Headline Agama   2022/12/23 21:1 WIB

Biaya Haji 2022 Diperkirakan Naik, 'Sesuai Ditetapkan Pemerintah Saudi'

Biaya Haji 2022 Diperkirakan Naik, 'Sesuai Ditetapkan Pemerintah Saudi'

AGAMA - Dampak kenaikan biaya haji yang ditetapkan pemerintah Arab Saudi sudah dirasakan para calon jemaah haji khusus dari Indonesia tahun ini.

Beberapa hari sebelum berangkat, mereka harus sudah menyiapkan ongkos tambahan hingga puluhan juta rupiah.

Lonjakan biaya itu akibat pemerintah Saudi menerapkan sistem paket akomodasi yang nilainya jauh lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya.

Kenaikan ini berdampak pada biaya haji khusus maupun haji reguler. 

Namun bagi jemaah haji reguler, tambahan ongkos akan ditanggung Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Sedangkan calon jemaah haji khusus harus membayarnya sendiri.

Pengamat haji mengatakan ke depannya Kementerian Agama, DPR, dan BPKH perlu membicarakan kembali proporsi subsidi biaya haji untuk memastikan keseimbangan neraca keuangan haji.

"Saya sudah memprediksi. Tapi saya kaget tambahannya sebesar itu," kata Yati, 58 tahun, calon jemaah haji khusus yang berangkat pada tanggal 19 Juni.

Sekitar dua minggu sebelum berangkat, agen perjalanan Yati mewanti-wanti akan ada kenaikan biaya haji kurang-lebih sebesar US$2.000 atau sekitar Rp29 juta.

Perempuan itu mengaku dirinya bukan orang kaya, dan mendaftar haji khusus karena antrean haji reguler di kota asalnya, Tangerang, sampai 20 tahun. Ia mengatakan sudah membayar Rp150 juta.

Haji khusus adalah sebutan untuk pemberangkatan haji yang tidak diselenggarakan oleh pemerintah. Ongkosnya lebih besar dan masa antrenya lebih pendek dan tidak tergantung domisili. Masa tunggu haji khusus lima sampai enam tahun.

Yati sudah ada dalam antrean sejak 2014.

Ia seharusnya berangkat pada 2020 namun tertunda karena dua tahun pandemi. Penyintas kanker itu sudah menduga karena kuota haji tahun ini lebih sedikit maka biaya yang ditanggung tiap jemaah akan lebih besar. Namun ia tidak mengira akan sebesar ini.

Bagaimanapun ia merasa tidak punya pilihan.

"Enggak mungkin dong saya sudah menunggu bertahun-tahun, terus hanya karena 2.000 dolar itu saya tidak jadi. Kalau tidak jadi nunggunya bisa bertahun-tahun lagi saya," katanya sambil tertawa.

M. Firman Taufik, Sekjen Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (HIMPUH), mengatakan kenaikan biaya umrah tahun ini hampir 100%. Pada tahun 2019 sekitar 6.000-7.000 riyal (SAR), sekarang menjadi 10.000 sampai 14.000 SAR, bahkan 16.000 SAR.

"Itu untuk biaya masyair saja, di luar komponen yang lain," kata Taufik kepada BBC News Indonesia.

Tambahan biaya itu dimasukkan ke dalam komponen paket yang dibayarkan calon jemaah, rata-rata 7.000 SAR atau setara Rp26 juta rupiah.

Taufik mengatakan, sebetulnya kenaikan ongkos haji sudah diprediksi sejak lama. Para agen perjalanan sudah mengumumkannya ke para jemaah sejak enam bulan yang lalu.

Mengapa biaya haji naik?

Lonjakan biaya haji tahun ini akibat pemerintah Arab Saudi menerapkan paket layanan masyair senilai 5.656,87 SAR atau sekitar Rp21 juta per jemaah.

Padahal, awalnya Kementerian Agama hanya menganggarkan 1.531,85 atau setara Rp5,8 juta rupiah per jemaah. Layanan masyair mencakup perjalanan dan akomodasi di Arafah, Muzfdalifah, dan Mina - tiga tempat terpenting dalam ibadah haji.

Langkah tersebut dilakukan setelah lembaga yang menangani layanan masyair, Muassasah, diprivatisasi. Dengan kenaikan sebesar itu, calon jemaah haji dijanjikan fasilitas yang lebih baik seperti tenda dengan partisi, ruang duduk yang lebih luas, dan konsumsi yang lebih banyak.

Sekjen HIMPUH M. Firman Taufik mengatakan, salah satu peningkatan paling signifikan adalah kapasitas ruangan. Kalau dahulu biasanya dua kasur untuk tiga sampai empat jemaah, sekarang kabarnya satu orang akan menempati 1,6 meter persegi.

Namun demikian, menurut Firman, upgrade fasilitas seperti yang ditawarkan oleh pemerintah Saudi itu sebenarnya tidak begitu diperlukan. Apalagi, masa tinggal di Arafah dan Mina relatif singkat, hanya empat hari.

"Untuk fasilitas okelah. Masalah klasik di perhajian, tenda Mina enggak pernah cukup, selalu kita dibikin kayak sarden. Tapi kalau sekarang kan kuotanya dikurangi. Indonesia 100.051 jemaah."

"Artinya sudah berkurang hampir 50%. Harusnya tanpa penambahan fasilitas-fasilitas itu sudah cukup lah," ia menjelaskan.

Siapa yang menanggung tambahan ongkos itu?

Bagi jemaah haji reguler, tambahan ongkos itu akan ditanggung Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) setelah Kemenag dan Komisi VIII DPR menyetujui penambahan biaya penyelenggaraan haji sebesar Rp1,5 triliun pekan ini.

BPKH adalah lembaga yang mengelola tabungan haji jemaah yang menunggu keberangkatan. Setiap calon jemaah haji harus memberi setoran awal, Rp25 juta bagi haji reguler dan US$4.000 bagi haji khusus.

Dana itu kemudian diinvestasikan oleh BPKH dalam bentuk sukuk, deposito, dan bentuk-bentuk lain secara syariah. Hingga 2021 lalu, akumulasi dana yang dikelola oleh BPKH telah mencapai Rp158,88 triliun.

Hasil investasi itu yang kemudian digunakan mensubsidi biaya penyelenggaraan ibadah haji setiap tahun. Calon jemaah juga menerima nilai manfaat melalui virtual account setiap bulan Juli dan Januari.

Jaja Jaelani, Direktur Pengelolaan Dana Haji Kemenag, mengatakan tambahan Rp1,5 triliun mencakup biaya layanan masyair serta biaya technical landing ditambah nilai kurs yang naik.

Dana tersebut, Jaja menjelaskan, berasal dari nilai manfaat serta efisiensi dari penyelenggaraan ibadah haji (kelebihan dana dari haji tahun-tahun sebelumnya), efisiensi operasional BPKH, dan efisiensi nilai saham atau valas di BPKH.

"Rasio-rasionya sehingga BPKH menyanggupi itu, pasti mereka sudah punya hitungan," kata Jaja Jaelani dirilis BBC News Indonesia.

Apa dampaknya bagi penyelenggaraan haji ke depan?

Ketua Komnas Haji dan Umroh, Mustolih Siradj, yakin tambahan biaya sebesar Rp1,5 triliun itu akan berpengaruh pada neraca keuangan haji yang dikelola oleh BPKH. Hal itu dapat berimbas pada nilai manfaat atau imbal hasil yang diterima calon jemaah tunggu.

Mustolih khawatir subsidi dana haji yang semakin besar akan menjadi 'bom waktu' pengeluaran haji. Besar subsidi, ujarnya, rata-rata mencapai Rp90 juta per jemaah. Jemaah haji reguler tahun ini rata-rata hanya mengeluarkan Rp39 juta.

Menurut Mustolih, ke depannya perlu dibuat regulasi untuk menjaga keseimbangan antara hak jemaah yang menunggu dengan jemaah yang berangkat pada tahun berjalan.

Regulasi tersebut mengatur berapa persen imbal hasil minimal atau maksimal dari kelolaan BPKH yang diberikan kepada jemaah haji, serta berapa maksimal subsidi dari dana manfaat pada penyelenggaraan haji tahun berjalan.

"Jangan sampai uang hasil kelolaan haji tersedot untuk menyubsidi penyelenggaraan ibadah haji pada tahun berjalan," ujarnya.

Mustolih juga berpendapat, jemaah haji khusus juga mestinya mendapatkan subsidi dari nilai manfaat pengelolaan keuangan haji. Karena mereka juga menyetor kepada BPKH melalui agen.

"Selama ini sebetulnya ada manfaat yang didapatkan jemaah haji tunggu melalui virtual account, tapi sangat kecil. Untuk jemaah haji reguler Rp60.000 sampai Rp120.000 per tahun. Kalau haji khusus itu kira-kira dapat US$20 per jemaah," kata Mustolih.

"Nah mestinya dengan acuan bahwa semua jemaah haji mesti mendapatkan imbal hasil, mestinya jemaah haji khusus diperlakukan sama seperti yang reguler," imbuhnya.

Kepala BPKH, Anggito Abimanyu belum bisa menjawab.

Namun, Jaja Jaelani dari Kemenag setuju bahwa perlu ada pembicaraan kembali antara Kementerian Agama, DPR Komisi VIII, dan BPKH mengenai pembiayaan haji.

"Tahun ke depan tidak bisa pola seperti ini terus. Ke depan perlu ada pembicaraan kembali, tidak bisa pola seperti sekarang," ungkapnya.

Gelombang pertama keberangkatan jemaah haji reguler akan dimulai pada tanggal 4 Juni, sedangkan jemaah haji khusus akan mulai berangkat pada pertengahan Juni. (*)

Tags : Islam, Muslim, Haji,