Headline Sorotan   2022/02/16 13:30 WIB

Pertamina akan Hengkang dari Perusahaan Migas BSP, yang 'Masih Ditongkrongi Tenaga Titipan dari Pengurus Dinasti'

Pertamina akan Hengkang dari Perusahaan Migas BSP, yang 'Masih Ditongkrongi Tenaga Titipan dari Pengurus Dinasti'

"Wilayah Kerja (WK) Costal Plains and Pekanbaru [CPP] akan resmi dikelola 100% oleh BUMD melalui PT Bumi Siak Pusako [PT BSP] tetapi perusahaan daerah Migas ini tak bisa lepas dari sorotan yang masih banyak ditongkrongi tenaga titipan dari pengurus dinasti"

ontrak Kerja Sama Perpanjangan WK CPP telah ditandatangani pada tanggal 29 November 2018 dengan skema Gross Split dan berlaku selama 20 tahun atau hingga 8 Agustus 2042 yang menjelaskan pengelolaannya sepenuhnya ditangani Badan Usaha Miilik Daerah [BUMD] melalui PT Bumi Siak Pusako [PT BSP].

Dalam kontrak tersebut, besaran signature bonus atau bonus tanda tangan ditetapkan US$10 juta dan total nilai Komitmen Kerja Pasti (KKP) sebesar US$130,4 juta yang meliputi Study G&G, Seismik 3D & 2D, pemboran sumur eksplorasi, serta EOR.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji memaparkan hal ini dalam Rapat Dengar Pendapat [RDP] dengan Komisi VII DPR, Senin 14 Februari 2022. RDP juga dihadiri oleh Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto dan Direktur Utama PT Bumi Siak Pusako Iskandar.

Saat ini, kontrak WK CPP merupakan Badan Operasi Bersama (BOP) yang dikelola oleh PT Bumi Siak Pusako (PT BSP) dan PT Pertamina Hulu Energi (PT PHE) dengan pembagian Participating Interest masing-masing sebesar 50%.

Kontrak lama WK CPP berlangsung dari 9 Agustus 2002 sampai dengan 8 Agustus 2022 menggunakan skema cost recovery.

"Untuk meningkatkan produksi WK CPP, melalui pelaksanaan kewajiban KKP dari Kontrak Kerja Sama Bagi Hasil (KBH) perpanjangan WK CPP."

"Kontraktor PT BSP akan melaksanakan kegiatan Field Trial and Pilot Chemical EOR pada Lapangan Pedada dengan target full field scale di tahun 2028/2029 dengan tambahan produksi sekitar 1.000 BOPD di tahun 2030," kata Tutuka Ariadji.

"Jumlah cadangan minyak pada WK CPP per 1 Januari 2021 terdiri atas cadangan terbukti (P1) sebesar 58,4 MMSTB, cadangan mungkin (P2) sebesar 16,6 MMST dan cadangan harapan (P3) sebesar 10,4 MMSTB dengan total cadangan  mencapai 85,4 MMSTB. Adapun untuk cadangan gas per 1 Januari 2021 sebesar 0,7 BSCF yang masih merupakan cadangan harapan (P3)," sambung Dirjen Migas ini.

Tetapi disebutkan profile produksi WK CPP dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2021 memiliki tren menurun. Berdasarkan data operasional tahunan per 31 Desember 2021, produksi minyak WK CPP sebesar 8.520 BOPD, sedangkan produksi gas hingga saat ini belum ada.

Dasar hukum perpanjangan kontrak WK CPP mengacu pada beberapa peraturan yaitu Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi pada Pasal 14 ayat (1) dan (2), serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi pada Pasal 28 ayat (1) sampai dengan (7).

BOB PT BSP Pertamina Hulu memulai pengelolaan sumur baru.

Selain itu, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 23 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi Yang Akan Berakhir Kontrak Kerja Samanya, termuat pada Pasal 3 ayat (1) sampai dengan (4) dan Pasal 8 ayat (1) sampai dengan (3).

"PT BSP selaku Kontraktor eksisting menyampaikan permohonan perpanjangan kontrak WK CPP melalui surat No. 038/DIR-BSP/V/2018 tertanggal 4 Mei 2018. Sedangkan Pertamina (sesuai regulasi Pasal 8 Peraturan Menteri ESDM No. 23 Tahun 2018) menyampaikan permohonan pengelolaan lanjut WK CPP melalui surat No. R-118/C00000/2018-S0 tertanggal 17 Mei 2018," kata Tutuka Ariadji.

Selanjutnya, SKK Migas merekomendasikan PT BSP untuk mengelola WK CPP pasca 8 Agustus 2022 dengan Participating Interest 100% berdasarkan surat No. SRT-0786/SKKMA0000/2018/S1 tertanggal 21 September 2018.

Berdasarkan Berita Acara Tim 22 WK tanggal 24 September 2018, maka Tim 22 WK merekomendasikan untuk memberikan perpanjangan kontrak kepada PT BSP dengan beberapa pertimbangan yaitu nilai KKP yang ditawarkan telah meningkat dari usulan awal, yakni dari US$41 juta menjadi US$130,4 juta sehingga telah sesuai dengan perhitungan SKK Migas.

Pertimbangan lainnya, PT BSP mengajukan besaran signature bonus atau bonus tanda tangan sebesar US$10 juta dan tanpa diskresi (tambahan split). Juga, kondisi finansial PT BSP memiliki kesanggupan pendanaan untuk pembayaran signature bonus, jaminan pelaksanaan dan melaksanakan KKP serta mengelola WK CPP.

"Proposal yang disampaikan oleh Pertamina nilainya jauh di bawah dari proposal PT BSP yaitu KKP US$61 juta, signature bonus US$1 juta tanpa diskresi atau US$10 juta dengan 5% diskresi atau US$20 juta dengan 10% diskresi. Pertamina tidak bersedia memperbaiki proposal dan menerima apabila Pemerintah memberikan pengelolaan WK CPP kepada PT BSP," papar Tutuka lagi.

Berdasarkan rekomendasi SKK Migas dan Tim 22 WK, selanjutnya diterbitkan Surat Keputusan Menteri ESDM No. 1997 K/10/MEM/2018 tanggal 5 November 2018 yang menetapkan PT BSP sebagai pengelola lanjut WK CPP pasca 8 Agustus 2022.

Pemprov Riau yakin BSP bisa kelola sendiri

Dengan berakhirnya kontrak kerjasama dengan WK CPP ini, Pemerintah Provinsi [Pemprov] Riau menyatakan kalau BSP bisa dan mampu mengelola sisa ladang minyak di Blok Rokan. Artinya pengelolaannya sepenuhnya ditangani Badan Usaha Miilik Daerah [BUMD] melalui PT Bumi Siak Pusako BSP.

"Sebelumnya blok ini dikelola penuh oleh PT. Chevron Pasifik Indonesia dan pada tahun 2021 yang kini kontraknya sudah habis."

"Jadi bukan sebagian, kalau bisa kita (Pemprov Riau) yang menjadi operator pengelolanya. Kenapa, karena kita punya BSP. Dan perusahan itu juga sudah teruji selama ini mengelola minyak di Siak, misalnya begitu, bisa saja," kata Asisten II Setdaprov Riau Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Masperi.

Jika memang Pemprov Riau ditunjuk sebagai operator pengelola Blok Rokan, maka BSP dianggap BUMD paling mumpuni untuk mengelola itu.

Namun, Masperi mengakui kalau 100 persen dilimpahkan ke Pemprov Riau untuk pengelolaannya juga sangat tidak sulit, sebab untuk mengelola sumur minyak terbesar itu pada modal, dengan basis teknologi tinggi dan padat sumber daya manusia.

"Makannya nanti kemungkinan 50:50 pengelolaannya. Siapa yang dapat, yah kita bekerjasama dengan perusahaan itu," sambung Masperi.

Untuk saat ini baru 2 perusahaan yang mengajukan permohonan pengelolaan Blok Rokan secara resmi masuk ke Kemen ESDM pasca habis kontrak dengan PT. Chevron Pasifik Indonesia tahun 2021 kemarin.

Jadi Pemprov Riau dipastikan akan dapat jatah 10 persen dari PI yang mutlak sebagai PAD, jika berhasil mengelola sendiri Blok Rokan melalui BSP.

'Dividien anjlok menurun'

Badan Usaha Milik Daerah [BUMD] oleh pemerintah Kabupaten Siak yang mengandalkan BSP pada pengelolaan Migas di Riau tapi memiliki dividen anjlok, Ada Apa?.

Sejumlah pengharagaan sebelumnya telah diperoleh BSP dari berbagai pihak tahun 2021 karena dianggap sukses mempertahankan kinerja selama masa pandemi Covid 19, anehnya, dividenya "terjun bebas" dari 14,964 miliar menjadi 3,962 miliar kepada pemprov Riau untuk tahun 2021.

Menangapi ini Kepala biro perekonomian dan sumber daya alam setda pemprov Riau, Jhon Pinem Armedi, memaparkan pendapatan dividien dari beberapa BUMD Riau. 

Dari penjelasan Jhon Pinem itu, terlihat justru dividen perusahaan itu “Terjun Bebas” dari Rp14,964 miliar pada tahun 2020, menjadi Rp3,962 miliar untuk tahun 2021 kepada Pemprov Riau. Dengan kata lain, terdapat selisih deviden sebesar Rp12,373 miliar.

Sedangkan penghargaan yang diperoleh ada tiga kategori penghargaan bergengsi yang diterima BUMD Kabupaten Siak yang bergerak di sektor minyak bumi dan gas ini, yakni:

Iskandar Direktur PT Bumi Siak Pusako/BSP (kiri).

  • Kategori Top BUMD 2021 dengan predikat Bintang 4 atau sangat baik.
  • Kategori Top Pembina BUMD 2021 yang diserahkan kepada Drs H Alfedri MSi selaku Bupati Siak.
  • Kategori Top CEO BUMD 2021 yang diterima Iskandar selaku Direktur & CEO PT BSP.

Dalam pemaparannya, tim juri mengungkapkan beberapa hal yang mendasari penilaian terhadap PT BSP. Di antaranya, PT BSP dinilai telah mendukung program dan kebijakan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Selain itu, PT BSP di nilai memiliki pencapaian kinerja serta kepemimpinan dan manajemen baik dan relatif selaras dengan visi BUMD.

Tetapi perolehan penghargaan yang diterima PT BSP dari berbagai pihak atas kesuksesan BUMD itu pada tahun 2021, namun raihan beberapa prestasi tersebut, semestinya PT BSP dapat meningkatkan dividen nya kepada Pemprov Riau selaku salah satu pemegang Saham, atau setidaknya mempertahankan jumlah dividen tahun 2020 sebesar Rp.14,964 miliar.

Beberapa aktivis mengatakan, perusahaan milik pemerintah Siak itu dianggap berhasil dan mampu menunjukkan kinerja dan produksi liftingnya pada tahun tersebut, tetapi seharusnya di ikuti peningkatan hasil keseluruhan, termasuk dividen kepada para pihak pemegang saham, khusunya pemrov Riau yang diketahui memiliki penyertaan modal di PT BSP dengan persentase 18,07% atau setara dengan 45 miliar.

Namun para aktivis juga mempertanyakan, mengapa dividen ke pemprov Riau justru menurun dari tahun 2020 sebesar Rp 14 miliaran menjadi 3, 9 miliar tahun 2021. Sementara kondisi capaian dan kinerja tahun tersebut di nilai bagus dengan di buktikan dengan perolehan berbagai penghargaan, "ini kan janggal, ada apa dengan PT BSP," tanya para aktivis terheran-heran. 

Sebelumnya tahun 2021 Kejari Siak yang dipimpin, Dharma Bella SH MH mengadakan MoU dengan PT BSP disaksikan oleh Pemkab Siak dan Kajati Riau, Dr Djaja Subagja SH MH menyampaikan, MoU dibuat sebagai pengacara negara yang sah dan legal. Kajati Riau, Jaja Subagja saat menghadiri acara tersebut juga menyebutkan Kejari Siak sebagai Pengacara Negara diharapkan bisa berkoordinasi dan berkomunikasi dengan PT BSP.

Sebagian perhatian para aktivis masuknya Jaksa sebagai pendamping hukum, atau pihak penegak hukum di PT BSP, diharapkan dapat mencegah segala bentuk potensi perbuatan tindak pidana korupsi, dan meminimalisir kebocoran uang Negara yang berakibat kerugian keuangan Negara.

Misalnya saja seperti penurunan dividen yang disetorkan ke Pemrov Riau itu, maka patut di lakukan kembali analisa yang rasional dan audit dari pihak berwenang agar terjawab apa di balik menurunya dividen ke Pemprov Riau.

Sekali lagi permasalahan ini dinilai ironi, saat Perusahaan kebanjiran penghargaan atas capaian dan pretasi kinerja, mengapa disisi lain dividen justru terjun bebas? Kemana uangnya?

Ganti pengelola, produksi minyak Blok CPP malah anjlok

Pengelolaan Blok Minyak dan Gas (migas) Coastal Plains and Pekanbaru (CPP) di Riau mulai disorot DPR RI. Bahkan, anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Gerindra, Ramson Siagian, menyebut jika peralihan pengelolaan blok tersebut malah tak membuahkan hasil produksi minyak yang maksimal.

“Saya peroleh data ada penurunan produksi minyak, padahal di satu sisi ada tren kenaikan harga minyak. Tentunya kalau berlanjut turun produksi maka kita tidak bisa mengoptimalkan tren ini,” jelas Ramson ketika Rapat Dengar Pendapat Komisi VII dengan Dirjen Migas Kementerian ESDM, SKK Migas, PT Pertamina Hulu Energi dan PT Bumi Siak Pusako di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta belum lama ini.

Dengan anjloknya produksi minyak tersebut, Ramson meminta SKK Migas dapat melakukan pengarahan. Selain itu, Dirjen Migas supaya mematok regulasi yang tepat. “Juga tak lupa pengelolaan operasional di lapangan perlu diperhatikan,” tegasnya.

Sementara, anggota Komisi VII DPR RI, Muhammad Nasir, mendesak pengelolaan Blok Migas CPP oleh PT Bumi Siak Pusako selama 20 tahun ke depan agar dapat dibatalkan. Menurut politisi Partai Demokrat itu, BUMD ini belum kompeten dalam mengelola blok migas.

Dia menilai, bahwa selama ini tidak pernah tercapai target produksi migas sejak dikelola oleh PT Bumi Siak Pusako dan Pertamina Hulu Energi sejak 2002 lalu. Menurut Nasir, SKK Migas harus mengaudit PT Bumi Siak Pusako secara mendalam karena dinilai berkinerja kurang baik, terutama dalam melakukan pengembangan sumur migas.

Diketahui, blok CPP dikelola oleh PT Bumi Siak Pusako dan Pertamina Hulu Energi dalam skema Badan Operasi Bersama (BOB). Pada 9 Agustus 2022 nanti, rencananya pengelolaan akan diserahkan 100 persen kepada PT Bumi Siak Pusako.

Muhammad Nasir mengakui BSP bakal mengelola Blok Coastal Plains and Pekanbaru (CPP) di Riau mulai tahun ini. Sebelumnya, wilayah kerja itu dikelola oleh Badan Operasi Bersama (BOB) antara BSP dan Pertamina Hulu.

Kontrak yang dilakukan BOB pada Blok CPP dilakukan sejak 2002 dan bakal berakhir pada Agustus 2022. Selanjutnya, BSP yang ditunjuk untuk mengelola blok migas itu sampai 2042 dengan skema gross split dan komitmen kerja pasti mencapai US$ 130,4 juta.

Nasir juga tidak sependapat peralihan pengelolaan blok CPP sepenuhnya ditangani BSP. Nasir berpendapat PT BSP tak mampu mengelola lapangan migas dengan baik. Kerja sama operasi BOB yang dilakukan Pertamina pun sia-sia.

Dia memaparkan sejak 2002 hingga saat ini lifting di Blok CPP malah menurun drastis. Menurutnya, saat Blok CPP diberikan kepada BOB BSP-Pertamina Hulu, potensi lifting minyak mencapai 40 ribu barel per hari, hingga kini target itu tak pernah dicapai bahkan terus menerus turun hingga ke level 8 ribuan barel per hari.

"Ini dari potensi 40 ribu di 2002 diserahkan, sampai ini hari cuma 8 ribu. Nggak ada juga sumur baru. Nggak ada teknologi baru," ungkap Nasir dalam rapat kerja Komisi VII dengan Ditjen Migas, SKK Migas, dan BOB BSP-Pertamina, Senin (14/2/2022).

Nasir meminta SKK Migas memeriksa dan melakukan audit secara mendalam pada BSP. Bahkan, dalam skema BOB pun menurut Nasir, Pertamina lebih banyak melakukan pengembangan daripada BSP.

'Pengurus Dinasti'

Nasir pun menyinggung soal profesionalitas yang ada di dalam tubuh BSP. Dia mengatakan BUMD ini terlalu banyak jadi alat keluarga penguasa daerah.

"Pengurus perusahaan ini dari bupati ke keluarganya, anak bupatinya, dan lain-lain, gitu-gitu aja ini. Nggak ada profesional dikembangkan di sini," ungkap Nasir.

Soal sumbangan BSP ke daerah pun menurutnya sangat minim. "Kami warga Riau tak merasakan sentuhan ini sama sekali. Saya 2002 pengurus partai di sana satu bangunan pun nggak ada berubah, nggak usah sumur lah. Bangunan aja nggak ada yang berubah sama aja, nggak ada kemajuan," ungkap Nasir yang dari Daerah Pemilihan [Dapil] Siak ini.

Nasir pun meminta penunjukan BSP dicabut sebagai pengelola Blok CPP. Lebih lanjut menurutnya lebih baik pengelolaan Blok CPP dilakukan dengan kerja sama Pertamina dan pemerintah daerah. "Saya minta ini dicabut penunjukannya. Dikerjasamakan saja ke Pertamina, yang ada teknologi dan kemampuan dan ada tenaga ahli yang cukup untuk sumur tersebut," kata Nasir.

Atas sorotan Nasir, Anggota Komisi VII DPR Ri ini, Iskandar Dirut BSP mengaku telah melakukan kewajiban CSR kepada masyarakat sekitar Riau. Sudah ada Rp 78,14 miliar yang disalurkan.

"Kami ini orang daerah juga pak. Kami Rp 3 triliun lebih bagikan dividen ke pemegang saham, apa itu tidak berarti? CSR kami juga bangun sekolah dan lain-lain, itu semua kami lakukan," ungkap Iskandar.

Iskandar juga mengatakan posisi BSP dengan Pertamina dalam BOB pun setara, 50-50. Dia menepis anggapan BSP hanya menunggangi Pertamina selama ini. Menurutnya, BSP banyak belajar dengan Pertamina, bahkan susunan pekerja di BOB saja 80% lebih terdaftar sebagai karyawan BSP.

"Kami ini 50:50, sahamnya sama, kami sama kuat. Bukan cadangan, bukan menunggangi. Kami belajar memang dari Pertamina," ungkap Iskandar.

Tanggapan dan respon tokoh masyarakat

Seperti disebutkan Viator Butar-butar, Pengamat Ekonom Riau yang menanggapi pernyataan Muhammad Nasir anggota Komisi VII DPR RI yang menyatakan PT BSP tak mampu mengelola lapangan migas dengan baik. 

"Itu bukan pendapat komisi VII, tapi pendapat Nasir sebagai anggota komisi VII," kata Viator pada wartawan, Selasa (15/2/2022).

Viator menilai pernyataan Muhammad Nasir sangat tendensius dan terkesan menyudutkan Riau sebagai representasi politiknya di Senayan.

"Mestinya lanjut Viator, sebagai orang Riau dan mewakili Riau di Senayan, Nasir itu harus membuat pernyataan yang menyejukkan, bukan justru mempermalukan Riau di Forum nasional," kata dia.

"Nasir itu tidak tahu diri, menyudutkan Riau tanpa dasar yang jelas di forum nasional. Dia tidak tahu sejarah pendirian BSP dan perjuangan rakyat Riau mendapatkan hak pengelolaan CPP block," sambung Viator.

Menurut  Viator, CPP itu sudah  disetujui menteri peralihannya dari BOB Pertamina/BSP ke BSP terhitung Agustus 2022 ini. Itu sudah lewat prosedural dan evaluasi ketat. Kontrakpun sudah di tandatangani. Ngapain pula sekarang Nasir tuh koar koar di DPR terkesan menyudutkan BSP," tanya Viator.

Viator menilai, Kementrian sudah memberikan waktu 5 tahun untuk menanti dievaluasi. Kalau dianggap gagal akan dikenai sanksi. Persetujuan menteri itu sudah keluar tahun 2018.

"Seharusnya sebagai wakil rakyat Riau di DPR, dia mendukung dan mendorong BUMD Riau agar maju dan berkembang. Kalau begitu sikapnya, bisa saja besok-besok kepercayaan rakyat Riau hilang. Dan gak usah lagi dari Riau dia maju ke DPR RI," tandas Viator.

Lain lagi disebutkan H Darmawi Wardana SE Ak Bin Zalik Aris, Ketua Lembaga Melayu Riau (LMR) Pusat menanggapi ocehan M Nasir, Anggota DPR RI Komisi VII didepan ketua SKK Minyak dan Gas (Migas).

"M Nasir sebagai Anggota DPR RI, Pengawas dibidang Migas sepertinya ada unsur politik terhadap kinerja Badan Operasi Bersama (BOB) Pertamina Hulu dan PT Bumi Siak Pusako (BSP) Riau." 

"Kinerja yang diemban BSP sudah berjalan baik, yang selama ini terseok-seok malah sudah mendapat julukan sebagai perusahaan profesional dalam bidang Migas tetapi masih dikritisi," kata Darmawi.

Menurutnya, sejak 9 Agustus 2022 BSP menjalankan kontrak Blok CPP dengan skema gross spilit yaitu biaya operasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab operator (kontraktor), "ini artinya tidak lagi mempergunakan cos rocevery (ditangunggung negara)," sebut Darmawi.

"Boleh dikatakan sudah berdiri di kaki sendiri," sambungnya.

BSP sudah melakukan kegiatan pengeboran sumur baru di CPP Blok sejak tanggal 14 Februari 2022. Artinya sudah banyak sumur-sumur baru yang dilakukan oleh BSP.

Lalu menjadi pertanyaan apa kepentingan Nasir selaku Anggota Komisi VII DPR RI yang mengomentari BSP?

Secara politis, menurut Darmawi bahwa Nasir ada kepentingan untuk mendapatkan minimal proyek di CPP Blok.

Blok Coastal Plains and Pekanbaru (CPP) di Riau mulai tahun ini sudah berdiri sendiri tidak lagi bermitera dengan BOB Pertamina Hulu. Sebelumnya, wilayah kerja itu dikelola oleh BOB antara BSP dan Pertamina Hulu. "Tetapi sebaiknya Pertamina Hulu segeralah hengkang dari Bumi Melayu Siak," harap Darmawi.

Menyinggung tentang ocehan Nasir, menurut Darmawi, Ianya berdasarkan Daerah Pemilihan (Dapil) Riau, apa yang sudah dilakukan dan diperbuat untuk kepentingan masyarakat Riau? Publik tau siapa M Nasir yang sebenarnya.

"Dia bukan putera asli Riau, semestinya beliau bisa intropeksi diri (siapa dirinya sesungguhnya)."

"Nasir seharusnya berterimakasih kepada masyarakat Riau, hingga duduk di Legislatif atas sumbangan suara masyarakat Riau," sebut Darmawi.

Bagaimanapun BSP harus mengelola sendiri CPP Blok. Alasanya, wilayah kerja (Siak) itu berada dirumahnya sendiri (tumpah darahnya BSP).

Kontrak yang dilakukan BOB pada Blok CPP dilakukan sejak 2002 dan bakal berakhir pada Agustus 2022. Selanjutnya, BSP yang ditunjuk untuk mengelola blok migas itu sampai 2042 dengan skema gross split dan komitmen kerja pasti mencapai US$ 130,4 juta.

Anggota Komisi VII DPR RI M Nasir justru menentang rencana ini dan berpendapat BSP tak mampu mengelola lapangan migas dengan baik bahkan kerja sama operasi BOB yang dilakukan Pertamina menurutnya sia-sia. Lantas menurut Darmawi meluruskan anggapan M Nasir yang sudah ngawur itu.

Di perusahaan BSP, kata Darmawi lagi, kini sudah memiliki tenaga-tenaga ahli perminyakan dan teknologi perminyakan. "Bagaiamanpun kami orang Riau telah menyekolahkan anak-anak kami dibidang perminyakan migas. Dengan berdirinya Fakultas perminyakan Universitas Islam Riau (UIR)," terang Darmawi.

Lalu yang disampaikan M Nasir, menurut Darmawi, sepertinya sudah ngawur dan terkontaminasi dengan nilai-nilai negatif. Karena yang bersangkutan sangat berambisi untuk mendapatkan proyek di BSP.

"Jelas sudah proyek pembangunan gedung kantor BSP di jalan Sudirman telah dimenangkan oleh perusahaan milik M Nasir bersamaan dengan Risky Bin Arwin AS, Sekretaris BSP," terang Darmawi.

Publik Riau tau benar siapa M Nasir (Anggota Komisi VII DPR RI) itu. Ada beberapa proyek di Riau yang dikerjakan oleh perusahaan dibawah kendali M Nasir, namun terkesan tak satupun yang selesai, "Dan kami optimis proyek pembangunan kantor BSP bakal tidak selesai."

"Yakin lah bahwa pembangunan kantor ini tak selesai," sambungnya.

M Nasir memaparkan sejak 2002 hingga saat ini lifting di Blok CPP malah menurun drastis. Menurut Darmawi, lifting menurun akibat suplay setiap kegiatan lebih dahulu mengajukan ke Kementrian ESDM, karena biaya yang dikeluarkan mempergunakan Cost recovery.

Dilapangan Blok CPP diberikan kepada BOB BSP-Pertamina Hulu, potensi lifting minyak mencapai 40 ribu barel per hari, hingga kini target itu tak pernah dicapai bahkan terus menerus turun hingga ke level 8 ribuan barel per hari, menanggapi pernyataan Nasir itu yang dirilis detik.com, lantas Darmawi, menilai dana recovery yang disetujui oleh Kementrian ESDM tak pernah turun ke BSP.

"Jadi ini tentu mempengaruhi produksi, well service harus dicuci karena penyumbatan tentu ini diperlukan biaya besar." 

"BSP selama ini sudah bekerja dengan baik, yang tadinya sebelum dikendalikan oleh Dirut BSP Iskandar, kini perusahaan minyak dibawah BUMD Siak itu sudah menjadi perusahaan Nasional di bidang Migas," sebutnya.

Kinerja Iskandar selaku Dirut BSP sudah mapan dan diapresiasi selama ini dalam perjuangannya menjalankan roda perusahaan BSP sejak ditunjukknya beliau sebagai Dirut BSP. 

"Jika terjadi penurunan produksi itu bukan tugasnya Direktur, ini merupakan tugas dan tanggung jawab General Manager Ridwan yang ditunjuk oleh Bupati Siak Alfendri," sebutnya.

Dinasti BSP pun terjadi, lebih dikarenakan perusahan itu BUMD dikendalikan oleh pemegang saham Kabupaten Siak, Bengkalis, Kampar yang ditunjuk oleh pemegang-pemegang saham, "ini lebih disebabkan karena tidak kemampuan tenaga skil, alhasil persoalan ini bukan kesalahan Dirut, akibat terlalu banyak mencapuri urusan managemen perusahaan," terang Darmawi.

"Saya melihat Dirut Iskandar terkesan dibawah kendali oleh pengawasan pemegang saham," sambungnya.

Selain itu penururnan produksi juga mempengaruhi adanya gerakan dan perbuatan 'titipan tenaga kerja pemegang saham', yang tidak memiliki ilmu tentang perminyakan (Sertifikat Keahlian/SKA), timpal Darmawi. 

"Saya kira fungsi GM Ridwan lebih ditingkatkan dan menguasai untuk menaikkan produksi, tetapi yang menjadi pertanyaan backgrounds Ridwan bagaimana," tanya Darmawi sambil menyerukan bahwa jabatan GM adalah kunci keberhasilan perusahaan.

"Pandangan saya melihat tenaga-tenaga titipan yang bertengger di perushaan itu adalah merupakan orang-orang tim sukses Bupati Siak Alfedri."

Terkait audit pada BSP, Darmawi menyebutkan, justru Pertamina Hulu Energi 'bersandar' di BSP. "Karena tenaga-tenaga yang dikirim Pertamina Hulu Energi dari Jakarta justru tidak menguasai dibidang migas," katanya.

"Saya melihat dalam keselamatan kerja seorang driver yang dikirim Pertamina dari Jakarta kelokasi (Jamrut) yang tidak mengerti tentang rambu-rambu transportasi," dicontohkannya; yang malah karyawan BSP cukup mengerti tentang keselamatan kerja ini, lantaran sudah mendapat didikan dari PT Cevron Pasifik Indonesia sebelum peralihan ke BSP.  

Menurut Darmawi, setelah Dirut BSP dipegang oleh Iskandar banyak sumbangsih terhadap warga tempatan melalui Corporate Social Responsibility (CSR) dan PAD Siak. Sebaliknya, kalau masih terjadi kekurangan sana-sini wajar-wajar saja selaku manusia biasa yang tidak terlepas dari kekurangan dan kelebihan. 

Darmawi juga menyentil ucapan M Nasir sebagai Anggota DPR RI Komisi VII Dapil Riau yang menyebutkan penunjukan BSP dicabut sebagai pengelola Blok CPP, justru Ia harus mempertahankan BUMD ini, "apa dasarnya M Nasir menyatakan seperti itu, malah Nasir dibesarkan di Dapil Riau yang kini duduk di DPR RI."

Darmawi kembali menerangkan, kalau BSP selama Direktur nya dijabat Iskandar telah memberikan sumbangan kepada daerah berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD) dividen ke lima daerah pemegang saham BSP mencapai Rp 3,16 triliun, "ini jelas merupakan amanah yang diemban Iskandar," kata Darmawi.

Kilang minyak PT BSP

Malah BSP juga melakukan kewajiban CSR kepada masyarakat Riau sekitar Rp 78,14 miliar yang disalurkan, justru sebaliknya apa yang telah diperbuat M Nasir terhadap masyarakat Riau yang kini duduk di DPR RI berjalan dua priode, tanya balik Darmawi.

"Saya mendapat penjelasan dari putera Siak (Iskandar) yang telah memembeberkan kalau salama BSP telah memberikan kontribusi Rp 3 triliun lebih dari dividen ke pemegang saham, itu sudah merupakan contry poin terhadap Iskandar sebagai Dirut BSP. Beliau juga peduli terhadap pendidikan. Ini perlu diacungkan jempol," terang Darmawi.

"Jadi tidak benar lah kalau BSP hanya menunggangi Pertamina selama ini. Tapi sebaliknya BSP memang banyak belajar dengan Pertamina," sambung Darmawi.

Tetapi Iskandar pun sudah menjelaskan bahwa susunan pekerja di BOB selama ini perbandingannya 80-20% lebih terdaftar sebagai karyawan BSP. Selain itu posisi BSP dengan Pertamina dalam BOB pun setara, 50-50.

Jadi kinerja BSP sudah teruji dengan kemampuan dalam menjalankan manajemen perusahaan yang sebelumnya, karena pemimpin PT BSP terbukti amanah dalam menjalankan tugas yang sesungguhnya dan ini tak perlu diragukan lagi. Bagi masyarakat Riau diharap tidak terperopokasi dengan ucapan M Nasir selaku Anggota DPR RI khususnya pada Komsii VII ini. (*)

Tags : Pertamina akan Hengkang dari Perusahaan Migas Siak, PT Bumi Siak Pusako akan Kelola CPP Blok Migas, Sorotan, Perusahaan BUMD di Riau Ditongkrongi Tenaga Titipan, Perusahaan BUMD Dipenuhi Pengurus Dinast,