Headline Sorotan   2022/10/10 12:16 WIB

Riau Penyumbang Sumber Daya Alam Terbesar di Indonesia, 'Tetapi Dinilai Masih ada Kemiskinan Ekstrem'

Riau Penyumbang Sumber Daya Alam Terbesar di Indonesia, 'Tetapi Dinilai Masih ada Kemiskinan Ekstrem'

"Riau penyumbang sumber daya alam (SDA) terbesar di Indonesia tetapi masih ada kemiskinan ekstrem yang memerlukan dukungan pemerintah"

alam pertemuan Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar dengan tim dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyampaikan bahwa masih banyak infrastruktur di Riau yang belum sempurna dan masih memerlukan dukungan pemerintah pusat.

Bahkan Gubri minta para bupati/walikota yang hadir bersama Bappenas RI di Gedung Daerah Balai Serindit Sabtu 8 Oktober 2022 kemarin itu supaya bisa menyampaikan persoalan masing-masing daerah yang bisa dilakukan percepatan pembangunan daerah.

Tetapi Lembaga Ketahanan Ekonomi Desa Nasional (LKED Nas) menilai ketahanan ekonomi setiap daerah memang mengalami penurunan seiring yang terjadi selama ini terpukul pandemi COVID-19.

"Ini juga terjadi pada Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Riau yang dituntut tetap inovatif, agar tidak mengalami terus menerus terjadi penurunan daya beli masyarakat," kata H. Darmawi Wardhana Zalik Aris, Ketua Koordinator Pusat LKED Nas tadi Senin (10/10).

"BUMDes disini mempunyai peran strategis sebagai penggerak ekonomi khususnya di masyarakat desa." 

"Anggaran Dana Desa (ADD) sudah ada dan dimanfaatkan dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan program Padat Karya Tunai Desa (PKTD)," disinggungnya.

Menurut Darmawi, program PKTD harus dijalankan.

Dengan dilaksankannya PKTD artinya telah terjadi ppenyerapan tenaga kerja dan upaya untuk memulihkan ekonomi pedesaan dalam jangka pendek, "dengan berbagai program itu secara langsung atau tidak ketahanan ekonomi akan tumbuh menyebar," sebutnya.

Daerah penghasil beras (percetakan sawah) dengan masuknya program PKTD maka semua kegiatan pekerjaan yang didanai oleh dana desa dapat digunakan sebesar-besarnya untuk pemanfaatan tenaga kerja di desa bersangkutan, dicontohkan Darmawi.

Tenaga kerja yang menjadi prioritas tentunya tenaga kerja dari keluarga miskin, tenaga kerja pengangguran, tenaga kerja pengangguran baru baik lokal maupun luar daerah. 

Namun pandangan Gubernur Riau Syamsuar sebelumnya melihat SDA Riau melimpah tetapi kemiskinan ekstrim maupun masih banyaknya infrastruktur belum sempurna dan masih perlu dukungan pemerintah pusat.

"Infrastruktur masih belum sempurna sebagai penyumbang terbesar tapi kurang diperhatikan pusat."

"Makanya banyak para bupati/walikota yang hadir supaya nanti kehadiran bapak-bapak ini bisa mempengaruhi percepatan pembangunan daerah," kata Syamsuar saat pertemuan bersama Bappenas RI di Gedung Daerah Balai Serindit, Sabtu 8 Oktober 2022 kemarin.

Riau menjadi salah satu provinsi penyumbang devisa negara, baik itu dari segi ekspor, investasi dan lain sebagainya, akan tetapi hal tersebut bertolak belakang dengan pembangunan yang ada di Riau.

Menurut Gubri, indikator makro pembangunan Riau memberikan kontribusi terhadap nasional.

Dimana pertumbuhan ekonomi Riau triwulan pertama tahun 2022 sebesar 4,88 persen, berkontribusi sebesar 5,2 persen terhadap perekonomian nasional.

Kemudian jelasnya, Riau juga merupakan provinsi dengan nilai PDRB terbesar kelima di Indonesia atau terbesar pertama di luar pulau Jawa.

Sektor industri pengolahan memberikan kontribusi yang paling tinggi sebesar 26,19 persen terhadap PDRB, meskipun masih didominasi barang setengah jadi.

Selanjutnya, kontribusi terbesar kedua yaitu sektor pertambangan dan penggalian sebesar 24,40 persen, karena Provinsi Riau masih memiliki potensi terhadap minyak dan gas.

"Sektor terbesar yang ketiga adalah pertanian kehutanan perikanan sebesar 24,34 persen, sebagai penyedia bahan baku terhadap industri pengolahan," ucapnya.

Gubernur Riau menerangkan, masih ada kemiskinan ekstrem di Riau.

Dimana pada tahun 2022 sebesar 1,40 persen lebih baik dari capai nasional 2,04 persen, dengan jumlah penduduk miskin ektrem sebesar 100.000 jiwa.

Kemudian, prevalensi stunting mengalami perbaikan dalam tiga tahun terakhir. Dari 27,4 persen tahun 2018, turun menjadi 22,3 persen pada tahun 2022 dengan target secara nasional menjadi 14 persen pada tahun 2024 mendatang.

Dilihat dari sektor perdagangan, perkembangan ekspor Riau pada tahun 2021 tumbuh sebesar 42,68 persen yang ditopang dari naiknya ekspor minyak mentah dan ekspor industri pengolahan hasil minyak.

Industri pengolahan hasil minyak ini didominasi oleh lemak dan minyak hewan nabati yang merupakan turunan kelapa sawit berupa CPO dan turunan lainnya dengan kontribusi Riau terhadap nasional sebesar 34.39 persen.

Selanjutnya investasi Provinsi Riau tahun 2022 yang ditargetkan 60,46 triliun dengan realisasi sampai triwulan ketiga sebesar 59,1 triliun atau sudah mencapai 99,09 persen dari yang ditargetkan yang ditetapkan.

Tidak hanya itu, target pajak Riau juga melampaui batas, begitu juga target penerimaan bea cukai juga melewati batas. Sehingga Menteri Keuangan juga sempat berkunjung ke Riau.

"Untuk dimaklumi riau ini walaupun kawasan industrinya semuanya belum terbangun sesuai dengan harapan, tapi khusus investasi mulai tahun 2019 kita ranking 6 nasional, 2021 rangking 5 nasional," ucapnya.

Gubri melanjutkan, meskipun Riau sebagai penyumbang pendapatan bagi negara, Riau termasuk provinsi yang kurang diperhatikan. Sehingga menurut orang nomor satu di Riau tersebut, ini kurang adil bagi Riau.

Apalagi sebutnya, Riau juga sebagai penyumbang ekspor yang melonjak, penyumbang investasi dan lain potensi lainnya yang dimiliki Riau.

Sehingga ia mengharapkan kedepannya setelah adanya pertemuan bersama tim dari Kementerian PPN ini diharapkan Riau akan lebih diperhatikan dan pembangunan agar lebih ditingkatkan. Sehingga tingginya kontribusi Riau terhadap negara juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

"Ini menurut kami kurang adil, dari segi perhatian kami juga besar kepada negara. Kita penyumbang pendapatan negara, investasi besar, penyumbang dalam rangka ekspor juga melonjak," sebutnya.

"Ini curhat kami melalui kesempatan ini supaya juga bisa diperhatikan, karena masih banyak infrastruktur kami yang belum sempurna yang perlu dukungan apalagi kita ini dari daratan dari lautan," pungkasnya. 

Curhat ke Bappenas RI

Melalui kesempatan pertemuan bersama tim dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar menyampaikan bahwa masih banyak infrastruktur di Provinsi Riau yang belum sempurna dan masih perlu dukungan pemerintah pusat.

"Sektor terbesar yang adalah pertanian kehutanan perikanan sebesar 24,34 persen, sebagai penyedia bahan baku terhadap industri pengolahan," ucapnya.

Gubernur Riau ini menerangkan bahwa masih ada kemiskinan ekstrem di Provinsi Riau.

Apalagi sebutnya, Riau juga sebagai penyumbang ekspor yang melonjak, penyumbang investasi dan lain potensi lainnya yang dimiliki Riau.

Gubernur Riau, Drs. H. Syamsuar, M.Si

Sehingga ia mengharapkan kedepannya setelah adanya pertemuan bersama tim dari Kementerian PPN ini diharapkan Riau akan lebih diperhatikan dan pembangunan agar lebih ditingkatkan. Sehingga tingginya kontribusi Riau terhadap negara juga dapat meningkatkan kesejahteraan.

Program nyata dari pemerintah pusat tak kelihatan

Dr Panca Setyo Prihatin

Program nyata dari pemerintah Provinsi Riau maupun pemerintah pusat karena daerah tak kelihatan untuk mengatasi kemiskinan ini, kata Pengamat Politik Universitas Islam Riau (UIR) Dr Panca Setyo Prihatin yang juga Pakar Pemerintahan ini.

Menurutnya, pembagian urusan pemerintahan harus terlebih dahulu menyamakan persepsi dan masing-masing terlebih dahulu.

Tetapi Panca Setyo Prihatin mencontohkan dan mengutip buku pembagian urusan antara pemerintah pusat dan daerah yang ditulis oleh Josef Riwo Kaho seorang Dosen Senior Ilmu Pemerintahan, dikatakan bahwa ada 3 pembagian urusan tersebut yaitu kewenangan, Keuangan dan pengawasan.

"Dalan konteks penyelesaian masalah kemiskinan, saya melihat banyak program yang masih menjadi kewenangan pusat dalam menentukan dan memutuskannya dan daerah hanya menjadi pemberi data seperti tentang data kemiskinan," kata Panca Setyo Prihatin.

"Belum lagi kita melihat adanya perbedaan kebijakan dari lintas kementerian tentang konsep miskin itu, misalnya BKKBN punya konsep sendiri. Kemendes atau Kemendagri serta Kemensos juga punya indikator sendiri, sementara data di lapangan terus berubah dan yang memahami itu tentu pemerintah daerah," kata Panca.

"Disinilah kadang terjadi mis persepsi antar pusat dan pemerintah daerah, dalam hal ini hampir sebagian besar kewenangan daerah kabupaten kota pun sudah ditarik ke provinsi bahkan ke pusat sementara beban masalah itu ada di daerah," ujarnya.

Terkait hal itu, Panca menyarankan agar masing-masing daerah di Riau juga harus melepaskan ego sektoral.

"Untuk itu menurut saya perlu ada sinkronisasi data dengan melepaskan ego sentris sehingga tindakan yang dilakukan pemerintah selain tepat sasaran juga bisa menyelesaikan persoalan kemiskinan di daerah yang semakin bertambah pula dengan bencana Covid yang mendera negeri ini yang mengakibatkan munculnya kelompok miskin baru akibat kehilangan lapangan pekerjaan sementara kebutuhan hidup dasar semakin meningkat bebannya akibat kenaikan BBM dan bahan kebutuhan pokok lainnya," ungkapnya.

Ketahanan ekonomi belum kokoh

Seperti kembali disebutkan Darmawi terjadinya kemiskinan ekstrim selain program yang tidak terarah disamping itu juga ketahanan ekonomi masyarakat belum terlihat kokoh.

"Ketahanan ekonomi masyarakat tidak dimiliki oleh masyarakat itu sendiri," sebutnya.

Hal ini menjadikan tingkat daya beli masyarakat juga tidak ada, dengan sendirinya menjadi kemiskinan terjadi ditengah-tengah masyarakat ditambah dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Jadi, selain pemanfaatan dana desa untuk diakar rumput, kata Darmawi, Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Riau maupun kabupaten/kota seharusnya intens mendorong BUMDes untuk berinovasi yang juga harus didukung oleh perbankan syariah. 

"BUMDes dinilai mampu menggerakkan ekonomi karena berhubungan langsung dengan masyarakat dan melibatkan masyarakat dalam kegiatan usaha." 

"Yang menjadi pertanyaan adalah masih adanya desa yang belum memiliki BUMDes."

"Ini tugas bersama semua strata pemerintahan, pusat, provinsi, dan kabupaten. Harus intens mendorong tumbuhnya BUMDes dan untuk bisa aktif menggerakkan ekonomi masyarakat desa," ucap Darmawi. 

DPM-Desa itu memiliki lima strategi guna mengoptimalkan peran BUMDes dalam menjaga ketahanan ekonomi, yakni pendampingan, monitoring, membuka akses permodalan, memperluas akses pemasaran, dan menguatkan kelembagaan. 

Dalam pendampingan dan mentoring, kata Darmawi, BUMDes harus menggandeng sejumlah pihak. Mulai dari Kadin sampai pelaku bisnis.

"Bicara tentang akses permodalan. Pemprov Riau dan pemerintah pusat harus memberikan bantuan modal kepada BUMDes yang memenuhi kriteria," sebutnya.

Guna mempermudah BUMDes mengakses perbankan, Pemrov Riau harus membuat database BUMDes secara komprehensif. Terlebih kepada Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) harus menggulirkan program pemberian dukunga bagi BUMDes. "Program itu justru dapat menguatkan legalitas BUMDes," sebutnya. 

Perluasan akses pemasaran BUMDes dilakukan dengan memanfaatkan Desa Digital. Desa Digital merupakan program pemberdayaan masyarakat melalui pemanfaatan teknologi digital dan internet dalam pengembangan potensi desa, pemasaran dan percepatan akses serta pelayanan informasi.

"Kemudian juga menghadirkan ruang untuk transaksi produk BUMDes. Soal kelembagaan, memperkuat kualitas dan kuantitas BUMDes dan menghadirkan forum dan networking, supaya produk dari BUMDes terserap," katanya. 

Inovasi BUMDes 

Pandemi COVID-19 membuat roda ekonomi BUMDes sempat berhenti berputar. Beberapa lokasi Wisata yang dikelola pun ada yang ditutup selama pembatasan sosial berlaku. 

Darmawi menilai hal ini, supaya kegiatan ekonomi tetap bergerak, pada saat pandemi mulai memproduksi hand sanitizer. 

"Karena pariwisata ditutup, BUMDes kebingungan harus ngapain. Setelah dipikir-pikir dan lihat sumber daya yang ada, BUMDes akhirnya  ada yang membuat hand sanitizer," kata Darmawi. 

Permintaan masyarakat untuk hand sanitizer konsisten meningkat selama pandemi COVID-19. Untuk memenuhi permintaan tersebut, BUMDes bisa memperkerjakan beberapa warga desa. 

"Beberapa BUMDes juga berkolaborasi dengan BUMDes lain untuk pembuatan masker kain yang seterusnya bisa dijual kembali kepada masyarakat dengan harga rendah, tapi tetap ada pemasukan untuk desa," ucapnya. 

Pada saat masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) dimulai, BUMDes harus kembali melihat peluang yang ada. Tujuannya supaya kegiatan BUMDes dan ekonomi di desa tetap bergairah. 

Gerakan ekonomi kreatif pedesaan

Pedesaan di Riau punya potensi besar di sektor ekonomi kreatif (ekraf). Misalnya ada desa yang memiliki sejumlah produk ekraf, seperti kriya maupun kuliner. 

Guna mencuatkan potensi ekraf pedesaan, Pemprov Riau melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) harus melihat potensi desa yang menonjol, menggelar Village Talk atau program Ekraf Masuk Desa.

"Village Talk bertujuan melatih pelaku ekraf untuk meningkatkan kualitas produk dan memperluas pasar." 

Mantan Direktur Asosiasi Indenpendent Petani Indonesia (AIPI), Darmawi Wardhana, berharap dengan adanya acara tersebut pelaku ekraf terdorong untuk mempromosikan produk kreatifnya secara profesional. 

"Untuk meningkatkan kembali perekonomian ini, setiap daerah dan provinsi memberikan bimbingan dan pelatihan bagaimana mereka harus bangkit. Menetapkan harga komudity pordak yang dihasilkan masyarakat harus dapat menyertakan kelembagaan dalam mengambil keputusan bersama. Di antaranya melalui promosi, branding dan pemasaran melalui beragam cara lewat digital,” katanya.

Sebagai desa wisata, kata Darmawi, desa yang memiliki produk ekraf yang beragam, mulai dari madu, keripik pisang, kopi yang dipetik dari kebun namun pelaku ekraf jangan sampai mengalmai terkendala dalam proses pengemasan dan pemasaran.  

"Jadi Pemerintah disini harus siap membantu promosi digital hingga mengajari mereka bagaimana membuat konten digital yang menarik kemasan maupun desain,” ucapnya. 

"Makanya produk-produk UKM dan ekraf dari desa kita link and match kan dengan market place. Salah satunya start-up rumah WA.com. Dengan begitu pernyataan 'rezeki kota tinggal di desa bisnis mendunia' dapat terwujud," imbuhnya. (*)

Tags : Kemiskinan Ekstrem, Riau, Sumber Daya Alam, Riau Penyumbang SDA Terbesar,