang siapa pun yang menuding pemerintah tak bisa mengendalikan Covid-19 untuk datang menemuinya. "Jadi kalau ada yang berbicara bahwa tidak terkendali keaadannya, sangat-sangat terkendali. Jadi yang bicara tidak terkendali itu bisa datang ke saya nanti saya tunjukin ke mukanya bahwa kita terkendali," ujar Luhut.

Dalam pernyataan pada Sabtu 17 Juli 2021, Luhut mengaku sedang melakukan evaluasi apakah PPKM diperpanjang lebih lanjut. Evaluasi tersebut berlandaskan indikator penambahan kasus konfirmasi dan Bed Occupancy Rate (tingkat keterisian tempat ridur RS). "Dalam dua-tiga hari ke depan, kami akan mengumumkan secara resmi," cetusnya.

Wacana perpanjangan PPKM Darurat dilontarkan pada Selasa 13 Juli 2021 tatkala kasus Covid terus mencetak rekor. "Jika kondisi belum cukup terkendali, maka perpanjangan kebijakan maupun penerapan kebijakan lain, bukanlah hal yang tidak mungkin dilakukan demi keselamatan dan kesehatan masyarakat secara luas," ujarnya, menjawab pertanyaan wartawan dalam keterangan pers secara daring.

Wiku tidak menjelaskan secara detil apa yang disebutnya sebagai "kebijakan lain". Adapun PPKM darurat, yang dimulai 3 Juli lalu, akan berakhir pada 20 Juli nanti. Sementara, ahli kesehatan masyarakat dari Universitas Indonesia, Hermawan Saputra, mengatakan, kalau sampai memasuki hari ke-14 masa pemberlakuan PPKM belum terlihat penurunan kasus Covid-19, dia khawatir "akan banyak kesakitan dan kematian yang tidak terdeteksi". "Bukan berarti kita menakuti-nakuti, tapi kekhawatiran kita akan banyak kesakitan dan kematian yang tidak terdeteksi," kata Hermawan Saputra seperti dirilis BBC News Indonesia, Selasa.

"Karena banyak yang tak ter-cover pelayanan kesehatan karena stagnasi kecepatan virus yang boleh jadi lebih cepat daripada penanganan dan penyediaan kita," paparnya. 

Dia kemudian mengutarakan kembali rekomendasi Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) agar pemerintah menerapkan kebijakan 'lockdown' regional. "Semua [daerah di pulau Jawa] harus dalam kesimpulan dianggap zona merah [semua], supaya ada tindakan sama, menyeluruh, tidak subyektif, dan tidak multi tafsir di lapangan," ujar Hermawan.

Selama pemerintah menempuh kebijakan PPKM, menurutnya, sangat mungkin pemerintah untuk memperpanjang masa pemberlakuannya. "Pada akhirnya, pilihan apabila PPKM tidak signifikan menahan laju kasus, ya boleh jadi akan diperpanjang, dan mungkin pemerintah sudah menyiapkan skenario itu," tandasnya yang menyontohkan 'pola perpanjangan' sudah berulangkali ditempuh oleh pemerintah Indonesia semenjak awal pandemi tahun lalu.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, yang juga Koordinator PPKM Darurat, Luhut Binsar Pandjaitan memprediksi pandemi Covid-19 di Indonesia "bisa membaik dalam empat hingga lima hari mendatang". Tetapi menurutnya hal itu bisa dicapai apabila semua poin penanganan penularan Covid-19 berjalan maksimal. "Saya pikir dengan pelaksanaan vaksinasi, kemudian PPKM jalan secara bersamaan, obat dan oksigen, kemudian tempat tidur, saya melihat dalam empat-lima hari ke depan kita situasinya akan membaik," katanya dalam jumpa pers virtual, Senin (12/07).

Luhut mengeklaim pandemi Covid-19 di Indonesia saat ini dapat dikendalikan. Dia menolak anggapan yang menyebutkan pandemi tidak terkendali. Namun di sisi lain, menurut Luhut, pemerintah mulai menjalankan apa yang disebutnya sebagai 'skenario terburuk' untuk mengatasi lonjakan Covid-19. Skenario itu disebutnya antara lain ditandai penambahan fasilitas layanan kesehatan, penyediaan obat-obatan, hingga pemenuhan kebutuhan oksigen. "Penambahan tempat tidur di Jakarta dengan worst case scenario, saya kira berjalan terus. Dan juga di Jawa Barat, Bandung, di Semarang, sampai di Jawa Timur dan Bali," kata Luhut dalam jumpa pers daring, Senin (12/07).

Pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM darurat di Indonesia yang sudah berjalan 10 hari, belum mampu menahan laju penularan kasus Covid-19, bahkan penambahan kasus harian secara nasional mencetak rekor baru selama pandemi, yaitu 47.899 kasus pada Selasa 13 Juli 2021. Pemerintah melaporkan tambahan kasus baru Corona sebanyak 47.899 kasus positif Covid-19 pada Selasa (13/07). Sebanyak 20.123 pasien sembuh dan 864 kasus meninggal karena Covid-19.

Total positif Corona secara kumulatif sejak Maret 2020 hingga hari ini berjumlah 2.615.529 dan kasus sembuh kumulatif sebanyak 2.139.601. Adapun jumlah yang tercatat meninggal akibat Covid-19 sampai Selasa (13/07) di Indonesia mencapai 68.219 orang. Daerah yang melaporkan penambahan kasus baru terbanyak pada Selasai adalah DKI Jakarta dengan 12.182 kasus dan diikuti Jawa Barat dengan 7.192 kasus baru.

Organisasi pemantau Covid-19 meragukan data yang menjadi basis rencana pemerintah untuk melonggarkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat [PPKM] Darurat pada tanggal 26 Juli. Data dianggap tidak mewakili kenyataan di lapangan. Lapor Covid-19 mengatakan pencatatan data kasus dan kematian cenderung under-reported alias lebih kecil dari kejadian sebenarnya.

Organisasi relawan itu juga melaporkan bahwa angka kematian yang dilaporkan oleh pemerintah pusat lebih kecil dari yang dilaporkan oleh pemerintah daerah. "Ada indikasi data-data kita sangat under-reported, sangat dipilah, kemudian ditafsirkan secara keliru," kata Ahmad Arif, ko-inisiator dan anggota tim data Lapor Covid-19. Juru bicara Kementerian Kesehatan mengatakan pemerintah selalu melakukan validasi data, dan tidak ada data yang dihilangkan.

Presiden Joko Widodo pada Selasa 20 Juli 2021 mengumumkan bahwa PPKM darurat diperpanjang hingga tanggal 25 Juli, dan jika tren kasus mengalami penurunan, mulai 26 Juli pemerintah akan melakukan pembukaan bertahap. Presiden mengatakan bahwa setelah PPKM Darurat diberlakukan, penambahan kasus dan keterisian tempat tidur di rumah sakit mengalami penurunan.

Namun penurunan kasus harian juga disertai dengan penurunan jumlah tes. Pada Rabu (21/07), misalnya, ada 33.772 kasus baru namun jumlah spesimen yang diperiksa 153.330, jumlah terendah dalam sepekan terakhir. Selain itu, tingkat kepositifan alias positivity rate juga masih sangat tinggi. Tingkat kepositifan adalah persentase penambahan kasus positif dibagi jumlah orang yang diperiksa. Dalam sepekan terakhir, tingkat kepositifan berada di kisaran 30%. "Jangankan turun, stagnan saja tidak, bahkan naik," kata Arif dari Lapor Covid-19.

Ia mengatakan bahwa data kasus masih under-reported karena jumlah tes masih sedikit sehingga kita tidak mengetahui angka kasus yang sesungguhnya. Survei serologi yang dilakukan tim pandemi FKM-UI pada Maret lalu menemukan bahwa 91,9% kasus COVID-19 di Jakarta tidak terdeteksi. Adapun klaim penurunan keterisian tempat tidur di rumah sakit alias Bed Occupancy Rate (BOR) juga perlu ditelaah lebih lanjut, kata Arif, karena itu mengikuti pengumuman Wakil Menteri Kesehatan tentang penambahan 2.000 tempat tidur di rumah sakit.

Sehingga menurutnya pemerintah perlu melihat indikator lain. Salah satunya, antrean di rumah sakit. Arif mengatakan Lapor Covid-19 tidak punya data kuantitatif tentang ini, namun permintaan bantuan dari pasien untuk dirujuk ke rumah sakit belum berkurang sejak Juni lalu. "Tidak semua yang minta bantuan bisa tertangani. Ini kan indikasi juga," ujarnya. Indikator penting lainnya adalah jumlah kematian di luar RS yang terus meningkat.

Lapor Covid-19 mencatat, terdapat 1.152 pasien Covid yang meninggal di luar RS sejak Juni lalu. Mereka meninggal saat isolasi mandiri, dalam perjalanan mencari rumah sakit, atau dalam antrean di rumah sakit. Tingginya kematian di luar RS mengindikasikan bahwa fasilitas kesehatan tidak mampu lagi menampung pasien, kata Arif. Hal ini bisa mengakibatkan lebih banyak penularan. "Orang yang isolasi mandiri (isoman), kalau fasilitasnya tidak memadai, kemungkinan dia menulari keluarga yang lain. Maka fenomena yang kami temui orang meninggal karena isoman, itu rata-rata keluarga lain juga positif. Bahkan kami mendapat laporan orang-orang yang meninggal itu sekeluarga," ujarnya.

Selisih data pemerintah pusat dan daerah

Arif juga mengatakan ada indikasi data kematian yang dilaporkan pemerintah pusat juga under-reported. Berdasarkan hitungan Lapor Covid-19, sampai tanggal 16 Juli ada selisih 18.747 kasus antara data yang dilaporkan Kementerian Kesehatan dengan akumulasi data dari pemerintah daerah. Ini baru data Kabupaten/Kota ke pusat. Belum lagi data yang under-reported dari komunitas ke Kabupaten/Kota.

Misalnya, tanggal 18 Juli lalu, data pemprov Jawa Timur menunjukkan tidak ada orang yang meninggal karena Covid-19 di Surabaya dan Malang. "Itu tidak mungkin. Laporan yang kami terima dari salah satu rumah sakit di Surabaya ada 62 orang yang meninggal, 30 di antaranya di IGD. Ini baru dari satu RS," kata Arif.

Perbedaan data antara daerah dan pusat juga disoroti Kawal Covid-19. Elina Ciptadi, salah satu insiator organisasi relawan tersebut, mengatakan bahwa dalam seminggu terakhir perbedaan data kasus positif semakin kecil namun perbedaan data kematian masih cukup besar. Menurut Elina, data yang under-reported di daerah patut disayangkan. "Seperti itu angka terlihat bagus tetapi tidak menggambarkan situasi di lapangan banyak orang meninggal... dan akhirnya tenaga-tenaga di lapangan jadi nggak dikasih sumber daya yang lebih," ungkapnya.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan sekaligus juru bicara vaksinasi Covid-19, Siti Nadia Tarmizi, mengklaim bahwa data yang dilaporkan pemerintah pusat sudah diverifikasi dan tidak ada yang dihilangkan. Nadia menjelaskan, beberapa pemerintah daerah memasukkan jumlah orang yang diduga kuat meninggal karena Covid-19 namun hasil tesnya belum keluar, disebut probable, ke dalam data kematian. Sedangkan pemerintah pusat hanya mencatat kematian yang sudah dikonfirmasi positif Covid.

Setelah ada konfirmasi positif dari tes di laboratorium barulah kematian tersebut masuk data pemerintah. "Tetapi kemudian bila tidak ditindaklanjuti, tidak dilaporkan, tapi kemudian mereka melaporkannya di website masing-masing, itu yang menjadi kendala mengapa terjadi perbedaan data tersebut," kata Nadia.

Nadia mengatakan Kementerian Kesehatan telah memperbaiki sistem pelaporan di daerah dengan sistem yang memungkinkan data kasus positif dari laboratorium langsung disetor ke pemerintah pusat. Namun Nadia mengakui bahwa data kasus pasti masih under-reported, mengingat jumlah tes masih kurang. Dalam kesempatan lain, ia mengatakan hanya lima kabupaten/kota yang mencapai target jumlah tes di atas 90% selama PPKM Darurat.

Bagaimanapun, persoalan data ini menunjukkan bahwa kebijakan PPKM Darurat perlu dievaluasi, menurut epidemiolog dari Universitas Airlangga Windhu Purnomo. "Jangan hanya ditambah sekian hari. Kalau tidak membawa perbaikan berarti strategi harus diubah," katanya.

Menurut Windhu, selama ini PPKM Darurat sekadar membatasi mobilitas masyarakat, tidak menyetopnya. Padahal, idealnya dalam situasi pembatasan minimal 70% masyarakat bisa tinggal di rumah supaya virus corona tidak bisa menyebar. Selain itu, sambil menerapkan pembatasan, pemerintah perlu menggencarkan tes demi menemukan kasus dan mengisolasinya. "Testing harus ditingkatkan supaya kasus yang dilaporkan mendekati realita," ujarnya. (*)

Tags : Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat, PPKM Darurat, PPKM darurat Mau Dibuka Bertahap, Tingkat Penularan Belum Turun,