Sorotan   2023/02/17 13:49 WIB

Jurus Lembaga Adat Melayu Riau Ingin Mengecap Manisnya Migas jadi 'Kegaduhan', 'Berakhir Timbul Pemimpin Baru yang Penuh Intervensi'

Jurus Lembaga Adat Melayu Riau Ingin Mengecap Manisnya Migas jadi 'Kegaduhan', 'Berakhir Timbul Pemimpin Baru yang Penuh Intervensi'
Balai Adat Melayu Riau tempat berkantornya Lembaga Adat Melayu Riau di Jalan Diponegoro, Pekanbaru terlihat sepi.

"Kegaduhan ditubuh Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau karena adanya intervensi dari pemerintah provinsi saat menimbulkan pengurus baru"

embaga Adat Melayu Riau (LAM) Riau adalah sebuah lembaga adat daerah yang diprakarsai oleh tokoh-tokoh Melayu Riau dari berbagai latar dan profesi, yaitu pejabat pemerintahan, ulama, ilmuwan/cendekiawan dari perguruan tinggi di Riau, budayawan, seniman, sastrawan, dan orang patut-patut yang berasal dari lingkungan kekuasaan tradisional Melayu Riau.

Lembaga ini didirikan pada hari Sabtu, 1 Rabiul Akhir 1390 H (6 Juni 1970 M) yang berlokasi di Pekanbaru, Riau yang peristiwa terakhir terjadi kegaduhan ditubuh pengurus LAM Riau, memantik dugaan adanya intervensi dari pemerintah provinsi. 

Nuansa Melayu sangat terasa begitu memasuki halaman gedung Balai LAM Riau. Ukiran-ukiran disudut dan dinding semakin menandakan bahwa bangunan tersebut adalah salah satu simbol Riau adalah negeri Melayu.

Bangunan yang terletak di Jalan Diponegoro Pekanbaru tersebut adalah Balai Adat Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR). Tetapi belakangan, bangunan tersebut menjadi perhatian masyarakat luas.

Apalagi setelah beredarnya surat dari Pemprov Riau yang meminta pengurus LAM Riau untuk dapat mengosongkan bangunan tersebut.

Alasan Pemprov Riau meminta pengosongan gedung tersebut yakni untuk penetapan aset. Namun, yang membuat surat dari Pemprov Riau tersebut menjadi perhatian, yakni surat tersebut dikeluarkan di tengah konflik yang terjadi di tubuh LAM Riau.

Dualisme kepengurusan LAM Riau disebabkan pasca adanya surat permintaan pengosongan gedung Balai Adat tertanggal 18 April lalu.

Mengapa kondisi gedung balai adat aktivitasnya masih terlihat sepi?

Di dalam ruangan hanya tampak ada dua orang laki-laki. Namun seluruh perlengkapan kantor seperti komputer dan berkas-berkas masih tampak dan belum terlihat dikemas.

"Pengurus dan datuk-datuk sedang di Dumai, ada kegiatan mubes. Kami hanya disuruh menjaga Balai Adat ini saja," kata seorang pria di Balai Adat yang enggan disebutkan namanya saat adanya perintah pengosongan.

Sebelumnya, surat dari Pemprov Riau telah diberikan pada Syahril Abubakar. Pihaknya mengaku menghormati segala peraturan pemerintah yang mengatur mengenai peminjaman aset selama 5 tahun.

"Kami sudah melakukan permohonan perpanjangan untuk menggunakan gedung Balai Adat ini sejak 31 Januari 2022 lalu ke Dinas Kebudayaan sebagai OPD yang bertanggung jawab," kata Syahril Abubakar.

Syahril mengaku sudah melakukan komunikasi dengan Sekdaprov terkait surat perpanjangan izin tersebut. Dikatakannya, Sekdaprov merekomendasikan untuk pengajuan surat izin ulang.

"Sudah kita kirimkan lagi, dan Pak Sekda mengatakan akan segera diproses di Dinas Kebudayaan. Sebenarnya tidak menjadi masalah, hanya saja ini muncul ditengah kisruh saja," ungkapnya.

Ia juga mengucapkan terima kasih kepada Gubernur Riau atas izin yang sudah diberikan pemerintah untuk LAM Riau menempati gedung Balai Adat selama masa kepemimpinannya.

"Tak ada sedikit pun bahasa dari Sekda atau Pemprov untuk mengusir kita, hanya saja kita perlu melengkapi administrasi sesuai prosedur," kata Syahril.

Syahril turut mengimbau seluruh masyarakat untuk tidak terpancing isu-isu yang tidak terbukti kebenarannya serta terus menghormati keputusan dari pemerintah.  

"Ini gedung sakral, kita sebagai orang Melayu ya kita hormatilah, jangan emosi-emosi tak menentu. Kalau harus mundur ya saya mundur, tapi kalau sudah mengganggu kepentingan rakyat, setapak pun saya tak kan beranjak," tegasnya.

Pemprov Riau meminta pihak LAM Riau untuk mengosongkan gedung Balai Adat LAM Riau di Jalan Diponegoro Pekanbaru.

Permintaan pengosongan gedung LAM Riau yang merupakan aset Pemprov Riau tersebut diketahui melalui surat yang ditandatangani Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau SF Hariyanto selaku pengelola barang tertanggal 18 April 2022.

Sekdaprov Riau SF Hariyanto mengatakan, pengiriman surat ke LAM Riau tersebut adalah murni untuk penertiban aset. Karena gedung LAM Riau tersebut sudah habis masa pinjam pakainya.

"Gedung LAM Riau itukan merupakan aset pemerintah, dan sesuai aturan gedung milik daerah itu masa pinjam pakainya lima tahun. Dan gedung LAM Riau itu sudah lima tahun masa pinjam pakainya," kata Sekdaprov.

Menurutnya, sesuai aturan, karena sudah lima tahun masa pinjam pakainya, maka pihak yang menggunakan gedung tersebut diberikan dua pilihan.

Pertama dapat mengajukan pinjam pakai lagi atau mengosongkan gedung tersebut.

"Surat pengajuan pinjam pakai gedung LAM Riau terakhir 2017 lalu. Jadi sekarang sudah habis masanya, kalau mau pakai lagi ya silahkan ajukan surat lagi," ujarnya.

Pengosongan gedung LAM Riau seiring terjadinya kisruh yang saat ini terjadi di tubuh LAM Riau. Tetapi menurut Sekdaprov, pihaknya tidak ikut campur dengan persoalan tersebut. 

Institusi adat tertinggi di Riau terbelah, seiring penggulingan Ketua Dewan Pengurus Harian (DPH) LAM Riau, Datuk Syahril Abu Bakar, melalui musyawarah besar luar biasa (mubeslub) LAM yang digelar di Kota Pekanbaru pada Sabtu 16 April 2022 lalu.

Sebelumnya, Syahril sendiri pada Selasa 12 Aprl 2022 telah menetapkan gelaran mubes dilakukan paling cepat Selasa 19 April 2022 di Kota Dumai.

Penetapan jadwal mubes itu merupakan hasil musyawarah pimpinan DPH LAM se-Riau.

Usai digulingkan, posisi Syahril sebagai Ketua DPH LAM Riau kini dijabat Taufik Ikram Jamil. Sedangkan posisi Ketua Majelis Kerapatan Adat (MKA) LAM Riau tetap dijabat Datuk Raja Marjohan. 

Meski digulingkan, Syahril tetap menggelar mubes di Kota Dumai sesuai jadwal, Selasa (19/4). Syahril sendiri bukan tanpa alasan menuding Pemprov Riau turut campur masalah LAM Riau.

Ia mencontohkan sikap Dinas Kebudayaan Pemprov Riau yang tidak merespon surat permohonan perpanjangan masa penggunaan aset (kantor LAM Riau). 

"Padahal kami sudah menyampaikan surat Januari 2022, tahu-tahu pada April kita dapat info Pemprov Riau ingin mengosongkan gedung LAM Riau," bebernya. 

Selain hal tersebut, kata Syahril, Gubernur Riau melakukan pertemuan dengan sejumlah pengurus LAM kabupaten/kota pada malam jelang dimulainya gelaran mubeslub di Kota Pekanbaru, Sabtu (16/4). 

"Intervensi tersebut terlihat dari partisipasi Kepala Badan Kesbangpol Provinsi Riau Jenri Salmon Ginting, yang membuka gelaran Musyawarah Besar Luar Biasa (Mubeslub)," ucapnya.

Datuk Said Usman Abdullah, menilai sangkaan intervensi pemprov pada persoalan LAM Riau kurang etis. Sebab, Gubernur Riau selaku pimpinan pemprov memainkan peran sebagai payung adat. 

"Sehingga dia (gubernur) tidak bisa tutup pintu terhadap pengurus LAM maupun tokoh masyarakat yang ingin berdiskusi. Apalagi LAM juga menerima dana hibah dari pemprov," ungkapnya melalui sambungan seluler, Rabu (20/4). 

Alih-alih menyeret pemprov ke persoalan LAM Riau, jelas Said, pengurus LAM Riau yang dipimpin Datuk Syahril Abu Bakar sebaiknya melakukan introspeksi diri. Hal itu penting dilakukan untuk mengetahui penyebab mencuatnya persoalan LAM Riau ke ranah publik.

"Kalau organisasi itu berjalan sesuai khitahnya, maka persoalan ini tidak akan muncul. Bisa juga ini karma dari bagaimana Syahril menjalin hubungan dengan LAM Kabupaten/Kota, atau tokoh masyarakat Melayu lainya," tegas Datuk yang pernah menjabat sebagai Ketua MKA LAM Kota Pekanbaru ini.

DPH LAM Riau, Datuk Syahril Abu Bakar

Sebelumnya Gubernur Riau Syamsuar juga telah memerintahkan DPH LAM Riau, Datuk Syahril Abu Bakar segera mengosongkan Gedung Balai Adat Melayu.

Pemerintah Provinsi Riau memerintahkan pengosongan gedung Balai Adat Melayu Riau, Senin 18 April 2022. Langkah tersebut terjadi di tengah konflik internal yang menerpa LAM Riau pasca musyawarah besar luar biasa (Mubeslub) yang digelar, Sabtu 16 April 2022 di Hotel Alpa.

Perintah pengosongan itu disampaikan lewat surat tertulis yang diteken Sekdaprov Riau, SF Hariyanto, Senin dengan surat bernomor 031/Disbud/1007 isinya perihal pengembalian aset daerah.

"Untuk sementara waktu agar LAM Riau mengosongkan gedung di Jalan Diponegoro nomor 39 Pekanbaru dan mengajukan kembali perpanjangan," demikian kutipan surat tersebut.

Adapun surat ditujukan kepada Ketua DPH dan MKA Lembaga Adat Melayu Riau dengan sifat 'penting'. Surat itu ditembuskan ke Gubernur Riau.

Dalam surat itu disebutkan kalau penggunaan gedung LAM Riau tersebut sebelumnya berdasarkan surat perjanjian pinjam gedung antara Dinas Kebudayaan Provinsi Riau dengan LAM Riau pada 9 Januari 2017 lalu. Disebutkan kalau surat perjanjian itu tidak menunjukkan batas waktu, sehingga perlu dilakukan perbaikan dan perpanjangan kembali.

Sebelumnya, Ketua DPH LAM Riau, Syahril Abubakar menuding adanya keterlibatan Gubernur Riau, Syamsuar dalam pelaksanaan Mubeslub LAM Riau di Hotel Alpa, Sabtu pekan lalu. Di sisi lain, Syahril tetap melaksanakan Mubes LAM Riau di Kota Dumai pada 19 April 2022, hal ini membuat awal LAM Riau terancam pecah dan mengalami dualisme kepengurusan.

'Datuk Sri Setia Amanah telah mengkhianati pemberi gelar'

Tetapi kegaduhan ditubuh LAM Riau dinilai Syahril Abubakar dipicu oleh Gubernur Riau Syamsuar yang memiliki gelar adat sebagai Datuk Sri Setia Amanah.

"Saya telah dikhianati dan dizalimi. Saya juga kecewa karena merasa dikhianati oleh Syamsuar yang kini menjabat sebagai Gubernur Riau," kata Ketua Dewan Pimpinan Agung (DPA) Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR),Tan Seri Syahril Abubakar. 

Syamsuar yang dinilai telah mengkhianati dan menzalimi dirinya selaku pemberi gelar adat Datuk Sri Setia Amanah dengan memihak serta menjadi pendukung dibalik dualisme masalah kepengurusan LAM Riau. 

Terkait dualisme kepengurusan LAM Riau, Syahril mengaku sempat mendapat intervensi dari Syamsuar untuk mengeluarkan SK tandingan LAM Pekanbaru yang dinilai abal abal alias tiruan. 

"Disinilah awal ketersinggungan Syamsuar terhadap saya, namun saya tegaskan bahwa saya sebagai Pemimpin Lembaga adat Melayu bukan untuk diperalat dan diperintah oleh penguasa," tegas Syahril, Senin (6/6/2022) lalu. 

Menurutnya, Syamsuar juga diduga dengan sengaja tidak membayarkan gaji dan biaya operasional para pengurus LAM Riau periode 2017 sejak bulan Januari hingga Mei sebagaimana yang sudah dianggarkan dalam APBD. 

"Nampak benar ini ada kepentingan dan permainan, kasar kali caranya," katanya. 

Menurut keterangan Kepala Dinas Kebudayaan kepada Syahril, Gubri Syamsuar melarang gaji dan biaya operasional untuk dibayarkan.

Padahal anggaran untuk gaji dan biaya operasional LAM Riau sudah dianggarkan dan diverifikasi dalam APBD dan merupakan hak pengurus LAM Riau. 

"Kembalilah kepada petuah orang tua kita, masalah besar dikecikkan masalah kecik dihapuskan," ujarnya. 

Selain itu, kata Syahril, pihaknya juga menyayangkan sikap dinas kebudayaan yang begitu saja mengeluarkan surat penunjukan penggunaan gedung ke kelompok Raja Marjohan yang statusnya juga belum jelas. 

"Walaupun sudah dikukuhkan, kami menganggap kelompok Marjohan yang kini kami gugat karena tidak mengikuti alur dan patut sebagaimana diatur dalam AD/ART LAM Riau," tegas Syahril.

Syahril juga mengaku heran terhadap Syamsuar yang dinilai tidak menghargai dirinya selaku pemberi gelar adat yang sempat digunakan beberapa pihak untuk mengecam aksi demo korupsi bantuan sosial (Bansos) di Siak. 

"Seperti demo korupsi Bansos Siak kemarin, memang benar marwah beliau harus dijaga namun tidak untuk kasus dugaan korupsinya. Lagian itu sudah hal yang wajar bagi beliau selaku pejabat publik. Kalau soal gelar adat, saya pemberi gelar adat itu malah di zalimi pula," ucap Syahril. 

Atas kekecewaan tersebut, Syahril mengaku tetap menempuh jalur hukum untuk menguji keabsahan Mubeslub sebelumnya yang pernah digelar dihotel Alfa.

"Biarlah pengadilan yang akan memutuskan," ucapnya. 

"Gugatan itu, dilakukan karena banyaknya aset yang sudah di data dan dibiaya negara. Kalau kami dipaksa dengan cara cara preman, kami khawatir akan ada bentrokan dan ini yang harus di jaga selaku pengurus LAM Riau yang selalu menjaga harkat dan martabat," kata Syahril. 

Sembari menunggu putusan dari Pengadilan Negeri Pekanbaru, Syahril meminta kepada semua pihak untuk menahan diri dan tidak melakukan aksi yang merugikan menjelang putusan pengadilan. 

Bertepatan dengan Milad LAM Riau ke-52 (6 Juni 1970-6 Juni 2022), Syahril berpesan kepada siapa nantinya yang akan memimpin LAM Riau haruslah mengutamakan kepentingan dan tujuan Lembaga Adat diatas segalanya. 

Sementara itu, Datuk Seri M. Nasir Penyalai Timbalan Ketua Umum DPA LAM RIAU juga menekankan semua pihak agar mematuhi aturan hukum. 

"Kalau kita orang yang punya Adat dan Adab maka kita akan mematuhi Hukum. Karena Hukum juga bagian dari Adat dan Adab," sebut Nasir.

Menyinggung soal LAM Riau masa dibawa pimpinannya yang ingin mengelola BUMA ikut dikancah Migas di Riau, Syahril meyakini peluang BUMA untuk mengelolah Blok Rokan terbuka lebar. 

"Persiapan BUMA waktu itu dalam skema business to business (B to B) sudah tampak," kata dia.

Sebelumnya pihaknya telah melakukan berbagai persiapan dan sudah melalui rapat panitia kerja (panja) migas Komisi VII DPR RI yang berlangsung di gedung daerah Provinsi Riau. 

"Saya juga sudah komunikasi dengan pihak Pertamina dan juga Direktorat Jenderal Migas," sebutnya. 

Dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi VII DPR RI, Alek Noerdin, memang sempat diungkapkan bahwa PT Pertamina selaku pengelolah Blok Rokan pada Agustus 2021 mesti melibatkan unsur daerah dalam ranah operasional. 

Adapun BUMA merupakan cara LAM Riau dibaah pimpinan Syahril Abubakar untuk turut mengolah ladang minyak di Riau, LAM akan berupaya mencari kesempatan merangkul 39 persen saham Blok Rokan.

PT Pertamina selaku pengelolah akan menjadi pemilik dominan saham Blok Rokan. Sementara pemerintah daerah melalui badan usaha milik daerah akan memperoleh participating interest 10 persen. 

Sementara itu Presiden Direktur Chevron Pacific Indonesia (CPI), Albert Simanjuntak masa itu mengungkapkan operasional PT CPI merupakan operasi yang besar dan kompleks.

Hal ini lantaran luasnya wilayah operasional di Blok Rokan, melintasi 7 kabupaten/kota dengan rentang operasional mencapai 6.264 kilometer. 

Operasional yang luas tersebut melibatkan kurang lebih 20.000 mitra kerja, 2.900 pegawai dengan 69 juta jam kerja pertahun. "Dengan 4.500 kendaraan perhari, 13.600 total sumur, dan 5,1 juta barel kapasitas penyimpanan. Serta 3.000 kilometer jaringan tramisi," ujarnya. 

Rencana LAM Riau dibawah pimpinan Syahril Abubakar untuk ikut mengelola ladang minyak ini juga ditanggapi positif Pengamat Ekonomi UNRI Dr. Drs. Dahlan Tampubolon M.Sc, PhD.

Ia menilai hal yang wajar dan logis jika lembaga Adat Melayu (LAM) Riau menggunakan dana pihak ketiga dalam pengelolaan 39 persen saham Blok Rokan baik melalui kerjasama maupun penggalangan sumber pembiayaan dalam penubuhan Badan Usaha Milik Adat (BUMA). 

"Ini hal yang wajar dan logis di saat kelangkaan financing. Tapi perlu dipertimbangkan membawa pihak lain sebagai mitra di dalam mengambil Participating Interest (PI) jangan sampai membebani BUMA yang dibentuk, karena share kepemilikan akan menjadi lebih besar pihak lain sehingga pengambilan keputusan menjadi tidak seimbang," kata Dahlan Tampubolon, Rabu (17/2).

Dikatakannya Pemprov Riau saat ini memiliki BUMD yang potensial untuk ikut memainkan peran, yaitu PT Bumi Siak Pusako atau PT Sarana Pembangunan Riau (SPR), juga ada LAM Riau melalui Badan Usaha Milik Adat (BUMA).

Namun katanya menilik data produksi dari BUMD pengelola minyak, Badan Operasi Bersama (BOB) PT Bumi Siak Pusako (BSP) - Pertamina Hulu Energi (PHE) dalam 3 tahun terakhir, jeblok. 

"Pada tahun 2016 produksi BOB mencapai 12, 1 ribu barel per hari menjadi hanya 10,6 ribu barel per hari pada 2019 lalu, apalagi jika dibanding awal produksi PT BSP yang mencecah angka 41 ribu barel per hari. Dari sisi finansial, BUMD dan BUMA harus menyiapkan investasi sekitar 7 milyar dolar selama 20 tahun," ujarnya.

Apalagi bahagian 39 persen dari PI yang 10 persen berarti LAM harus menyediakan 2,67 mliyar dolar dalam 20 tahun atau setara Rp37,24 triliun. Angka ini menjadi sensitif ketika menelaah kemampuan BUMD, BUMA atau bahkan APBD saat ini.  

"Perlu adanya inovasi pembiayaan dalam merebut peluang ini, baik oleh Pemda, BUMD maupun BUMA,"sebutnya.

Blok Rokan memang tidak dipungkiri suatu daerah yang memiliki konsesi mencapai 6.220 km2, dengan 96 lapangan minyak, yang bepotensi berada di Duri, Minas, dan Bekasap dengan total produksi 200 rb barel lebih per hari atau sekitar 25% minyak nasional.

Dan mulai 8 Agustus 2021 Wilayah Kerja Migas Blok Rokan itu akan dikelola oleh PT Pertamina yang sebelumnya dikelola PT Chevron Pacific Indonesia. Menurut Dahlan proses peralihan ini Pertamina harus kerja ekstra untuk meningkatkan kapasitas produksi, serta menjaganya agar tidak terlalu jauh penurunannya. 

"Pertamina siap mengucurkan investasi sekitar US$70 miliar selama 20 tahun untuk belanja modal (belum termasuk belanja operasional)," terangnya.

Ditambahkanya selain harus ekstra kerja keras meningkat produksinya, Pertamina juga harus membuka peluang bagi investor manapun yang tertarik untuk bermitra, dengan tujuan untuk memitigasi risiko, yakni risiko teknologi dan juga risiko pendanaan.

Untuk itu, Pertamina akan melepas sebagian share nya, termasuk kewajiban 10% kepada BUMD. Hal ini sesuai Kepmen ESDM No 1923K/10/MEM/2018 tentang persetujuan pengelolaan dan penetapan bentuk dan ketentuan-ketentuan pokok kontrak kerja sama (production sharing contract/PSC) di Blok Rokan.

Tetapi disampaikan Datuk Seri Syahril Abubakar masa menjabat Dewan Pengurus Harian (DPH) Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, sebelumnya LAM Riau menyatakan siap untuk mengelola Blok Rokan, setelah masa konsesi PT Chevron Pacifik Indonesia (CPI) habis di Blok Rokan pada tahun 2021.

Kesiapan itu ditunjukkan LAM Riau dengan mengirimkan surat resmi kepada Pertamina untuk mengelola Blok Rokan di 39 persen. Sebab 51 persen masih tetap dikelola Pertamina dan 10 persen Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Riau.

Menurut Syahril, LAM Riau telah menyiapkan Badan Usaha Milik Adat (BUMA) bekerjasama dengan badan usaha swasta yang lebih profesional dalam pengelolaan usaha perminyakan.

Menurut syahril, hasil pertemuan BUMA LAMR bersama PT Pertamina (Persero), Satuan Kerja Khusus Pelaksanaan Kegiatan Kerja Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), dan pihak terkait lainnya mengenai tindak lanjut audiensi masyarakat LAMR terkait alih kelola Blok Rokan, yang diinisiasi Kantor Staf Presiden (KSP).

Rapat yang digelar di Gedung Bina Graha, Jakarta, Senin 1 November 2021 kemarin, dipimpin Tenaga Ahli Utama Bidang Energi Kedeputian I KSP Didi Setiarto ini dihadiri Deputi Dukungan Bisnis Satuan Kerja Khusus Pelaksanaan Kegiatan Kerja Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) Riki Rahmad Firdaus, Kepala Divisi Pengelolaan Rantai Suplai dan Analisis Biaya SKK Migas Erwin Suryadi, Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Bisnis PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Dana Dojoadhi dan Direktur Utama PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) Jaffee A Suardin.

Sementara dari BUMA LAM Riau dipimpin Datuk Seri Syahril Abubakar selaku Komisaris Utama dan Datuk Seri Muzamil Baharudin selaku Direktur Utama BUMA dan Datuk Khairul Zainal serta Datuk Hermansyah selaku jajaran direksi.

Pada rapat tersebut untuk memenuhi undangan dari KSP melalui surat undangan Nomor UND-289/KSP/D.1/10/2021 tanggal 18 Oktober 2021 perihal rapat tindak lanjut audiensi masyarakat Lembaga Adat Melayu Riau terkait alih kelola Blok Rokan.

Datuk Seri Syahril Abubakar, mengatakan melalui rapat KSP kemarin mempertemukan LAM Riau bersama BUMA dengan pihak terkait lainnya untuk finalisasi pekerjaan-pekerjaan maintenance, pemeliharaan, services dan operator yang akan dikerjasamakan dengan BUMA bersama partnernya secara business to business.

Rapat memutuskan bahwa BUMA bersama partner dapat mengikuti semua pekerjaan yang ada di PHR sepanjang memenuhi persyaratan baik administrasi maupun persyaratan teknis lainnya.

“Alhamdulillah, kami bersyukur dan berterima kasih baik kepada KSP yang sudah berkenan memediasi antara pihak-pihak. Selain itu, LAM Riau juga berterima kasih kepada Pertamina baik Pertamina (Persero) dengan sub-subholding-nya, PHE, dan PHR dan juga SKK Migas,” kata Syahril.

Syahril juga berterima kasih kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) Datuk Seri Setia Amanah Negara melalui Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko yang telah menugaskan Tenaga Ahli Utama Bidang Energi Kedeputian I KSP Didi Setiarto beserta kawan-kawan yang telah ber berkenan memediasi hal ini.

Syahril Abu Bakar menegaskan BUMA LAM Riau bukan sekadar orientasi mengejar keuntungan (profit oriented) tetapi lebih kepada menjunjung amanah LAM Riau untuk ikut menuntaskan kemiskinan bagi kesejahteraan masyarakat lokal yang akan diwujudkan melalui Yayasan KRIS.

Hal ini mengingat angka kemiskinan sebelum pandemi Covid-19 sebesar 7.2% dari jumlah masyarakat Riau meningkat menjadi 8.4% dan 85% diantaranya adalah masyarakat tempatan yang termasuk ke dalam wilayah kerja Blok Rokan.

Datuk Seri Syahril Abubakar berharap kerja sama yang erat antara PHR dan BUMA LAM Riau untuk meningkatkan liffting minyak dari produksi sekarang.

Penolakan BUMA ikut mengelola Migas

Hal yang tak disangka, maksud baik LAM Riau untuk ikut mengelola ladang minyak ini ditolak Forum Anak Kemenakan Rohul, malah mewacanakan untuk mendorong Pemerintah untuk menjadikan Riau sebagai daerah istimewa.

Wacana Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) mendirikan Badan Usaha Milik Adat (BUMA) dalam rangka ambil bagian dalam pengelolaan Blok Rokan mendapat penolakan dari dari Anak Kemenakan yang tergabung dalam Forum Anak Kemenakan (FAK) Kabupaten Rokan Hulu.

"Jujur saja kita tak tahu apa itu BUMA? Kalau dikatakan badan usaha milik adat, badan usaha bagaimana, apakah bentuknya perusahaan, kemudian milik siapa, oleh siapa dan untuk siapa? Kalau bentuknnya BUMD jelas ada komisarisnya ditentukan pemerintah daerah dan hasilnya jelas untuk pendapatan daerah kalau BUMA untuk siapa?," kata Ketua FAK Rohul Heri Bin Rosihan menegaskan, Senin (15/3).

Menurutnya, pendirian BUMA yang dimotori sejumlah oknum kelompok LAM Riau tidak mewakili aspirasi seluruh masyarkat Riau khususnya masyarakat adat Riau.

Sikap LAM Riau, kata Heri yang terang-terangan ingin masuk dalam bisnis minyak Blok Rokan dengan mendirikan BUMA dinilai telah menjatuhkan marwah Riau.

Demo massa yang menuntut Syahril Abu Bakar untuk segera mundur dari Jabatan Ketua DPH LAM Riau.

Heri mengibaratkan sikap LAM Riau ini seperti 'berebut kerja di rumah sendiri, sehingga lupa sebagai tuan rumah'.

Heri menduga pendirian BUMA diboncengi kepentingan oknum dan kelompok yang tendensius mengejar kepentingan mereka dengan mengatasnamakan "marwah rakyat Riau" untuk ambil bagian dalam bisnis minyak pengelolaan Blok Rokan yang sejatinya hanya menguntungkan kelompok tertentu bukan menguntungkan masyarakat Riau.

Alih-alih mengejar bisnis minyak Blok Rokan dengan modus mendirikan BUMA, Forum Anak Kemenakan (FAK) Rohul lebih setuju jika LAM Riau fokus mendorong pemerintah pusat memberikan kemerdekaan yang hakiki bagi masyarakat Riau dengan menjadikan Riau sebagai Daerah Istimewa seperti halnya Aceh.

Sehingga hasil kekayaan alam Riau bisa diarahkan sepenuhnya bagi kesejahteraan masyarakat Riau.

"Makanya kami dari Forum Anak Kemenakan lebih mendorong dilaksanaknaya sidang majelis istimewa atau Kongres Rakyat Riau (referendum) untuk meminta Presiden Joko Widodo mengeluarkan Dekrit/Perpres/ Undang-undang menjadikan Riau Daerah Istimewa sehingga Riau berdaulat mengelola kekayaannya Riau sendiri," tegasnya.

Menurut Heri tuntutan menjadikan Riau sebagai Daerah Istimewa adalah hal yang wajar mengingat kontribusi Riau selama ini kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Daerah Istimewa ini bisa diwujudkan dalam bentuk Otorita atau pendirian BP migas khusus bagi Riau sehingga pendapatan migas Riau itu bisa langsung dikelola oleh riau untuk kesejahteraan masyarakat Riau.

"Migas Riau selama ini menjadi penyumbang devisa terbesar buat negara. Tapi ironisnya, pendapatan Migas yang disalurkan kembali pemerintah ke Riau tidak menunjukan rasa keadilan. Hampir tiap tahun Riau mengemis meminta DBH Migas kepada pusat. Itupun banyak sekali potongan dan tunda Salur. Kepentingan besar ini yang seharusnya kita perjuangan bersama mengembalikan Riau Berdaulat di negerinya sendiri," pungkasnya.

Selain itu demo massa yang menuntut Syahril Abu Bakar untuk segera mundur dari jabatan Ketua DPH LAM Riau juga terjadi yang digelar aksinya di Kantor Gubernur.

Puluhan orang melakukan unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Riau pada Kamis 31 Maret 2022.

Mereka datang dengan membawa spanduk yang bertuliskan beragam tuntutan terkait kepemimpinan Syahril Abu Bakar sebagai ketua Dewan Pimpinan Harian (DPH) Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau.

Massa menuntut agar Syahril Abu Bakar mundur dari jabatan ketua DPH LAM Riau.

Sebab mereka menilai Syahril merupakan sosok pemimpin yang berprilaku keji dan menuding Syahril menjadikan LAM untuk kepentingan pribadi dengan mengibarkan seperti badan usaha milik pribadi.

"LAM bukan badan usaha milik pribadi, turunkan Syahril Abu Bakar dari DPH LAM Riau," begitu isi tulisan yang ada dispanduk tersebut.

"Jangan jual marwah Riau dengan prilaku keji Syahril," tulis pandemo di spanduk yang dipajang di pagar kantor Gubernur Riau.

Selanjutnya lima perwakilan pendemo masuk ke kantor gubernur Riau dan menggelar pertemuan tertutup bersama pejabat Pemprov Riau.

Pengurus baru dikukuhkan seiring berjalannya tuntutan ke pengadilan

Seluruh pengurus LAM Riau masa khidmat 2022-2027 dibawah pimpinan Datuk Seri Marjohan Yusuf sebagai Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (MKA), dan Datuk Seri Taufik Ikram Jamil sebagai Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAM Riau dilantik Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar.

Ketua Umum MKA Datuk Seri Marjohan Yusuf dan DPH LAM Riau Datuk Seri Taufik Ikram Jamil diamanahkan sebagai pucuk Ketua di LAM Riau.

"Melalui kesempatan ini kami mengharapkan agar kepengurusan yang baru ini, dudukanlah tugas dan tanggung jawab yang jelas antara dewan kehormatan adat, majelis kerapatan adat, dewan pimpinan harian, lembaga adat. Dan tentunya harus jelas peran kewenangan masing-masing," kata Gubri Syamsuar yang juga bergelar sebagai Datuk Setia Amanah di Gedung Daerah Balai Serindit, Jumat (29/4/2022) lalu.

HR Marjohan ditetapkan sebagai Ketum MKA LAMR.

Menurutnya, suatu tanggung jawab besar yang dipercayakan oleh mayoritas unsur LAM Riau, kabupaten/kota di Riau.

Menurutnya, sejalan serta selaras dengan itu pula kepercayaan dari sejumlah masyarakat Melayu, pemangku adat dan pemangku kepentingan kebudayaan lainnya tertumpu pada pengurus baru tersebut.

Orang nomor satu di Riau ini juga menginginkan begitu pula dengan Lembaga Adat Melayu kabupaten kota se Provinsi Riau dengan Lembaga Adat Provinsi Riau. Sehingga tidak bisa bercampur aduk kewenangan dari masing-masing lembaga tersebut.

"Harus jelas. Sehingga tidak sekejap ke sana dan sekejap ke sini sesuai keinginan hati," ucapnya.

Datuk Seri Setia Amanah ini mengungkapkan, banyak yang sontak membuka mata dan pikiran akan peristiwa yang terjadi, sehingga saat ini Lembaga Adat Melayu Riau menjadi pusat perhatian serta pembicaraan banyak pihak.

Tentu hal ini membuktikan bahwa posisi LAM Riau sangat penting sebagai simbol nilai dan adab bagi masyarakat Melayu Riau. Apalagi bagi keseimbangan Negeri Melayu yang menjunjung sejarah keberadaan kebudayaan Melayu di negeri ini.

Melalui kesempatan ini juga, Gubri sampaikan tentang urgensi dalam pengelolaan kebudayaan, bahwa ia kembali mengemukakan antara pemangku kebijakan dan pemangku kepentingan, yang dalam hal ini para pemangku adat hendaknya terus selaras dalam mewujudkan kemaslahatan bersama di bidang kebudayaan.

"Dengan begitu kita saling mengutamakan musyawarah dalam setiap menentukan langkah dan arah kebijakan di lingkup adat Budaya Melayu di negeri ini," ujarnya.

Ia menginginkan, segala sesuatunya harus dipikirkan dengan akal yang berlandaskan iman dan ihsan. Baik dan benarnya sudah sedemikian rupa dijabarkan melalui tunjuk ajar Melayu.

"Tunjuk ajar Melayu yang merujuk kepada tuntunan Agama Islam, sebagaimana kita maklumi adat bersendikan sarak, sarak basendi Kitabullah," tutupnya.

Tetapi dengan dilantiknya pengurus LAM baru ini, Ketua Umum Dewan Pimpinan Adat (DPA) Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) versi Mubes Dumai, Tan Seri Syahril Abubakar, meminta Pengadilan Tinggi Riau melakukan persidangan sengketa dualisme kepengurusan LAM Riau.

Syahril menuturkan, langkah itu diambilnya setelah hasil keputusan PN Pekanbaru menyatakan belum bisa melakukan sidang perkara itu karena dianggap persoalan internal dan mengatakan cukup diselesaikan secara keadatan melalui Dewan Kehormatan Adat (DKA) LAM Riau.

"Maka kami ajukan banding ke pengadilan tinggi karena menurut kami ini bukan masalah adat. Dalam ad/art juga tak ada Tupoksi DKA LAM Riau menyelesaikan masalah seperti itu," katanya.

Lagi pula, ia mengungkapkan, DKA LAM Riau lah yang menjadi penggerak masalah sengketa dualisme.

"Oknum-oknum itu membuat mosi tidak percaya kepada saya, menuduh kami pengurus LAM Riau memanfaatkan LAM Riau untuk kepentingan pribadi. Inikan fitnah namanya," tegas Syahril.

Baliho dua kubu kepemimpinan LAM Riau terpasang di Balai Adat.

Syahril menuturkan, masalah dualisme kepengurusan merupakan sengketa organisasi, pelanggaran ad/art di mana pihak Marjohan mengadakan Mubeslub tanpa melalui Rapim, bukan berarti ada yang kami langgar secara adat. 

"Karena perkara seperti ini sudah pernah disidangkan PN Pekanbaru, yaitu perkara LAM Kota Pekanbaru dua tahun lalu. Maka apa salahnya dilakukan persidangan. Artinya kan sengketa organisasi bisa disidangkan," sebut Syahril. (*)

Tags : Lembaga Melayu Riau, LAM Riau Dualisme, LAM Riau Ingin Mengecap Manisnya Blok Rokan, Kegaduah LAM Riau Timbul Pengurus Baru,