Headline Sorotan   2021/01/04 14:30 WIB

Tak Mengenal Pandemi, Pencuri CPO Rugikan Investor Jual di 'Pasar Gelap'

Tak Mengenal Pandemi, Pencuri CPO Rugikan Investor Jual di 'Pasar Gelap'

"Kasus penampungan minyak mentah kelapa sawit Crude Palm Oil [CPO] para mafia atau toke nya hingga kini tak terdeteksi, praktik ilegal ini diperkirakan sudah berlangsung lama"

eberadaan mafia CPO berakhir meresahkan dan merugikan para investor, berbagai upaya telah dilakukan untuk menghentikan aktivitas jual beli minyak CPO ilegal ini, tetapi selalu saja hilang sekejab lalu timbul kembali. Hingga kini para penampung CPO curian bukannya tutup, malah makin marak dan tumbuh subur.

Beberapa narasumber mengaku, praktik kencing CPO sangat merugikan negara. Karena sindikat distributor CPO ilegal tidak membayar pajak dan biaya retribusi lainnya. Adapun modus operandi untuk meluluskan praktik ilegal tersebut, yakni menggunakan Dokumen “mendompleng” kontrak MIKO (minyak kotor), padahal yang di kirim minyak berupa CPO bukan MIKO.

Beberapa aktivis juga menyoroti kalau minyak sawit mentah yang diperoleh dari cara ilegal itu diperkirakan tidak memenuhi standar sehingga dapat menurunkan kualitas CPO yang menyebabkan turunnya harga. Padahal Indonesia sedang getol meningkatkan standar sistem pengelolaan minyak sawit berkelanjutan atau Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Modusnya, tersangka menjual CPO ke penadah. Seharusnya mereka mengantar CPO ke Pelabuhan yang sudah ditentukan, namun dijual ke penadah. Modus lain, separuh dari mobil tanki dijual. Lalu, diganti dengan air.

Sebagai contoh yang terjadi kasus pencurian CPO lama kelamaan merugikan investor di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Namun pelakunya hingga saat ini tak terdeteksi. Sistim pencurian CPO yang banyak 'ditongkrongi' para supir angkutan CPO dari Pabrik Kelapa Sawit [PKS] seharusnya dibongkar muat menuju pelabuhan milik PT Sumber Kencana Indragiri Hulu [SKI] di Bayas [Inhil]. 

"Sepanjang perjalanan dari PKS menuju pelabuhan bongkaran CPO tidak ditemukan kesusutan, kadar air pada CPO juga masih dalam ambang batas kenormalan. Namun yang terjadi setelah bongkar muat di pelabuhan semua jadi berubah," kata Amiruddin, Menejer PT Sumber Kencana Inhu (PT SKI) dikontak ponselnya, Sabtu (2/1) kemarin.

Menurutnya, jika ada kekurangan timbangan terhadap truck angkutan CPO, biasanya sopir dikenakan denda untuk menanggulangi kekurangan CPO yang diangkutnya. Masuknya sejumlah truck tangki angkutan CPO dari PKS di Pelabuhan Bayas truck tangki angkutan CPO terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan oleh Satpam, "pemeriksaan yang dilakukan baik kadar air dan tonase yang diangkut sebagaimana yang tertera pada surat jalan dari PKS," terangnya.

Menurutnya, semua truck tangki angkutan CPO dari PKS terlebih dahulu sudah diberikan kelebihan tonase (Basis) disesuaikan dengan jarak tempuh, jika sesampainya di bongkaran pelabuhan ternyata truck tangki itu jumlah kesusutannya melebihi basis yang sudah diberikan pihak PKS, maka pihak perusahaan memberikan finalty (denda) terhadap supir sesuai jumlah kesusutannya diluar basis.

Pihak pelabuhan bongkaran juga melakukan pengecekan terhadap timbangan di PKS, dimana truck tangki angkutan CPO mengangkut minyak sawit yang diperkirakan timbangan di PKS bisa saja terjadi pergeseran dari normalnya. "Ini penyebabnya karena tingginya curah hujan, petir juga bisa mempengaruhi kenormalan timbangan," katanya.

Jika terjadi kelebihan kadar air dari kenormalannya, kata Amiruddin menceritakan, perlu diselidiki dari lokasi asal angkutan PKS yang dibawa supir pengangkut CPO. Namun Amirudin mengaku tidak mengetahui adanya lokasi penampungan pembelian CPO di tengah perjalan dari PKS menuju pelabuhan bongkaran Bayas. "Jika ada bukti terjadinya penjualan CPO [kencing] di tengah perjalan, pihak pelabuhan bongkaran dari [SKI] tetap melakukan tindakan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku," sebutnya.

Pantauan dilapangan lokasi bongkar muat CPO di pelabuhan Bayas awalnya dikelola oleh PT Sumber Kencana (SK) milik Johor warga Rengat, namun beberapa tahun kemudian terjadi beralih tangan [dijual] ke perusahaan milik asing [Prancis] yang berkantor pusat di Jakarta dengan berganti nama menjadi PT Sumber Kencana Indragiri Hulu (SKI). Amiruddin dipercaya untuk mengelola pelabuhan bongkaran di Bayas itu.

Beberapa titik lokasi penampungan jual beli CPO seperti dikawasan Bukit Selasih, Desa Kota Lama Kecamatan Rengat Barat, Inhu, Riau seperti milik JS sejak dilakukan police line oleh pihak Polres Inhu, sudah tidak beroperasi lagi [tutup], para pekerja tidak terlihat melakukan aktivitas. Tempat kolam penampungan sudah dibongkar oleh pemilik. Begitu pun lokasi penampungan di kawasan Japura Desa Sidomulyo Kecamatan Lirik, Inhu, Riau milik AB juga terlihat sepi, hanya saja kondisi kolam penampungan masih utuh dan police line di kolam milikknya sudah tidak terlihat.    

Investor keluhkan praktik ilegal CPO 

Investor yang bernaung dalam Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Provinsi Riau juga mengeluhkan maraknya praktik ilegal penampungan minyak mentah kelapa sawit (crude palm oil/CPO), yang kerap disebut "kencing CPO" di daerah ditengah pandemi ini. Chief Executive Officer (CEO) PT Perkebunan Nusantara V Jatmiko K Santosa yang terpilih memimpin Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Cabang Riau periode 2021-2025 usai pelantikan Kamis 17 Desember 2020 kemarin menyebutkan memiliki sejumlah program kerja penting dalam memajukan Gapki serta memberikan kontribusi positif bagi seluruh stakeholders dan negara.

Dia menempatkan akselerasi program PSR dan peluang supply chain menjadi poin utama. Selain itu dirinya menanggapi maraknya kasus pencurian CPO di daerah-daerah mengaku risih atas adanya keberadaan penampung ilegal ini yang semakin jelas terlihat, "namun seperti tak terjamah oleh hukum," kata Jatmiko yang terpilih secara aklamasi dalam Musyawarah Cabang GAPKI Riau ke VI diselenggarakan di Pekanbaru, Riau kemarin.

Maraknya pencurian CPO di daerah tidak hanya terjadi di Inhu, namun praktik ini sudah lama berlangsung seperti pada jalan menuju Pelabuhan Dumai merupakan salah satu titik "menjamurnya" praktik pembajakan CPO. Jatmiko mengaku, aktivitas "kencing CPO" ini sudah terjadi sejak lama dan sekarang makin marak walaupun di tengah pandemi.

Ia mengatakan, selama ini Gapki sudah berupaya memerangi "kencing CPO" termasuk dengan melaporkannya ke Kepolisian Daerah Riau. Namun, pelaku kejahatan tersebut tidak berhenti, bahkan diduga ada banyak pihak yang terlibat dalam bisnis pencurian ini, tak terkecuali oknum supir pabrik kelapa sawit (PKS) hingga oknum aparat. "Istilahnya (ada) mafia atau toke CPO," katanya.

Pihak Gapki Riau sendiri dalam hal ini sudah mengetahui praktik pencurian CPO, modus kejahatan ini melibatkan "kaki-tangan" mafia CPO dengan oknum supir dan kernet mobil tangki CPO. Seperti lokasi penampungan di Jalan Lintas Timur Sumatera misalnya praktiknya CPO disembunyikan dengan warung, namun di belakangnya terdapat tenda untuk menutupi kolam maupun drum untuk menampung CPO. Kapasitas kolam tampung biasanya berkisar 6-8 ton.

Mereka mengincar mobil tangki CPO penuh muatan dari pabrik kelapa sawit menuju Dumai, Medan, dan Belawan di Provinsi Sumatera Utara. Mereka beraksi pada pagi hari hingga pukul 11.00 WIB, dan malam hari sampai pukul 02.00 WIB. Kemudian anggota mafia di lokasi penampungan, yang kerap disebut kepala lokasi (KPL), menghubungi supir truk tangki untuk singgah dan mengeluarkan muatan alias "kencing CPO" di tempat itu. Oknum supir menyetujui karena tergiur uang, tapi ada juga yang terpaksa menurut karena ancaman dan intimidasi dari mafia CPO.

Supir truk tangki yang sudah bekerja sama dengan mafia CPO mendapat bayaran dari KPL sebesar Rp4.000 per kilogram (Kg). Volume "kencing CPO" beragam, rata-rata sebanyak 130 Kg. Setelah kolam sudah penuh CPO, mobil tangki milik "toke" akan datang menjemput. Sementara itu, untuk modus dengan drum, yakni memindahkan langsung CPO dari tangki ke drum berkapasitas 100-160 Kg. Cara seperti ini lebih sulit terdeteksi karena lokasinya berpindah-pindah.

Praktik ilegal CPO ini menguntungkan karena mafia atau "toke" CPO menjual hasil curian mereka ke pihak lain dengan harga sekitar Rp6.000 per Kg. Mereka selama ini juga memanfaatkan celah kebijakan perusahaan terkait batas toleransi selisih penyusutan. Rata-rata volume mobil tangki berkisar antara 25 hingga 35 ton, namun tonase setiap mobil tangki ditentukan oleh masing-masing manajemen pabrik kelapa sawit sesuai tingkat penyusutan akibat penguapan selama di perjalanan. "Dampak penampungan ilegal ini tak terlalu besar pengaruhnya ke kuantitas produksi CPO dalam negeri. Tapi, citra mutu produk CPO asal Indonesia menjadi buruk. Apalagi maraknya jual beli CPO untuk ekspor dipasar gelap," kata salah satu anggota Gapki Riau menimpali.

Tapi menurut pihak Gapki Riau praktik ilegal CPO berdampak negatif ke pengusaha, petani sawit dan juga negara. Indonesia yang kini memproduksi sekitar 32 juta ton CPO setahun, akan terus disudutkan dengan tudingan dan "kampanye hitam" dari penampungan ilegal, dan belum lagi isu lingkungan lainnya. Kualitas CPO jadi dipertanyakan. Apalagi sekarang permintaan pasar menurun, tapi produksi kita malah naik. Dan memang harga CPO juga naik.

Aksi pencurian CPO siang malam 

Informasinya, para mafia CPO tak mengenal waktu beroperasi siang dan malam. Seperti penuturan salah seorang supir CPO, Heru (51) yang bekerja disalah satu PKS di Dumai dikontak ponselnya mengaku pencurian berlangsung setiap hari baik siang maupun malam. "Kami tidak bisa berbuat, karena para mafia itu selalu menyetop setiap kami melintas. Jika kami tidak menuruti permintaan mereka, jangan lagi lewat dari tempat itu, cari jalan lain," katanya dengan suara perlahan.

Para sopir dilokasi yang mengaku, truk CPO yang dibawa saat tiba di jalan lalu distop dan supir dipaksa untuk menurunkan sebahagian minyak dari tangki ini, dipaksa menjual sebagian minyak sawit mereka bawa kepada mafia digudang. Segel Tangki dibobol, minyak disedot menggunakan selang. Masalah harga tergantung jumlah per gelang yang mereka turunkan. Bahkan, jika para supir yang membawa CPO yang tidak berhenti ketika distop, dikejar sampai ke tengah hutan. Menurut para supir, aksi mafia CPO itu sudah lama.

Menyimak kembali seperti disebutkan Badan Pekerja Nasional [Bakernas] Investigation Coruption Indonesia [ICI], H Darmawi Aris SE menyebukan dibagian lain kegiatan tersebut dilakukan oleh para mafia kemungkinan sudah ada 'proposal' yang diberikan kepada orang-rang tertentu. "Mana mungkin mereka berani buka gudang pencurian minyak sawit  kalau tidak ada ngasi proposal," sebutnya yang mengaku pernah menanyai langsung dengan salah satu sopir pengangkut CPO di Riau.

Darmawi mendukung pengungkapan aktivitas  jual beli CPO ilegal yang terjadi di daerah-daerah. Pasalnya, pasar gelap CPO itu mengancam akan kondusivitas dunia usaha di daerah itu sendiri. Kemudian, akan menyuburkan praktik pencurian dan penggelapan CPO. "Kami sangat mengapresiasi kepolisian mengungkap kasus pencurian minyak CPO sampai tuntas. Karena ini sangat tidak baik untuk iklim usaha di Riau," kata Darmawi dikontak ponselnya, Senin (4/1).

Menurutnya, tindakan pencurian CPO mempunyai jaringan dan juga ada penadahnya. Terkadang mereka berkedok usaha limbah kelapa sawit. Akan tetapi kami harapkan penadah atau pemodal besar dapat diungkap. "Kami meminta pihak kepolisian mengungkap sampai tuntas kasus ini sehingga membuat jera para pelaku lainnya, karena ini bisa mengganggu sistem investasi sektor perkebunan khususnya industri hilir," ucapnya.

Permainan limbah sawit atau sering disebut CPO asam tinggi di daerah akhir-akhir ini kerap terjadi sebagai modus baru, cuma jarang diketahui asal CPO. Andaipun ada limbah yang dijual oleh pihak perusahaan hal itu cuma terjadi sesekali-kali. "Salah seorang karyawan perusahaan yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, limbah yang dihasilkan dari satu pabrik CPO sangat sedikit, itupun limbah atau yang disebut CPO asam tinggi kadang digunakan sendiri perusahaan untuk kepentingan tertentu," ulang Darmawi.

Menurut Darmawi lagi, sudah tidak rahasia umum kalau CPO dijual sembunyi-sembunyi atau disebut CPO lencingan marak di daerah. "Kalau melihat kejadian itu memang ada yang menampung dan membeli CPO ilegal, dan diduga kuat permainan mafia CPO ilegal di daerah seperti gunung es. Kecil dipermukaan tapi di dalam sangat besar, yang sangat dirugikan jelas perusahaan pemilik CPO," tandasnya.

Praktik jual beli CPO ilegal diduga 'cuci uang'

Bukan rahasia umum lagi soal kencing Crude Palm Oil (CPO) atau tempat penampungan CPO ilegal yang terjadi selama ini di Riau. Ada sekitar 97 titik tersebar mulai dari Inhu sampai ke Dumai. Usaha ilegal ini diduga melakukan pencucian uang (money laundring), dan menyuap oknum tertentu sehingga usaha ilegalnya lancar. Beberapa para pelaku penampung CPO ilegal mengaku usaha itu berjalan yang terpenting hasil kerjasama baik.

Praktik usaha dilakoni dalam tiap isi satu gelang drum CPO itu sekitar 70 liter dibandrol dengan harga sekitar Rp250 ribu hingga Rp300 ribu. Terkadang CPO kencing ini dicurahkan dari kran tanki truk CPO antar dua gelang hingga tiga. Tiga gelang drum sama dengan 1 drum volume 210 liter.  Jadi kencing CPO ini uangnya cukup menggiurkan bagi supir truk tanki CPO dibanding uang jalan yang dikasih oleh PKS. Terkadang lebih besar nilainya dibanding uang saku yang dikasih dari PKS. 

Beberapa sumber dilapangan mengatakan praktik ini sudah berlangsung lama. Istilahnya 'mafia atau toke CPO hasil curian CPO nya itu dimasukkan ke bak-bak kolam, setelah penuh dipompa kembali ke dalam truk tanki CPO kosong dan dibawa ke PKS tertentu.  "Kami pemuda setempat sudah lama mengetahui gelegat ini, tapi kami tak bisa berbuat banyak. Sepertinya para toke penampung CPO ilegal itu dibeking oknum, sampai kini lancar-lancar saja. Tak mungkin kan bekerja sendirian," sebut para pemuda di Kota Lama, Inhu yang melihat berseliweran truk tanki CPO masuk bergantian untuk kencing CPO sebelum di police line polisi.

Tren keberadaan mafia penampung CPO ilegal kini tidak hanya didengar seputaran Inhu saja tapi juga ada di Kandis,  Pinggir, Sebanga,  Duri, sampai Dumai, juga menjamur ke daerah lain seperti di Pelalawan, Kuantan Singingi (Kuansing) dan Kota Batak Kampar. Mafia penampung CPO ilegal sudah meresahkan dan merugikan, berbagai upaya telah dilakukan untuk menghentikan aktivitas jual beli minyak CPO ilegal ini, tapi hingga kini para penampung CPO curian ini bukannya tutup, malah kini makin marak dan tumbuh subur. “Itu cerita lama pak, ada keterlibatan mafia di sana (pencurian) CPO. Kalau ingin membasmi harus orang Jakarta (pemerintah pusat) turun tangan,” kata para pemuda di Dumai mengomentari aksi pencurian CPO itu.

Sekitar tahun 2012 sampai 2013 pernah dilakukan operasi bersama Kepolisian menumpas aktivitas pencurian TBS dan CPO ini. Sejumlah asosiasi mendukung operasi antara lain GAPKI, GIMNI, dan AIMMI. Dari hasil operasi ditemukan modus pencurian sangat beragam dan tersembunyi. Namun menurut pihak GAPKI, pencurian CPO bisa dilakukan dengan cara memindahkan langsung ke truk pembawa CPO. Jadi, truk ini sifatnya mobile dan mudah berpindah tempat. Modus lain adalah truk berhenti di warung lalu CPO dipindahkan ke drum. Atau truk itu masuk ke pom bensin. Lalu masuk ke belakang pom bensin untuk memindahkan muatan CPO ke tempat penampungan ilegal.

Menurut pihak GAPKI rata-rata satu drum berisi 100-200 liter. Jika dihitung kerugian dari kegiatan CPO “kencing” ini bisa lebih dari Rp 1 miliar per hari. Kegiatan ilegal ini memanfaatkan toleransi nilai susutan dari jual beli CPO. Kalau muatan CPO berkurang sekitar 3 persen masih dimungkinkan. Celah inilah yang dimanfaatkan sindikat tesebut. Idealnya, tanki truk pengangkut CPO yang bagus tidak ada nilai susut.

Kesabaran sopir truk tangki bermuatan CPO sudah mengubun. Mereka tak tahan lagi jadi korban pemerasan dan dipaksa menyuling muatannya di gudang-gudang CPO diduga ilegal atau biasa disebut ‘kencing’ di jalan. Pihak GAPKI juga menilai, tongkang yang membawa muatan CPO juga dapat bermain. Muatannya dipindahkan di tengah lautan.

Maraknya truk CPO “kencing” terjadi di Riau seperti terjadi di tepi jalan lintas Lubuk Dalam-Pangkalan Kerinci juga terjadi. Disini, informasi dihimpun ada belasan truk tanki CPO dari berbagai perusahaan harus berhenti di tanjakan Gul Gul Kecamatan Lubuk Dalam, Kabupaten Siak. Namun pihak GAPKI menilai maraknya pencurian CPO ilegal juga dipengaruhi kehadiran pabrik sawit tanpa kebun. Pabrik ini menjadi “tempat pencucian” dari truk yang kencing. Logikanya bagaiman pabrik bisa berjalan kalau tidak punya pasokan buah. Apalagi di saat musim trek ketika harga buah sawit lagi tinggi.

Gapki menyarankan aparat keamanan di level pusat untuk turun tangan menyelesaikan kasus pencurian CPO ini. Kementerian Politik Hukum dan Keamanan dan Badan Intelijen Negara dapat menumpas pemain CPO ilegal karena banyak oknum terlibat di sana. Dan kemungkinan bisa lintas angkatan, oknumnya itu. Sehingga, sulit bagi polisi untuk membasminya. Ketika ditanya apakah ada rencana bekerjasama dengan kepolisian daerah untuk operasi berikutnya, Jatmiko K Santosa yang terpilih memimpin GAPKI Cabang Riau periode 2021-2025 ini mengatakan pihaknya angkat tangan, menurutnya yang ditangkap masih level kroco.

"Jadi memang rumit dan sulit melihat kejadian seperti ini bahkan sudah berlangsung lama lagi". (*)

Tags : kasus kencing cpo, pencurian cpo di Riau, sawit, minyak sawit, crude palm oil, kriminalitas,