Headline Sorotan   2021/01/14 12:47 WIB

Sepenting Apakah Kehalalan Vaksinasi Covid-19?, Kadin Riau: Semua Sektor Masih Sambut Positif

Sepenting Apakah Kehalalan Vaksinasi Covid-19?, Kadin Riau: Semua Sektor Masih Sambut Positif

"Masalah kehalalan vaksin menjadi isu utama ini berdasarkan pengalaman vaksin rubela yang tak optimal pada 2018 lalu. Vaksin juga harus ada faktor safety, khasiat, mutu, dan halal"

ertifikat halal vaksin Covid-19 Sinovac dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama sudah diterima PT Bio Farma pada Rabu 13 Januari 2021 kemarin. Melalui penyerahan sertifikasi halal, maka vaksinasi massal vaksin Covid-19 buatan Sinovac bisa dimulai setelah BPOM telah memberikan persetujuan untuk penggunaan darurat.

Direktur Utama Bio Farma, Honesti Basyir, mengatakan masalah kehalalan vaksin menjadi isu utama di Indonesia. Hal ini berdasarkan pengalaman vaksin rubela yang tak optimal pada 2018 lalu. "Di Indonesia itu vaksin itu harus ada faktor safety, khasiat, mutu, dan halal," kata Honesti didepan media, Rabu (13/1). 

Penyerahan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) diharapkan dapat melancarkan program vaksinasi di Indonesia. "Kita tak perlu ragu bahwa vaksin Sinovac ini suci dan halal," kata Wakil Menteri Agama, Zainut Tauhid Sa'adi.

Kabar tersebut melegakan sejumlah orang yang sempat merasa ragu, terutama mereka yang akan ikut serta dalam tahap pertama vaksinasi Januari ini. Kehalalan vaksin - selain keamanannya - adalah isu yang penting bagi sebagian masyarakat Indonesia yang beragama Islam, dan dapat memengaruhi keberhasilan suatu program vaksinasi. Pada 2018, kampanye nasional imunisasi campak-rubella (MR) sempat ditolak oleh majelis ulama di sejumlah daerah, antara lain Kepulauan Riau dan Aceh, yang menganggap vaksin tersebut haram karena proses pembuatannya melibatkan enzim trypsin dan gelatin yang berasal dari babi. Akibatnya, hampir 10 juta anak tidak diimunisasi.

Seberapa pentingkah isu kehalalan vaksin?

Juru bicara vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmizi, berharap keputusan MUI dapat meyakinkan orang-orang yang sebelumnya merasa ragu dengan vaksin Covid-19. Menurut survei yang dilakukan Kementerian Kesehatan, 30-40% masyarakat Indonesia menyatakan ragu dengan vaksin Covid-19, dan 7% lainnya tidak mau divaksinasi. Persoalan kehalalan menjadi salah satu alasan keraguan tersebut. "Alhamdulillah, sudah terjawab [dengan keputusan MUI]. Apalagi vaksin ini adalah vaksin pertama yang akan kita gunakan dalam penyuntikan perdana," ungkapnya.

Tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok prioritas penerima vaksin dalam tahap pertama vaksinasi Covid-19 menerima SMS notifikasi yang memastikan itu, salah satu Masry tenaga kesehatan mengaku sempat merasakan dilema. Dia menginginkan vaksin yang halal, namun dia juga memahami kedaruratan situasi yang ia hadapi sebagai pekerja di garis depan. "Ini pertanyaan yang berat, jika dalam kondisi darurat, vaksin yang tidak ada sertifikasi halal pun harus di pakai," ujarnya.

Apa dasar kekhawatiran tentang kehalalan vaksin?

Sebelumnya, sempat beredar sebuah pesan melalui WhatsApp yang meragukan kehalalan vaksin Sinovac. Pesan tersebut mengatakan bahwa vaksin Sinovac yang akan digunakan dalam program vaksinasi terbuat dari jaringan kera hijau Afrika yang tidak halal. Kabar tersebut dibantah oleh senior manager PT Bio Farma, Bambang Herianto, yang juga menjadi juru bicara vaksinasi Covid-19.

Bambang menjelaskan bahwa vaksin dari Sinovac dibuat dari virus Covid-19 yang telah diinaktivasi, yang berarti materi genetiknya dihancurkan, bukan virus hidup atau dilemahkan. Sebelum digunakan sebagai bahan baku vaksin, virus diperbanyak dalam media yang disebut sel vero yaitu keturunan dari sel yang diambil dari dari ginjal monyet hijau Afrika pada tahun 1960-an. "Sel vero ini tidak akan ikut atau terbawa sampai dengan proses akhir pembuatan. Dengan demikian, pada produk akhir vaksin, tidak lagi nanti mengandung sel vero tersebut," ujar Bambang.

Isu kehalalan menjadi salah satu penyebab kegagalan kampanye nasional imunisasi campak-rubella (MR) pada 2018. Vaksin yang digunakan dalam program tersebut, diproduksi Serum Institute of India, sempat ditolak oleh majelis ulama di sejumlah daerah, antara lain Kepulauan Riau dan Aceh. Alasannya, vaksin dianggap haram karena proses pembuatannya melibatkan enzim trypsin dan gelatin yang berasal dari babi. Namun bahan-bahan tersebut tidak ada yang tersisa di produk akhirnya karena telah melalui beberapa kali proses pemurnian.

MUI waktu itu akhirnya menyatakan vaksin tersebut haram, namun membolehkan penggunaannya atas alasan kedaruratan. Akan tetapi sebagian masyarakat sudah telanjur ragu sehingga hampir 10 juta anak tidak diimunisasi. Pakar imunisasi, dr. Elizabeth Jane Supardi, menyebut capaian program tersebut hanya 68% dari yang seharusnya 95% sehingga harus diulang di seluruh Indonesia kecuali provinsi Bali dan Yogyakarta pada 2021.

Menurut perempuan yang pernah menjabat direktur surveilans dan karantina penyakit di Kemenkes ini, kegagalan tersebut mengakibatkan banyak kerugian baik dari segi materi maupun kesehatan. "Untuk kampanye di Indonesia, negara keluar uang 100 juta dolar AS. Dan 68% ini negara dirugikan, uang sudah keluar tapi cakupan tidak tercapai," kata dr. Jane.

Ia menambahkan, pemberian imunisasi yang setengah-setengah ini justru menimbulkan ancaman congenital rubella syndrome alias cacat bayi baru lahir karena rubella. "Jadi ruginya itu, berarti dalam beberapa tahun ini kasus-kasus bayi lahir cacat karena rubella akan meningkat dibanding sebelum melakukan MR campaign," ungkapnya.

Dengan keputusan halal dari MUI, diharapkan masalah tersebut tidak terulang kembali. "Itu kalau tidak dilakukan upaya-upaya masif dan terstruktur, itu bisa jadi di Indonesia akan berubah menjadi wabah," kata Wakil Sekretaris Jenderal MUI Pusat Bidang Fatwa, Sholahudin Al-Aiyub.

Vaksinasi Covid-19 disambut positif 

Wakil Ketua Kamar Dagang Industri (Kadin) Riau, Bidang Perdagangan dan Logistik, Iva Desman berpendapat bahwa sektor ekonomi akan lebih dulu merespon kegiatan vaksinasi Covid-19. Dia sangat meyakini bahwa kehadiran vaksin corona di Indonesia menjadi harapan banyak orang dari semua sektor. Apalagi nantinya vaksin telah disuntikkan untuk masyarakat umum. "Ya, ini merupakan harapan besar dari semua sektor, dan tidak saja sektor kesehatan, tetapi sektor-sektor lain, seperti ekonomi, sosial budaya, pariwisata, keagamaan dan lainnya juga akan memberikan respon positif karena ada harapan perbaikan situasi ke depannya," ujarnya.

Ia juga menjelaskan, dengan adanya kepercayaan publik terhadap vaksin, akan dapat membuat masyarakat dan orang banyak lebih enjoy dalam kegiatan usaha, sehingga ekonomi bergerak positif. Untuk diketahui, orang pertama yang disuntikkan vaksin Covid-19 Sinovac, yakni Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang dilaksanakan hari ini, Rabu (13/1/2021) di Istana Negara. Penyuntikan vaksin terhadap Jokowi sendiri dilakukan oleh Tim Dokter Kepresidenan. Serta sekaligus menandai dimulainya program vaksinasi di Indonesia.

Tidak hanya Presiden, usai Jokowi dilakukan vaksinasi, sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju juga turut diberikan suntikan dosis pertama vaksin Sinovac. "Bisa dikatakan, dengan kehadiran vaksin, akan dapat berpengaruh terhadap ekonomi dan daya beli masyarakat yang akan bergerak secara positif," sebutnya. (*)

Tags : Vaksinasi Covid-19, Kehalalan Vaksin, Semua Sektor Sambut Positif Vaksin,