Headline Riau   2021/11/18 13:15 WIB

Sektor Hulu Migas Untuk Kesejahteraan Bagi Daerah Penghasil, Kata Dirut Jaffee A. Suardin

Sektor Hulu Migas Untuk Kesejahteraan Bagi Daerah Penghasil, Kata Dirut Jaffee A. Suardin
Direktur Utama Pertamina Hulu Rokan [PHR] Jaffee A. Suardin berbincang-bincang dengan Walikota Pekanbaru DR H Firdaus ST MT.

Pertamina Hulu Rokan akui sektor hulu minyak dan gas [Migas] di Riau untuk kesejahteraan bagi daerah penghasil.

PEKANBARU - Direktur Utama Pertamina Hulu Rokan [PHR] Jaffee A. Suardin mengakui pengorbanan Riau untuk keberlangsungan minyak dan gas [Migas] di Negara Kesatuan Republik Indonesia [NKRI].

Dia mengkisahkan berawal ketika Indonesia baru merdeka, Siak adalah sebuah kesultanan yang kaya raya di tanah Riau, bumi Lancang Kuning. Waktu itu Sultan Syarif Kasim Abdul Jalil Saifuddin atau Sultan Syarif Kasim II, pemimpin muda Kesultanan Siak menyatakan diri untuk bergabung.

Sultan Syarif Kasim II yang dikenal pemimpin tegas dan menyayangi rakyatnya rela memberikan sumbangan 13 juta Gulden dan menyerahkan ladang-ladang minyak kepada Indonesia. Sebuah angka yang sangat besar dan diperkirakan mencapai lebih dari Rp1.000 triliun pada saat ini.

Sumbangan dari perut bumi Riau berupa Migas itulah selama sejak Indonesia merdeka hingga sekarang, menghidupi negara bernama Indonesia ini. Hasil eksplorasi minyak menempatkan Riau sebagai salah satu daerah yang penyumbang devisa terbesar bagi negeri ini.

Untuk meningkatkan penerimaan bagi daerah penghasil minyak dan gas bumi adalah dengan meningkatkan peran daerah dalam pengelolaan industri hulu minyak dan gas bumi. Salah satu cara bagi daerah untuk dapat meningkatkan peran dalam industri migas adalah dengan menjadi Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) dibawah naungan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas).

"Tidak bisa dipungkiri, keberadaan Industri Hulu Migas di suatu Negara, menjadi penopang penting bagi percepatan pembangunan di setiap wilayah yang ada di Negara tersebut," kata Jaffee A. Suardin dalam kofrensi persnya, Jumat (5/11) kemarin.

"Indonesia adalah salah satu Negara yang menjadikan sektor Migas sebagai salah satu sumber pendapatan terbesarnya, melalui Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Pajak Penghasilan (PPh) serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dari sektor Migas.

"Bahkan SKK Migas dan seluruh KKKS mendorong peningkatan efek berganda (multiplier effects) industri hulu migas pada perekonomian nasional dan daerah, baik secara langsung maupun tidak langsung."

"Sektor hulu migas memberikan dampak positif bagi pundi-pundi pemerintah daerah dengan adanya kewajiban untuk memilih perusahaan daerah dimana proyek berada untuk pengadaan barang/jasa senilai 1 juta dollar Amerika."

Hadirnya sektor migas ini memberikan kontribusi yang besar dalam perkembangan daerah, sama halnya Provinsi Riau. Seperti yang terjadi di Blok Rokan. Baru dua bulan saja mengelola Wilayah Kerja (WK) Rokan, Riau, PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) menyumbangkan penerimaan negara melalui penjualan minyak mentah sebesar Rp 2,1 triliun dan pembayaran pajak sekitar Rp 607,5 miliar termasuk pajak-pajak ke daerah.

Blok Rokan yang terbentang hingga 6.300 kilometer persegi kini tercatat menyumbang 24 persen produksi minyak mentah nasional. Blok Rokan sendiri berada di Provinsi Riau dan memiliki lima lapangan besar yakni Duri, Minas, Bangko, Balam South, dan Petapahan. Rata-rata produksinya 165.000 barel minyak per hari.

”WK Rokan merupakan aset strategis nasional yang harus didukung kelancaran operasionalnya oleh seluruh pemangku kepentingan,” kata Jaffee A. Suardin.

Operasional WK Rokan saat ini didukung oleh lebih dari 25 ribu pekerja, di mana sebagian besar di antaranya merupakan warga lokal Riau, kata dia.

"Kami terus elakukan diskusi dan berkoordinasi dengan Pemprov Riau terkait potensi tambahan pajak bagi daerah. Salah satunya dipicu perubahan skema kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract), dari sebelumnya menggunakan skema cost recovery menjadi gross split," sebutnya.

"Kontribusi ini merupakan salah satu bukti nyata bagaimana kehadiran kegiatan usaha hulu migas, dalam hal ini operasi PHR, memberikan manfaat secara langsung bagi negara dan daerah."

"WK Rokan merupakan aset strategis nasional yang harus didukung kelancaran operasionalnya oleh seluruh pemangku kepentingan," ujarnya.

Menurutnya, kehadiran operasi PHR juga memberikan manfaat berganda (multiplier effect) lainnya seperti pemenuhan kebutuhan energi nasional, penciptaan lapangan kerja, peluang bisnis bagi pengusaha lokal maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Hingga saat ini PHR menyatakan telah mengebor lebih dari 79 sumur dari target 161 sumur tajak dengan mengoperasikan 16 rig. Jumlah rig, kata Jaffee, akan terus ditambah untuk mendukung upaya pencapaian target jumlah sumur tajak yang ingin dicapai. Tahun depan, target PHR lebih tinggi lagi, yakni 500 sumur tajak.

Sebelumnya, Benny Lubiantara, Deputi Perencanaan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) ladang minyak ini dikelola oleh PT Chevron Pacific sejak 1997 lalu.

"Meski Blok Rokan sudah beroperasi selama puluhan tahun namun ternyata minyak yang tersimpan di dalamnya masih bisa diproduksi hingga 30 tahun ke depan."

"Cadangan minyak di Blok Rokan masih besar dan menjanjikan," kata dia.

"Cadangan minyak pada Wilayah Kerja (WK) Rokan masih besar dan menjanjikan untuk dikembangkan lebih lanjut sampai lebih dari 20-30 tahun ke depan," ungkapnya.

Menurutnya, wilayah Kerja Rokan merupakan penghasil utama minyak nasional dengan kontribusi 25 persen. Blok yang ditemukan tahun 1941 dan mulai berproduksi tahun 1951 berperan penting dalam memenuhi target nasional produksi minyak mentah satu juta barrel oil per day dan 12 miliar standard cubic feet per day di tahun 2030.

Selain itu, efek berganda industri hulu migas bagi pemerintah daerah juga dirasakan melalui penerapan kebijakan Dana Bagi Hasil (DBH) Migas dan participating interest. Sektor hulu migas merupakan satu-satunya industri di Indonesia yang menerapkan kedua kebijakan tersebut di daerah penghasil migas.

Bagi daerah penghasil, DBH Migas merupakan sumber utama anggaran pembangunan daerah. DBH diharapkan dapat digunakan sesuai dengan tujuan bersama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah operasi hulu migas.

Sementara itu, dampak tidak langsung dari sektor hulu migas adalah terciptanya usaha-usaha penyedia barang dan jasa lokal, peluang usaha, kesempatan kerja menyerap tenaga kerja lokal, dan adanya tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh masing-masing KKKS di wilayah kerjanya.

Selain menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia, industri hulu migas nasional kini berperan pula sebagai pendorong kegiatan perekonomian nasional. Tetapi besarnya multiplier effect industri migas terhadap industri lain membuat SKK Migas menerapkan kebijakan untuk tetap menjalankan operasional hulu migas saat pandemi awal tahun 2020 Covid-19 dunia, termasuk Indonesia.

Menyimak kembali seperti disebutkan Kepala Satuan Kerja Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto beberapa waktu lalu mengatakan keberadaan industri hulu migas dan dukungannya telah memberikan dukungan bagi kelangsungan industri lain, terutama di masa pandemi Covid-19.

"Dampak yang ditimbulkan oleh sektor hulu migas tidak hanya terkait dengan hal-hal teknis, tetapi juga hal-hal non-teknis. Berlanjutnya operasi bisnis ini di semua wilayah operasi hulu migas membuat pendapatan daerah terus bergulir."

Menurutnya, industri hulu Migas masih menjadi lokomotif perekomian nasional, baik kontribusinya pada penerimaan negara maupun dalam menciptakan multiplier effect (efek berganda) pada pertumbuhan perekonomian secara keseluruhan.

"Penerimaan negara mengalami pertumbuhan yang luar biasa menyusul naiknya harga minyak dan efisiensi dalam operasi migas. Per September 2021," terang Dwi Soetjipto.

Dwi Soetjipto menilai, selain kontribusi dalam bentuk penerimaan negara secara langsung, industri hulu migas berperan pula dalam menciptakan dampak berganda dengan menggerakkan sektor industri atau jasa lainnya, penyerapan tenaga kerja dan pengembangan ekonomi lokal.

Terkait dengan pengembangan industri nasional, SKK Migas telah berhasil mencapai angka Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) 58% pada pembelanjaan barang/jasa hulu migas per September 2021. Capaian ini di atas target yang ditetapkan pemerintah sekitar 50 persen pada tahun 2024.

"Nilai kontribusi industri migas bagi sejumlah industri lain pada tahun 2020-2021 mencapai USD7,126 miliar. Industri-industri ini mendapatkan efek berganda karena tetap beroperasinya sektor hulu migas di saat pandemi Covid-19."

Terbukti, dengan penerimaan negara mengalami pertumbuhan yang luar biasa menyusul naiknya harga minyak dan efisiensi dalam operasi migas. Per September 2021, realisasi penerimaan negara dari sektor hulu migas mencapai USD9,53 miliar atau mencapai 131% pencapaian melebihi target tahun ini sebesar USD7,28 miliar.

Sementara Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tutuka Ariadji, menyebutkan, pemerintah telah menyusun berbagai langkah dan upaya untuk pencapaian visi 1 juta barel minyak per hari dan 12 miliar kaki kubik gas per hari pada tahun 2030.

Asa yang tersemat itu terus dijaga dalam mengejar target produksi. Sebuah rencana besar untuk mengembalikan kejayaan industri Migas Bumi Pertiwi yang telah lama terpendam. “Visi tersebut memerlukan peran dan kerja sama semua pihak. Target ini akan mendorong penciptaan multiplier effect di berbagai sektor industri serta mendorong percepatan pemulihan ekonomi Indonesia,” ujar Tutuka.

"Kementerian ESDM, lanjutnya, terus mengupayakan peningkatan kemampuan produsen dalam negeri melalui kolaborasi dan sinergi antara seluruh pemangku kepentingan dalam memastikan produk dalam negeri mampu memenuhi spesifikasi, mutu dan kebutuhan kegiatan operasi hulu migas."

“Dengan dukungan semua pihak diharapkan produk dalam negeri penunjang usaha hulu migas akan semakin berkualitas, harga yang kompetitif, dan penyelesaian yang tepat waktu,” ajak Tutuka. (*) 

Tags : Sektor Hulu Migas, Blok Rokan di Riau, Bisnis, Migas Untuk Kesejahteraan bagi Daerah Penghasil,