Sorotan   2022/06/08 22:10 WIB

Peternak Sapi Sebut Situasi Penularan Sudah 'SOS', 'Pemerintah Didesak Tetapkan Status Wabah Nasional'

Peternak Sapi Sebut Situasi Penularan Sudah 'SOS', 'Pemerintah Didesak Tetapkan Status Wabah Nasional'

"Sejumlah peternak dan pakar menyebut penyebaran kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak, khususnya sapi sudah dalam situasi darurat atau SOS"

emerintah didesak menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) yang mengakui bahwa telah terjadi wabah secara nasional. Satu bulan menjelang Iduladha, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Robi Agustiar menuturkan bahwa penyebaran PMK "kian memburuk".

"Kita sudah SOS (Save Our Souls) ini kalau boleh saya bilang. Kalau bisa dikatakan peternak menangis, ini peternak menangis saat ini," kata Robi Agustiar, Selasa (7/6/2022).

Kementerian Pertanian belum bisa menanggapi kisah ini (soal kondisi PMK). Tetapi data Kementerian Pertanian per 2 Juni 2022 menunjukkan bahwa 57.732 hewan ternak mengalami sakit dengan gejala PMK di 127 kabupaten dan kota di 18 provinsi.

Sebagian telah terkonfirmasi positif terinfeksi PMK, sedangkan sebagian lainnya masih berstatus suspek.

Di Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, Jawa Barat, sebanyak 1.194 sapi perah telah terinfeksi PMK maupun menjadi suspek sejak 17 Mei 2022 hingga saat ini. Sebanyak 37 sapi ternak mati, sedangkan 39 ekor lainnya dipotong paksa.

Pengurus KPBS Pangalengan, yang juga merupakan seorang peternak, Asep Rahmat Khaerudin, menuturkan mereka telah merugi lantaran produksi susu sapi ikut menurun usai diserang wabah.

Pakar dari Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Rochadi Tawaf, mendesak pemerintah menetapkan status KLB secara nasional, tidak hanya di empat kabupaten.

Selain itu, pemerintah perlu mempercepat pengadaan vaksin untuk melindungi hewan ternak yang belum tertular.

"Sayangnya [daerah] yang lainnya [yang ditemukan kasus PMK] tidak dianggap sebagai wabah. Ini kan persoalan administratif yang mempersulit birokrasi dan dana untuk pembelian vaksin, stamping out [pemusnahan] tidak ada," kata Rochadi seperti dirilis BBC News Indonesia.

Pendapat serupa juga disampaikan oleh mantan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Sofyan Sudrajat -yang pernah ketua Tim Nasional Pemberantasan PMK pada 1983— juga menyerukan hal serupa.

Dengan situasi penyebaran yang sudah luas, ditambah stok vaksin yang belum tiba di Indonesia, dan perayaan Iduladha yang akan meningkatkan lalu lintas ternak, Sofyan khawatir wabah PMK "akan semakin merajalela".

Harga sapi anjlok, produksi susu sapi menurun

Asep Rahmat Khaerudin di KPBS Pangalengan mengatakan beberapa pekan terakhir ini selalu ada kasus baru PMK yang mereka temukan, bahkan jumlahnya bisa mencapai 100 kasus dalam sehari.

KPBS Pangalengan memiliki sekitar 14.000 ekor sapi perah. Asep bersama para peternak lainnya mengaku khawatir jumlah kasus akan terus bertambah. Saat ini saja, produksi susu sapi telah menurun hingga sekitar 3.000 liter.

"Ini sangat mengkhawatirkan karena sapi perah itu kan sumber income para peternak kan di situ. Kalau dibiarkan bahaya ini, bisa banyak kehilangan usaha peternaknya, kehilangan penghasilan harian," kata Asep.

Sejauh ini, para peternak merespons temuan kasus PMK dengan memberi vitamin, antibiotik, atau infus. Sebagian besar upaya penanganan itu mereka lakukan dengan biaya sendiri.

"[Bantuan] pemerintah sampai saat ini ya masih kecil-kecil lah. Baru support obat sedikit lah, paling juga baru berapa ekor, belum banyak," ujar dia.

Beberapa ekor sapi yang kondisinya sudah terlalu lemah terpaksa dipotong dan dijual dengan harga yang jatuh dari normalnya sekitar Rp25 juta, kini hanya berkisar Rp3 juta hingga Rp4 juta.

Dihubungi terpisah, Robi Agustiar mengatakan masifnya penyebaran PMK membuat para peternak tidak memiliki pilihan lain selain memotong paksa ternak mereka yang terinfeksi.

"Tidak hanya di Pangalengan, di Malang itu sudah tembus 3.000 ekor [yang terinfeksi] dan itu rumah potong hewan di Jawa Timur itu full diisi oleh sapi-sapi pasien yang siap dipotong," ujar Robi.

"Bahkan harga sapi perah yang biasanya Rp20 juta, sekarang anjlok karena sakit, dipotong di rumah potong hewan di harga Rp2 juta sampai Rp3 juta. Menangis semua peternak kita."

Padahal, Robi mengatakan Iduladha biasanya menjadi momentum para peternak mendulang untung. Tetapi wabah PMK justru membuat para peternak merugi.
Pemerintah didesak tetapkan KLB tingkat nasional

Rochadi Tawaf dari Fakultas Peternakan Unpad, menilai upaya penanggulangan wabah PMK tidak sebanding dengan kecepatan penularannya.

Pemerintah disebut tidak memiliki sarana yang memadai untuk mengawasi lalu lintas ternak secara ketat dari daerah wabah. Upaya lainnya seperti pemusnahan hewan ternak yang terinfeksi maupun pengadaan vaksin pun sempat terkendala dana.

Pemerintah, kata dia, harus lebih dulu menetapkan status KLB secara nasional sehingga anggaran untuk respons darurat penanganan wabah bisa berjalan dengan efektif.

Dari total 127 kabupaten yang melaporkan temuan kasus PMK, pemerintah sejauh ini baru menetapkan status KLB di beberapa kabupaten saja, seperti di Aceh Tamiang serta tiga kabupaten di Jawa Timur.

"Yang lainnya tidak dianggap sebagai wabah, ini kan persoalan administratif yang menyulitkan untuk pembelian vaksin, stamping out [pemusnahan], tidak ada anggarannya," jelas Rochadi.

"Pak Menteri [Pertanian] bilang 'kami bisa menyelesaikan dengan cara kami sendiri', tapi sampai saat ini yang mengeluh masyarakat. Faktanya di lapangan membesar. Oleh sebab itu, harapan saya pemerintah pusat harus segera mengeluarkan KLB sehingga dana tanggap darurat itu ada," ujar dia.

Keresahan yang sama juga disampaikan oleh peternak seperti Asep dan Robi, yang mengaku heran mengapa pemerintah belum menetapkan status wabah nasional.

"Peternak jelas lah menderita, dilanda kepanikan sampai saat ini. Tiba-tiba jatuh. Saya sudah laporan ke kabupaten dan provinsi supaya ditetapkan ini kejadian luar biasa, wabah, supaya ada bantuan tanggap darurat, kompensasi tapi belum ada jawaban yang pasti," jelas Asep.

Para peternak pun, kata dia, merasa pergerakan pemerintah "serba terlambat" dalam mencegah penyebaran luas wabah PMK.

Sedangkan menurut Sofyan Sudrajat, pemerintah tidak lagi bisa mengandalkan imbauan agar masyarakat tenang di saat fakta di lapangan menunjukkan penyebaran PMK kian masif.

Dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI pada 23 Mei lalu, Menteri Pertanian Syahril Yasin Limpo meminta masyarakat untuk "tidak panik berlebih" agar tidak menimbulkan persoalan dalam tata niaga peternakan.

'Tanpa vaksin, sapi kami akan habis'

Para peternak, seperti Robi dan Asep, berharap pemerintah bisa mempercepat pengadaan vaksin PMK demi mencegah penyebaran lebih luas. Tanpa vaksin, mereka khawatir lebih banyak ternak akan terinfeksi dan kerugian yang diderita akan lebih buruk.

"Kalau pemerintah mau bicara jangan panik, jangan panik, buktinya hampir seminggu ini rumah potong hewan penuh dengan sapi yang mau dipotong paksa. Jadi kalau kita tanpa ada vaksin, mungkin dalam waktu sampai Juli, akan semakin banyak, sapi kita akan habis," kata Robi.

Tetapi menurut Sofyan Sudrajat, menyediakan vaksin pun bukan perkara mudah. Sebagai negara yang selama 30 tahun terakhir bebas dari PMK, Indonesia tidak memiliki stok vaksin. Sedangkan antibodi hewan-hewan ternak tidak lagi mengenali virus tersebut sehingga menjadi lebih mudah tertular.

Untuk memproduksi vaksin sendiri di dalam negeri pun, kata Sofyan, butuh waktu paling tidak enam bulan untuk menemukan isolat, mengembangkannya ke proses produksi, hingga melakukan uji klinis.

Satu-satunya cara untuk mempercepat pengadaan vaksin ialah dengan mengimpor dari luar negeri. Kementerian Pertanian dalam rapat kerja dengan DPR pada Kamis (02/06) menyampaikan rencana untuk mengimpor tiga juta dosis vaksin dari Prancis, yang pada tahap awalnya akan tiba sebanyak satu juta dosis.

Tetapi sambil menunggu vaksin tiba, Sofyan mengingatkan penting untuk tetap memitigasi penularan wabah ini agar tidak meluas. Terlebih menjelang perayaan Iduladha, di mana mobilitas hewan ternak akan meningkat drastis. Tanpa pengawasan ketat, Sofyan khawatir wabah PMK akan "semakin merajalela".

"Kalau peternak membawa ternaknya untuk kurban kan kumpul di lapangan, itu bisa menularkan ke ternak lain yang sebetulnya sehat. Sudah pasti penularan PMK ini akan semakin merajalela," ujar Sofyan.

"Jadi sambil menunggu vaksinasi, di peternakannya jangan diliarkan, dikandangkan dan tidak boleh keluar masuk. Lakukan juga inspeksi rutin dan pengawasan lalu lintas ternak," tutur dia.

Sedangkan Rochadi menyarankan mobilitas hewan ternak dilakukan dengan sistem kompartemen, yang memisahkan subpopulasi bebas infeksi dengan yang rentan. Dengan demikian, perdagangan hewan ternak dapat berjalan secara aman.

Pemerintah klaim 'wabah bisa ditangani'

Kementerian Pertanian. Namun, Biro Humas Kementerian Pertanian, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan beserta sekretarisnya saling lempar untuk menanggapi pertanyaan terkait penetapan status KLB tingkat nasional. Permintaan wawancara pun belum disanggupi.

Sementara itu, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Jawa Barat, Arifin Soedjana mengatakan status KLB belum ditetapkan meski provinsi itu telah mencatat 7.784 kasus terkonfirmasi maupun kasus suspek PMK. Menurut dia, hanya 4% wilayah di Jawa Barat yang telah mendeteksi PMK.

Sejauh ini baru satu daerah yang telah menetapkan status KLB di Jawa Barat, yakni Kabupaten Garut dengan tujuan mencairkan dana tanggap darurat. Sedangkan di daerah lainnya, Arifin mengatakan penetapan status belum perlu dilakukan.

"Selama ini kita masih meyakini bahwa [wabah] ini masih bisa ditangani," kata Arifin.

Pemprov Jabar mengklaim telah merespons cepat temuan kasus PMK dengan mengobati hewan ternak yang menunjukkan gejala, salah satunya menggunakan ramuan herbal dari lemon dan madu.

Potensi penularan yang lebih luas jelang Iduladha pun, kata dia, akan dicegah dengan memperketat pengawasan lalu lintas hewan ternak.

"Kalau ada kendaraan masuk harus bawa surat kesehatan hewan, itu yang kita lakukan. Kemudian juga dilihat gejala klinisnya," kata Arifin.

Penerapan status KLB untuk saat ini, menurut Arifin akan menyebabkan seluruh hewan ternak tidak boleh keluar masuk wilayah tersebut di tengah kebutuhan yang tinggi menjelang Iduladha.

"Jawa Barat itu kebutuhan hewan ternaknya masih minus 20.000 sampai 25.000 menjelang Iduladha, kan terbayang kalau kemudian kita melakukan penetapan status [KLB]."

Sementara itu, Kementerian Pertanian melalui siaran pers mengklaim stok daging sapi dalam negeri hingga saat ini sebesar 42.269 ton, mampu memenuhi kebutuhan hingga pasca Iduladha dan dipastikan terbebas dari PMK. (*)

Tags : Islam, Muslim, Ekonomi, Indonesia, Hewan-hewan, Kesehatan,